Barang MewahDalam satu obrolan dengan salah seorang pejabat tenaga pengkaji, pernah saya pertanyakan bisakah dan pernahkah Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengawasan dan penyandingan data pemilik barang-barang mewah? karena berdasarkan bukti pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas barang mewah seharusnya tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi pemilik barang mewah tersebut?

Saya tidak meneruskan diskusi tersebut karena kita sama-sama mengetahui dari media bahwa banyak pemilik kendaraan mewah justru memiliki surat-surat yang bodong. Maka dalam tulisan kali ini penulis mencoba mengangkat topik tentang penunjukan badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, dengan judul tulisan “Pemungutan PPh Atas Penjualan Barang mewah” tulisan ini diangkat berdasarkan pasal 22 ayat 1 huruf c UU PPh dikatakan Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Semoga tulisan ini memberi informasi yang bermanfaat .  

Dasar Hukum

  • Peraturan Menteri Keuangan nomor 253/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
  • Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 253/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-19/PJ/2015 tentang tata cara pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Barang Yang tergolong Mewah

Dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015 barang yang tergolong sangat mewah adalah :

  1. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
  2. Kapal pesiar, yacth, dan sejenisnya;
  3. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).
  4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi).
  5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpouse vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya; dengan harga jual lebih dari Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc; dan atau
  6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.

Pengertian harga jual adalah merupakan batasan harga jual sehubungan dengan pembelian barang yang tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual. Sebagai contoh :

  • Barang yang tergolong sangat mewah adalah harga dasar, yaitu harga tunai atau cash keras termasuk PPN dan PPnBM. (khusus angka 3 dan 4).
  • Barang yang tergolong sangat mewah selain angka 3 dan 4 adalah harga barang termasuk PPN dan PPnBM.

Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak pajak penghasilan pasal 22 wajib dilakukan oleh pemungut pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Besarnya Pajak Penghasilan yang dipungut adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Saat melakukan penjualan adalah :

  1. Barang yang tergolong sangat mewah khusus angka 3 dan 4 adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian pengikat jual beli antara pemungut pajak dengan pembeli.
  2. Barang yang tergolong sangat mewah selain angka 3 dan 4 adalah berdasarkan pembukuan pemungut pajak sesuai sistem akuntansi yang lazim dipakai secara taat asas.

Pajak penghasilan yang dipungut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan bagi wajib pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah (sebagai kredit pajak).

Pemungutan pajak penghasilan tidak diberlakukan atas pembelian barang yang tergolong sangat mewah apabila dilakukan oleh bukan subjek pajak dan tanpa Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh).

Dalam pasal 2B Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015 dipertegas bahwa atas penjualan kendaraan bermotor yang telah dipungut pajak penghasilan pasal 22 yang tergolong mewah tidak lagi dipungut pajak penghasilan pasal 22 (re-sale).

Pembebasan Pemungutan Pajak

Disebutkan bahwa Pemungutan pajak penghasilan tidak diberlakukan atas pembelian barang yang tergolong sangat mewah apabila dilakukan oleh bukan subjek pajak dan tanpa Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh). Siapakah yang termasuk bukan subjek pajak? Sesuai dengan pasal 3 UU PPh adalah :

  1. Kantor perwakilan negara asing;
  2. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  3. organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
  4. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Disebutkan juga bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan (melalui Surat Keterangan Bebas PPh) kepada Direktur Jenderal Pajak apabila :

  1. Mengalami kerugian fiskal
  2. Berhak melakukan kompesasi kerugian fiskal
  3. Pajak penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari pajak penghasilan yang akan terutang.
  4. Merupakan wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pekerjaan sebagai pegawai dan telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja dan atau
  5. Atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.

Surat Keterangan Bebas

Dalam pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-19/PJ/2015 disebutkan bahwa tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain. Terkait hal ini dapat dibaca dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Sekilas Tentang SKB Atas Pemotongan & Pemungutan “.

Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi (WP OP) yang penghasilannya semata-mata berasal dari pekerjaan sebagai pegawai dan telah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) oleh pemberi kerja, pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan dilampiri dengan :

  1. Fotokopi SPT Tahunan PPh OP sebelum tahun diajukannya permohonan yang telah disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar;
  2. Surat keterangan penghasilan bulan sebelum pengajuan permohonan dari pemberi kerja.

Loading…

Download Ketentuan di sini :