Brigjen PolKeberatan, banding, dan peninjauan kembali terkait dengan penetapan  pajak merupakan sarana check and balance serta menjamin hak-hak dari Wajib Pajak terkait dengan penetapan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pasca pemeriksaan kepatuhan perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat pemeriksaan dan penagihan.

Persepsi Fiskus vs Pendapat Penegak Hukum

Aparat penegak hukum sebagai hazard terhadap tindak pidana korupsi (corruption based on economic growth perspective). Korupsi di sini meliputi :

  1. Korupsi terkait pengeluaran publik (Public Expenditure)
  2. Korupsi terkait pendapatan publik (Publik Revenue)

Seperti diketahui bahwa yang dimaksud dengan Korupsi terkait pendapatan publik (public revenue corruption) adalah Korupsi dalam penerimaan negara non pajak dan korupsi dalam penerimaan negara berupa pajak.

Beberapa hasil penelitian hubungan korupsi dalam perpajakan diketahui bahwa  faktor korupsi dalam penerimaan negara dibidang pajak meliputi :

  1. Menghambat pembangunan ekonomi
  2. Mengikis basis penerimaan negara yang bersumber dari pajak
  3. Mengganggu tata kelola perpajakan
  4. Menjatuhkan moralitas dari Wajib Pajak terkait kewajibannya
  5. Besarnya biaya siluman yang harus ditanggung dalam perekonomian.

Potensi Korupsi Dalam Proses Keberatan dan Banding

Kebijakan/Keputusan/Diskresi bila terjadi masalah adalah berhubungan dengan admiistrasi/perdata. Namun apabila ditemukan unsur-unsur sebagai berikut  yang aturan hukum dilanggar secara sadar dan dilakukan dengan sengaja (free will and intention to break the law) akan menjadi  Pidana, unsur tersebut adalah :

  1. Indikasi benturan kepentingan dalam rangka menguntungkan diri sendiri, maupun pihak lain (Conflic of interest).
  2. Adanya unsur kecurangan (fraud)
  3. Adanya pengabaian terhadap aturan yang berlaku (negligence)

Secara materiil, penerimaan keberatan pajak merupakan salah satu bentuk pembuatan kebijakan dalam ruang lingkup Direktorat Jenderal Pajak karena :

  1. Berpengaruh kepada keputusan yang dikeluarkan oleh instansi itu sendiri, dalam hal ini keberatan pajak akan berpengaruh pada Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal pajak.
  2. Keputusan mengenaik keberatan pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai representative dari sebuah unit kerja pemerintahan, artinya keputusan tersebut adalah merupakan keputusan tata usaha negara.

Dalam keberatan pajak dan banding, kecurangan dan benturan kepentingan umumnya dapat terjadi pada tiga kegiatan yaitu :

  1. Proses penelitian keberatan
  2. Proses pembuatan keputusan hingga ditetapkannnya surat keputusan keberatan
  3. Proses persidangan banding pajak hingga memperoleh kekuatan hukum tetap

Agar tidak terjadi kecurangan dan benturan maka dilakukan langkah pencegahan yang meliputi sebagai berikut :

  1. Bertanggung jawab atas dipatuhinya hukum perpajakan yang berlaku, khususnya dalam rangka pemeriksaan, penelitian dan pemberian keputusan terhadap keberatan pajak.
  2. Segala bentuk penerimaan diluar yang harus dibayarkan Wajib Pajak harus dianggap sebagai bentuk gratifikasi maupun suap.
  3. Fiskus harus dengan tegas menunjukkan kepada Wajib Pajak konsistensinya terhadap aturan yang berlaku. Hal ini akan memberikan pesan yang kuat bahwa korupsi tidak dapat ditolerir dalam hal perpajakan.

Perlindungan Hukum Terhadap Fiskus

Secara undang-undang sebenarnya sudah dilindungi dengan pasal-pasal yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita antara lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana.

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 212 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang melaksanakan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam dengan pidana penjara atau denda.

Dalam penjelasannya, pasal ini memberikan perlindungan kepada setiap pejabat yang melakukan tindakan-tindakan sah menurut undang-undang atau perintah dari yang berwenang, misalnya dalam hal penelitian keberatan dan pembuatan keputusan terkait adanya keberatan tersebut, dari tindakan-tindakan seperti gugatan hukum, maupun bentuk ancaman lain, tentunya dengan tetap memperhatikan koridor-kotidor sebagai berikut :

  • Semua kegiatan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dan koridor hukum yang berlaku.
  • Semua kegiatan dilaksanakan selaras dengan kewajiban jabatn yang diemban fiskus.
  • Tidak ada maksud tersembunyi (vested interest) dn adanya hubungan transaksional antara fiskus dan Wajib Pajak yang mengajukan keberatan (underlying transaction),

Kesimpulan

Tindak pidana korupsi terjadi bukan karena adanya ketidakmampuan atau ketidakkompetenan dari fiskus namun terjadi karena adanya kualitas jahat dari perbuatan tersebut. Untuk itu segala kegiatan fiskus harus diawali dengan niat baik, tidak ada transaksi tersembunyi (underlying transaction) dan berintegritas, serta tetap berpegang teguh pada tujuan bangsa dan negara, dimana salah satu pilarnya adalah negara yang mandiri secara ekonomi.

Tulisan di atas berjudul : Korupsi Dan Proses Keberatan, Banding dan PK Pajak, Disampaikan oleh : Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim POLRI bapak Brigjen Pol Ahmad Wiyagus dalam acara Rakortas Keberatan dan Banding 2015 yang dilaksanakan tanggal 20 s.d 23 Oktober 2015 di Padma Resort Legian- Bali yang dihadiri pegawai Keberatan dan Banding seluruh Indonesia termasuk admin nusahati.com.  

 

Artikel Terkait Lainnya :