fakturPada bulan April 2015 lalu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi memulai kegiatan Satuan Tugas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya  (FP Fiktif) Tahun 2015 (selanjutnya disebut Satgas). Satgas ini merupakan upaya terobosan DJP yang melibatkan seluruh kalangan untuk penanganan yang lebih cepat, sistematis, dan komprehensif atas penerbitan dan/atau penggunaan FP Fiktif.

Walalu secara resmi dilakukan pada bulan April 2015 namun kegiatan Satgas telah dimulai di Kantor Wilayah DJP Jakarta sejak Juni 2014. Selama kurang lebih enam bulan di tahun 2014, Satgas telah berhasil melakukan konfirmasi atas 499 Wajib Pajak dari lima Kanwil di Jakarta. Dari jumlah tersebut 80,76% atau sebanyak 403 Wajib Pajak mengakui perbuatannya sedangkan sisanya menyanggah atau dilanjutkan pada proses berikutnya. Selanjutnya, dari Rp934,21 milyar nilai total faktur pajak yang diklarifikasi, 76,54% atau Rp 715,02 milyar telah terklarifikasi dan disetujui oleh Wajib Pajak untuk dibayar. Dan pada tahun ini, kegiatan Satgas diperluas mencakup wilayah kerja di Kanwil DJP di luar Jakarta dan dimulai dari Kanwil DJP Banten.

Seperti kita ketahui bahwa penggunaan dan/atau penerbitan faktur pajak fiktif adalah merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal empat kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar. Walaupun demikian, DJP mengupayakan penanganan secara persuasif melalui klarifikasi di mana Pengusaha Kena Pajak yang terindikasi sebagai pengguna faktur pajak fiktif disarankan untuk kooperatif dan membayar kewajibannya. Apabila Pengusaha Kena Pajak tidak kooperatif, maka dilanjutkan melalui pemeriksaan bukti permulaan atau langsung dilakukan penyidikan.

Pada tulisan-tulisan sebelumnya terkait penggunaan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya  (FP Fiktif) dapat dibaca diantaranya :

  1. Terhindar Dari Faktur Pajak Bermasalah
  2. Sekilas Tentang Faktur Pajak Nomor Ganda

Adapun beberapa antisipasi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak untuk menghilangkan penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (faktur fiktif) diantaranya :

I. Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak

Berlatar belakang rendahnya kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang sudah terdaftar. Di mana kondisi pada tahun 2011  dari jumlah PKP terdaftar yaitu 700 ribu hanya sekitar 290 Ribu PKP yang menyampaikan SPM PPN atau  hanya sekitar 42% aja. Maka dikeluarkanlan suatu peraturan Direktur Jenderal Pajak yaitu PER- 05/PJ/2012 Tanggal 03 Februari 2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena pajak. Dengan beralaskan meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif  Pengusaha Kena Pajak maka sejak sejak Februari s.d 31 Agustus 2012 dilakukanlah registrasi bagi PKP yang sudah terdaftar yaitu Melakukan Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan apabila tidak memenuhi kriteria tertentu dan berdasarkan verifikasi yang meliputi persyaratan subyektif dan objektif.

  1. Kriteria tertentu adalah PKP yang telah dipusatkan tempat terutangnya PPN ditempat lain, PKP yang pindah alamat ke wilayah kantor DJP lainnya.
  2. PKP dengan status tidak aktif (Non Efektif), PKP tidak menyampaikan SPM PPN untuk masa pajak Januari s.d Desember 2011.
  3. PKP yang menyampaikan SPM PPN yang PK dan PM-nya nihil untuk masa pajak  Januari s.d Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Ditjen Pajak ini. PKP pada masa Januari s.d Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan  Ditjen ini, yang pada  bagian periode tersebut tidak menyampaikan SPM PPN atau   menyampaikan SPM PPN yang PK dan PM nya Nihil.
  4. PKP yang tidak ditemukan pada waktu pelaksanaan SPN PKP yang tidak diyakini keberadaan/atau kegiatan usahanya.

Apakah registrasi ulang PKP ini berhasil? Dalam salah satu media diawal tahun 2013 Direktur Peraturan Perpajakan 1 Awan Nurmawan Nuh mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak telah mencabut sekitar 400.000,- Pengusaha Kena Pajak, dan Penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai dalam tahun 2012 mengalami pertumbuhan sekitar 21%.

II. Penjatahan Nomor Seri Faktur Pajak Oleh DJP

Tidak menunggu lama pasca registrasi ulang PKP, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan suatu peraturan baru berhubungan dengan Faktur Pajak yaitu PER-24/PJ./2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Adapun poin penting dari ketentuan ini diantaranya adalah :

  1. Aturan sebelumnya Otorisasi pemberian nomor seri, mengatur bahwa Nomor Urut FP ditentukan sendiri oleh PKP secara berurutan. Maka dengan ketentuan ini otorisasi pemberian nomor seri, mengatur bahwa Nomor Seri FP diberikan oleh DJP dengan mekanisme yang ditentukan oleh DJP.
  2. Jika sebelumnya syarat diberikan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa tidak ada syarat khusus, baik PKP ataupun non PKP dapat membuat nomor sendiri. Dalam ketentuan baru ini syarat diberikan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak diberikan kepada PKP yang telah diregistrasi ulang dan PKP baru yang telah diverifikasi dalam rangka pengukuhan PKP.
  3. Jika sebelumnya diatur dan digunakan istilah faktur cacat, maka dengan ketentuan yang baru ini lebih manusia dimana istilah “Faktur Pajak cacat“ diganti dengan “Faktur Pajak tidak lengkap” agar sinkron dengan ketentuan UU KUP.
  4. Jika sebelumnya urutan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa ada kewajiban membetulkan FP sehingga sequence number tetap terjaga dan Apabila tidak dibetulkan, PKP penerbit dikenai sanksi Ps 14 (4) UU KUP sementara PKP Pembeli tetap dapat mengkreditkan PM. Dalam ketentuan ini Nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh DJP dengan blok nomor urut, Penggunaan nomor yang tidak urut tidak dikenakan sanksi serta terdapat kewajiban pelaporan nomor yang tidak terpakai. 
  5. Jika sebelumnya terkait Penerbitan FP Pengganti, mengatur bahwa diwajibkan menggunakan Nomor Seri baru dan dilaporkan di 2 Masa Pajak SPT, yaitu di masa FP yang diganti dan di masa pembuatan FP pengganti. Namun dalam ketentuan yang baru Penerbitan FP Pengganti, mengatur bahwa tetap menggunakan Nomor Seri yang sama, Hanya dilaporkan di SPT FP yang diganti. 
  6. Jika dalam ketentuan sebelumnya tentang Pengkreditan FP, mengatur bahwa FP yang tidak diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya  dan yang  tidak mengikuti tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli. Namun, dalam ketentuan yang baru kesalahan pengisian keterangan FP di luar kuasa PKP Pembeli tetap dapat dikreditkan (nomor tidak urut, kode cabang dan penandatangan belum diberitahukan ke KPP).

III. Faktur Pajak Berbentuk Elektronik

Dengan motivasi yang sama yaitu mengantisipasi penyalahgunaan Faktur Pajak diantaranya; penerbitan Faktur Pajak oleh WP non PKP yang tidak berhak menerbitkan, faktur pajak fiktif, faktur pajak ganda, dan sebagainya. Dan dengan meneruskan apa yang sudah dicanangkan dalam rangka penertiban administrasi khususnya Pajak Pertambahan Nilai maka telah dicanangkan Penerapan e-faktur pajak dilakukan secara bertahap yaitu : a). Per 1 Juli  2014 untuk PKP tertentu, b). Per 1 Juli 2015 untuk PKP Jawa & Bali; dan c). Per 1 Juli 2016 untuk PKP Nasional. Adalah peraturan Direktur Jenderal Pajak yaitu PER-16/PJ/2014 yang mulai berlaku pada tanggal 01 Juli 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak. Adapun poin penting dari ketentuan ini diantaranya adalah :

  1. Jika dalam faktur pajak kertas format dan isinya  bebas tidak ditentukan dan dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24/PJ/2012, namun dalam e-tax incoice format dan isinya ditentukan oleh aplikasi/sistem yang ditentukan dan atau disediakan oleh DJP.
  2. Tanda tangan jika sebelumnya menggunakan tanda tangan basah diatas FP kertas namun dalam e-tax incoice tanda tangan elektronik berbentuk QR code.
  3. Jika dalam faktur pajak bentuk dan lembar diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur namun dalam e-tax invoice bentuk dan lembar tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas.
  4. Jika sebelumnya pelaporan dengan menggunakan aplikasi tersendiri, dalam e-tax invoice Menggunakan aplikasi yang sama dengan aplikasi pembuatan e-tax invoice.

Penutup

Sudah banyak hal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengamankan target penerimaan Pajak dalam hal ini untuk jenis pajak  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana diuraikan di atas. Di awal tulisan disinggung pula tentang Satuan Tugas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya  (FP Fiktif) Tahun 2015. Hal ini adalah manifestasi keseriusan Direktorat Jenderal Pajak demi mengamankan penerimaan tahun 2015 dan  menyongsong tahun 2016 bahwa kedepan DJP akan tegas terhadap Wajib Pajak yang melakukan penyimpangan. Untuk itu diharapkan para “Pembayar Pajak” (ke depan sebagai istilah pengganti dari Wajib Pajak) untuk memanfaatkan tahun 2015 ini. Karena tahun 2015 ini adalah merupakan tahun pembinaan wajib pajak, bagi pembayar pajak yang melakukan pembetulan maka DJP akan menghapuskan sanksi administrasi yang seharusnya ditanggung oleh pembayar pajak.

Artikel Terkait :