Gotong RoyongDalam statementnya baru-baru ini Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal Pajak  yaitu bapak Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa terkait pencapaian target penerimaan pajak beliau akan menerapkan prinsip gotong rotong karena self assessment kalau tidak didukung gotong royong, ya tidak akan bisa.

Pernyataan ini pasti bukan tanpa dasar walau penulis sedikit kecewa dengan bahasa gotong royong yang menurut perspektif penulis bertentangan dengan sifat pajak itu sendiri yaitu wajib dan memaksa.

Sebagai petugas pelaksana yang sudah 2 (dua) dekade berkecimpung di garis paling depan, penulis tetap mendukung dan mencoba mengembangkan keinginan Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal Pajak ini melalui konsep gotong royong sesuai sudut pandang penulis tentunya.

Salah satu konsep mandat budaya bagi manusia ciptaan adalah adanya sifat saling gotong royong, syukurnya sifat Gotong Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia dari jaman dahulu kala. Kini Direktorat Jenderal Pajak mengingatkan dan mengajak kembali seluruh lapisan masyarakat untuk ikut gotong royong agar penerimaan negara dari sektor pajak tercapai. Penulis mengembangkan ajakan gotong royong kepada 2 (dua) bagian yaitu Pelaksana APBN/APBD dan Masyarakat.

1. Gotong Royong Kepada Pelaksana APBN/APBD

Bahwa sesuai dengan APBN-P 2015 diketahui jumlah penerimaan negara adalah sebesar Rp. 1.761.6 Triliun yang terdiri atas :

  1. Pendapatan negara dari sektor pajak sebesar Rp. 1.294.3 Triliun (74%);
  2. Pendapatan dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp. 195.0 Triliun (11%);
  3. Pendapatan Negara Bukan Pajak sebesar Rp. 269.1 Triliun (15%) yang terdiri dari:
  4. Sumber Daya Alam (SDA) Migas sebesar Rp. 81.4 Triliun (30% dari PNBP);
    1. Sumber Daya Alam (SDA) Non Migas sebesar Rp. 37.6 Triliun (14% dari PNBP);
    2. Bagian Laba BUMN sebesar Rp. 37.0 Triliun (14% dari PNBP);
    3. Pendapatan dari Badan Layanan Umum (BLU) sebesar 23.1 Triliun (9% dari PNBP);
    4. Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya sebesar Rp. 90.1 Triliun (33% dari PNBP);
  5. Penerimaan dari Hibah sebesar Rp. 3.3 Triliun.

Sementara jumlah Belanja Negara adalah sebesar Rp. 1.984, 1 Triliun yang didistribusikan kepada masing-masing sebagai berikut :

  1. Belanja Kementerian Negara/Lembaga sebesar Rp. 795.5 Triliun (40% dari Belanja Negara);
  2. Transfer ke Daerah sebesar Rp. 643,8 triliun (32% dari Belanja Negara);
  3. Subsidi sebesar Rp 212,1 Triliun (11% dari Belanja Negara) adapun subsidi tersebut terdiri atas :
    1. Subsidi energi sebesar Rp. 137.8 Triliun (65% dari total subsidi), adapun subsidi energi ini dibagi menjadi :
      1. Subsidi BBM sebesar Rp. 64.7 triliun (47% dari total subsidi energi) dan
      2. Subsidi listrik sebesar Rp. 73.1 triliun (53% dari total subsidi energi).
    2. Subsidi non energi sebesar Rp. 74.3 Triliun (65% dari total subsidi), adapun subsidi non energi ini dibagi menjadi:
      1. Subsidi pupuk sebesar Rp. 39.5 triliun (53% dari total subsidi non energi);
      2. Subsidi pangan sebesar Rp. 18.9 triliun (26% dari total subsidi non energi);
    3. Subsidi pajak sebesar Rp. 9.2 triliun (12% dari total subsidi non energi);
    4. Subsidi PSO sebesar Rp. 3.3 triliun (5% dari total subsidi non energi);
    5. Subsidi bunga kredit program sebesar Rp. 2.5 tiliun (3% dari total subsidi non energi);
    6. Subsidi benih sebesar Rp. 0.9 triliun (1% dari total subsidi non energi);
  4. Pembayaran bunga utang sebesar Rp. 155..7 triliun (8% dari Belanja Negara) adapun pembayaran utang tersebut terdiri dari :
    1. Utang dalam negeri sebesar Rp. 141.2 triliun (91% dari total pembayaran bunga utang);
    2. Utang luar negeri sebesar Rp. 14.5 triliun (9% dari total pembayaran bunga utang);
  5. Belanja lainnya sebesar Rp. 156.2 triliun (8% dari total Belanja Negara).

Dapat dipastikan apabila setiap  pelaksana APBN/APBD ikut berperan memberikan informasi perpajakan baik melalui sosialisasi maupun seminar-seminar perpajakan tentu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak, maka rakyat semakin paham dan mengerti bahwa pajak-pajak tersebut juga dikembalikan kepada rakyat.

Gotong Royong Kepada Pembayar Pajak

Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa pengertian gotong royong dengan pembayar pajak dalam hal ini adalah mengajak agar pembayar pajak mau ikut program reinventing policy, terkait reinventing policy telah beberapa kali penulis sampaikan di dalam blog ini, diantaranya :

  1. Insentif Pajak dan Revolusi Mental
  2. Revaluasi Aktiva Tetap, Suatu Keharusan?
  3. Pengurangan Sanksi dalam SKP, SKP PBB, atau STP.
  4. Pengampunan Nasional

Menurut perspektif penulis, gotong royong di sini dapat dikembangkan seperti Wajib Pajak atau masyarakat ikut berperan memberikan informasi atau data melalui pelaporan atau pun pengaduan atas aktivitas suatu pribadi atau badan yang tidak patuh terhadap kewajiban perpajakan. Dan atas setiap informasi atau data tersebut dikelola secara profesional dan hasilnya dilaporkan secara transparan, serta Direktorat Jenderal Pajak jangan segan-segan untuk mengapresiasi dan melindungi setiap pemberi informasi tersebut.

Kesimpulan

Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat berjalan sendiri dalam mengamankan penerimaan pajak. Semua sadar akan hal ini namun hanya sedikit yang paham dan perduli sehingga tidak maksimal dalam proses pencapaiannya. Maka sangat diharapkan semua unsur untuk bekerja sama baik dalam hal pertukaran data dan informasi antar instansi, tentang publikasi terkait kepatuhan perpajakan dalam setiap kegiatannya. Saya melihat Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal Pajak  yaitu bapak Ken Dwijugiasteadi memiliki kemampuan dalam membangun relasi sehingga besar harapan penulis kedepan Direktorat Jenderal Pajak dapat mencapai target yang diamanatkan. Semoga