Pelabuhan -2Belum lama ini rekan kerja sesama petugas pelaksana yang disebut dengan Penelaah Keberatan  berdiskusi dengan penulis terkait keberatan yang menjadi sengketa dan sedang ditangani. Kasus sengketanya saya ringkas sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak baru berdiri bergerak dalam bidang usaha Jasa  dimana nantinya terdapat transaksi yang sebagian dibebaskan dan sebagian terutang PPN.
  2. Wajib Pajak melakukan Pengkreditan seluruh Barang Modal dan dalam tahun pajak bersangkutan belum terdapat penyerahan Jasa baik terutang maupun dibebaskan.
  3. Bagaimana perlakuan Pajak Masukan atas pembelian barang modal tersebut, apakah dapat dilakukan pengkreditan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak masukan?

Gambaran Permasalahan

PT. Nusa Labuh Semesta didirikan tahun 2014 bergerak dalam bidang Jasa Kepelabuhan meliputi  meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa lambat dan jasa labuh. Disamping melakukan penyerahan JKP yang dibebaskan juga melakukan penyerahan JKP yang terutang PPN. Pada tanggal 17 Agustus  2014 melakukan pembelian alat berat dengan harga perolehan  Rp. 4.000.000.000,- dan melunasi PPN sebesar Rp. 400.000.000,-

Wajib Pajak belum bisa memprediksi berapa jumlah penyerahan terutang PPN seluruhnya dalam tahun 2014 karena kemungkinan memang belum ada transaksi. Maka oleh Wajib Pajak dilakukan pengkreditan pajak seluruhnya yaitu sebesar Rp. 400.000.000,-. (Wajib Pajak melaporkan dalam formuli 1111 B2 yaitu kolom  DPP sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan kolom PPN sebesar Rp. 400.000.000,- ).

Apakah pengkreditan tersebut dibenarkan? Bila dipastikan bahwa kedepannya perusahaan  melakukan Penyerahan JKP terutang dan dibebaskan.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan barang modal terkait atas Jasa yang dihasilkan merupakan Jasa Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak Yang Dibebaskan, penulis mencoba  menuangkan sekedar opini yang juga kemungkinan terancam salah dengan judul “Pengkreditan Pajak Masukan Atas JKP Sebagian Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.”

Jasa Kena Pajak Tertentu

Dalam pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan PPN yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan /atau JKP Tertentu, disebutkan tentang Jasa Kena Pajak Tertentu adalah :

  1. jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi :
    1) jasa persewaan kapal;
    2) jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa lambat dan jasa labuh; dan
    3) jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
  2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
    1) jasa persewaan pesawat udara ;
    2) jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.
  3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
  4. Jasa yang diserahkan oleh Kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf j dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;
  5. Jasa persewaan rumah susun sederhana , rumah sederhana dan rumah sangat sederhana; dan
  6. jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

Dalam Pasal 16B ayat  (3) UU PPN 1984 disebutkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas sangatlah jelas bahwa Wajib Pajak yang  bergerak dalam bidang Jasa Kena Pajak Tertentu adalah merupakan jenis JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan atas pembelian (Pajak Masukan) untuk perolehan JKP Tertentu tersebut tidak dapat dikreditkan. Lalu “bagaimana jika dalam penyerahan JKP terdapat Jasa yang dikenakan PPN dan yang dibebaskan PPN, bagaimana perlakuan pengkreditan Pajak Masukannya?”.

Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

Pada prinsipnya Pajak Masukan yang diterima atas peroleh barang dapat dikreditkan seluruhnya. Namun untuk jenis usaha tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya. PKP yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Dalam Pasal 9 ayat (6) UU PPN 1984 disebutkan “Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. ” terkait hal ini pernah dibahas dalam tulisan yang berjudul  “Sekilas Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM.”

Waktu Penghitungan Kembali

Kemungkinan yang terjadi dilapangan terkait penentuan Jumlah penyerahan yang terutang dan tidak terutang PPN dalam satu tahun pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua) kondisi yaitu :
  1. Dapat memperkirakan jumlah terutang dan tidak terutang
  2. Tidak dapat memperkirakan jumlah terutang dan tidak terutang

Maka hal ini akan berpengaruh pada penghitungan kembali Pajak masukan di masa yang akan datang. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan  ketiga setelah berakhirnya tahun buku. Berikut ini contoh perhitungan atas kondisi tersebut di atas :

a. Dapat Memperkirakan Jumlah Terutang dan Tidak terutang

Berdasarkan contoh di atas bila PT. Nusa Labuh Semesta dapat memperkirakan jumlah penyerahan JKP terutang tahun 2014 misalkan 40%, maka yang dapat dikreditkan hanya sebesar Rp. 160.000.000,- (40% x Rp. 400.000.000,-).

Pada masa Agustus 2014 dilaporkan pada formulir 1111 B2 dengan mengisi kolom DPP sebesar Rp. 1.600.000.000,- dan kolom PPN senilai Rp. 160.000.000,-. Dan Formulir 1111 B3 dengan mengisi kolom DPP sebesar Rp. 2.400.000.000,- dan kolom PPN senilai Rp.240.000.000,-.

Setelah berakhirnya tahun 2014, diketahui bahwa jumlah penyerahan Jasa tahun 2014 adalah Rp. 20.000.000.000,- yang berasal dari penyerahan JKP terutang Rp. 12.000.000.000,- dan penyerahan JKP dibebaskan sebesar Rp. 8.000.000.000,-.

Perhitungan kembali Pajak Masukan atas alat berat yang dapat dikreditkan Tahun Buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 (paling lama pada bulan
ketiga setelah berakhirnya tahun buku) adalah :

Rp 12.000.000.000      X  Rp. 400.000.000,-       =  Rp. 60.000.000,-

Rp. 20.000.000.000                        4

Pajak Masukan atas perolehan alat berat yang telah dikreditkan untuk tiap Tahun Buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:

Rp. 160.000.000,-  =  Rp. 40.000.000,-

              4

Maka Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (menambah Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015) adalah sebesar :Rp. 60.000.000,-  dikurangi Rp. 40.000.000,- sebesar Rp. 20.000.000,-

Cara pengisian SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2015 oleh PKP PT. Nusa Labuh Semesta  (penghitungan kembali dilakukan Masa Pajak Maret 2013) adalah sebagai berikut: Nilai sebesar Rp 20.000.000,00 dimasukkan dalam Formulir 1111 AB butir III.B.3 dengan cara mengisi nilai sebesar Rp.20.000.000.

Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti penghitungan di atas dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat alat berat berakhir.

b. Tidak dapat memperkirakan Jumlah Pajak Terutang dan Tidak terutang

… loading

 

Artikel Terkait :