I. PENJELASAN UMUM

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD adalah bendahara pemerintah. Termasuk dalam pengertian bendahara pemerintah antara lain bendahara pengeluaran, pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.

Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengerti aspek-aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Bea Meterai. Secara umum, kewajiban perpajakan bagi bendahara pemerintah adalah:

A. Mendaftarkan Diri Menjadi Wajib Pajak

Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara dalam menjalankan kewajiban perpajakannya yaitu memotong/memungut, menyetor, dan melaporkan PPh dan/atau PPN.

1. Tempat pendaftaran

Bendahara pemerintah wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sesuai dengan tempat kedudukan unit kerja.

2. Tata cara pendaftaran

  • a. mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak bendahara yang tersedia di KPP dengan melampirkan fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara dan Kartu Tanda Penduduk bendahara tersebut;
  • b. KPP menerbitkan NPWP yang terdiri dari 15 digit dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap;

NPWP akan diterbitkan oleh KPP dengan nama bendahara unit/satuan kerja, misal Bendahara SD Negeri 1 Kalitinggar dengan NPWP 00.031.557.0-529.000.

B. Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh, PPN dan Bea Materai

Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai adalah pemotongan dan/ atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai.

1. Pemotongan PPh Pasal 21

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan/jasa/kegiatan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Pembayaran Penghasilan yang wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh bendahara pemerintah antara lain adalah pembayaran atas gaji, tunjangan, honorarium, upah, uang makan dan pembayaran lainnya (tidak termasuk pembayaran biaya perjalanan dinas), baik kepada pegawai maupun bukan pegawai.

Berikut skema pemotongan PPh Pasal 21 oleh bendahara adalah sebagai berikut:

Catatan: apabila penerima penghasilan adalah selain Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, pemotongan PPh Pasal 21 mengacu pada ketentuan umum pemotongan PPh Pasal 21.

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:

  1. Pasal 21 Undang-undang PPh;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012;
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013.

2. Pemungutan PPh Pasal 22

Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia barang. Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh:

a. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;

b. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);

c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut adalah:
1,5% x harga beli (tidak termasuk PPN)

 

Pemungutan PPh Pasal 22 atas belanja barang tidak dilakukan apabila:

  • pembelian barang dengan nilai maksimal pembelian Rp2.000.000,00 dengan tidak dipecah-pecah dalam beberapa faktur;
  • pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/ PDAM dan benda-benda pos; dan
  • pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

  1. Pasal 22 Undang-Undang PPh;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.11/2012;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013.

3. Pemotongan PPh Pasal 23

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atau PPh Pasal 23 adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh bendahara kepada pihak lain. Penghasilan yang dibayarkan tersebut antara lain:

a. sewa dan penghasilan (PPh) lain sehubungan dengan penggunaan harta, royalti, hadiah/penghargaan.

b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain.

Jasa lain yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 antara lain:

  1. Jasa penilai (appraisal);
  2. Jasa aktuaris;
  3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  4. Jasa perancang (design);
  5. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  6. Jasa penebangan hutan;
  7. Jasa pengolahan limbah;
  8. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services )
  9. Jasa perantara dan/atau keagenan;
  10. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
  11. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
  12. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  13. Jasa Perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  14. Jasa maklon;
  15. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
  16. Jasa pengepakan;
  17. Jasa penyediaan tempat dan/ atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
  18. Jasa pembasmian hama;
  19. Jasa kebersihan atau cleaning service;
  20. Jasa catering atau tata boga

Peraturan-peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:

  • Pasal 23 Undang-Undang PPh
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008

4. Pemotongan / Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2)

Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Penghasilan tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final adalah:

a. Persewaan tanah dan/atau bangunan

  1. objek PPh Final adalah sewa tanah dan/ atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.
  2. besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
  3. jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).

b. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

  1. objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
  2. besarnya PPh Final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  3. pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada:
    1. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
    2. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
    3. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan perwakilan negara asing).

Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dan c) diberikan tanpa melalui penerbitan SKB

c. Jasa konstruksi

  1. pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  2. perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  3. pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
  4. pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
  5. Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final Jasa Konstruksi:

Peraturan-peraturan terkait pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:

  1. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh;
  2. PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71 Tahun 2008;
  3. PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun 2002;
  4. PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun 2009;
  5. Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/ KMK.03/2002;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009;
  8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.

 

Sumber :

Buku Bendahara Mahir Pajak (Edisi Revisi) Buku II 2013, Diterbitkan oleh Tim Penyusun Direktorat Peraturan Perpajakan II 2013, Direktorat Jenderal Pajak (Halaman 1 s.d 10)

 

Artikel Terkait :