Baru-baru ini, salah seorang teman mengirimkan surat melalui Direktur Peraturan Perpajakan II terkait dengan pertukaran informasi dengan negara mitra P3B hal ini sehubungan dengan sengketa perpajakan tentang transaksi internasional dalam surat keberatan wajib pajak. Ada pendapat mengatakan bahwa dalam surat tersebut harus berimbang yaitu ada unsur pertanyaan/klarifikasi (untuk kepentingan Indonesia) serta ada juga informasi yang penting dan menguntungkan negara mitra tersebut, apakah harus demikian? Berkaitan hal tersebut adalah yang menjadi motivasi buat penulis agar kiranya kita mengetahui pertukaran informasi (Exchange Of Information atau disingkat  EoI) tersebut, dalam tulisan ini hanya sekilas artinya pembaca dapat memperluas dengan membaca secara tuntas sebagaimana ditulis dalam dasar hukum terkait EoI :).

Exchange Of Information (EoI) adalah suatu pertukaran informasi yaitu fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam P3B yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra P3B untuk upaya pencegahan tax avoidance, pengelakan pajak (tax evasion), dan penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak (tax treaty abuse) sehingga secara tujuan pertukaran informasi ini adalah :

  • Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dan pengelakan pajak,   Mengumpulkan informasi untuk menyelesaikan kasus treaty shopping (i.e. beneficial owner), transfer pricing, atau tindak pidana fiskal.
  • Untuk menguji kewajiban “self-assessment” yang dijalankan WPDN, terkait dengan penghasilan yang bersumber dari luar negeri. Menyediakan informasi untuk menguji pelaksansaan “worldwide income”.

Dasar Hukum

  • UU KUP
  • UU PPh
  • PP No. 74
  • PMK-17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
  • PER-67/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
  • OECD EoI Manual Guidance

Beberapa perkembangan tentang Exchange Of Information antara Indonesia dengan negara mitra P3B meliputi beberapa hal, yaitu?

  • Renegoisasi perjanjian untuk pasal 26 mengenai Exchange Of Information (EoI)
  • Pengembangan Tax Information Exchange Agreement (TIEA) dengan beberapa jurisdiksi diantaranya Jersey, Guernsey, Isle of Man, Bermuda, San Marino, Costa Rica, Cayman Islands, dan Bahama.
  • Telah dilakukannya penandatanganan Convention on Mutual Assistance in Tax Matters di Paris pada tahun 2011.

Bahkan, baru-baru ini di Jakarta dalam acara “6th Meeting of the Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes” kurang lebih dihadiri oleh 120 negara serta 80 anggota internasional yang concern membahas masalah tax evation, ini artinya menegaskan bahwa permasalahan ini bukan hanya dialami negara kita saja.

Klasifikasi Dan Prosedur EoI

Dalam pasal 26 yang membahas tentang EoI, ditegaskan ada 3 (tiga) cara dalam pertukaran informasi yaitu :

  1. EoI berdasarkan permintaan (on request)
  2. EoI dilakukasn secara spontan ( Spontaneous)
  3. EoI dilakukan secara otomatis atau rutin (Automatic)

Namun pada prakteknya beberapa negara masih mengandalkan pertukaran informasi berdasarkan permintaan (On Request) walaupun sebenarnya akan lebih menguntungkan jika dilakukan berdasarkan EoI secara otomatis.

Berdasarkan klasifikasinya maka pertukaran informasi dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu EoI Inbound (Menerima) dan EoI Outbound (Mengirim).

Dalam Pasal 3 PER-67/PJ/2009, dijelaskan tentang prosedur yang wajib dilakukan dalam melaksanakan permintaan pertukaran informasi kepada negara mitra P3B yaitu sebagai berikut :

  1. Unit DJP yang membutuhkan informasi dari Negara Mitra P3B mengirimkan surat permintaan untuk mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II.
  2. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari permintaan informasi tersebut dan dalam hal informasi yang diminta telah sesuai dan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan maka dipersiapkan konsep surat Permintaan Informasi kepada Negara Mitra P3B paling lambat      14 (empat belas hari) kerja semenjak surat permintaan diterima;
  3. Dalam hal Negara Mitra P3B mengirim jawaban atas Permintaan Informasi tersebut, Direktur Peraturan Perpajakan II akan meneruskan jawaban dari Negara Mitra P3B tersebut kepada Unit DJP yang        meminta informasi paling lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak jawaban diterima;
  4. Unit DJP wajib melaporkan hasil pemanfaatan informasi tersebut kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
  5. Direktur Peraturan Perpajakan II membuat surat berisi feedback atas informasi yang diterima dan mengirimnya kepada Negara Mitra P3B pengirim informasi.

Adapun informasi atau data-data yang wajib dicantumkan oleh unit DJP yang mengajukan permintaan informasi kepada negara mitra P3B adalah sebagai berikut:

  1. Identitas Wajib Pajak dalam negeri yang sedang diperiksa atau disidik, yaitu : nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat Wajib Pajak termasuk email atau alamat internet bila diketahui;
  2. Identitas Wajib Pajak atau entitas luar negeri yang dimintakan informasinya, yaitu nama Wajib Pajak, Tax Identification Number (TIN), dan alamat Wajib Pajak termasuk email atau alamat internet bila diketahui, nomor registrasi perusahaan bila diketahui, hubungan Wajib Pajak luar negeri tersebut dengan Wajib Pajak dalam negeri yang sedang diperiksa atau disidik, bagan atau diagram organisasi bila diketahui, atau dokumen lain yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat;
  3. Dalam hal informasi yang diminta menyangkut pembayaran atau transaksi melalui perantara, cantumkan nama, alamat, dan Tax Identification Number (TIN) perantara dimaksud termasuk nama bank, alamat bank, serta nomor rekening bank dalam hal informasi bank diperlukan;
  4. Latar belakang yang relevan termasuk tujuan dalam bidang perpajakan atas informasi yang diminta, alasan meminta informasi, hal-hal yang dicurigai, dan hal-hal yang mendasari pemohon meyakini bahwa informasi dimaksud dimiliki atau merupakan wewenang pihak dalam yuridis negara mitra yang  dimintakan informasi;
  5. Informasi yang diminta serta alasan diperlukannya informasi tersebut bagi unit instansi yang membutuhkan informasi;
  6. Jenis pajak yang dipertanyakan, periode pemeriksaan pajak dan periode pajak atas informasi yang diminta;
  7. Kesegeraan jawaban dengan menyebutkan alasan permintaan informasi ini perlu segera dijawab;
  8. Cantumkan tanggal kadaluarsa saat informasi tersebut tidak dapat lagi digunakan.

Kesimpulan

Bahwa Penelaah Keberatan melakukan permintaan informasi sebagaimana disebutkan di awal tulisan adalah sesuai dengan pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas yang mengatakan bahwa Pertukaran informasi dengan Negara Mitra P3B dapat dilakukan oleh setiap unit Direktorat Jenderal Pajak dalam hal :

  • sedang dilakukan penelitian, pemeriksaan, penyidikan, dan penelaahan atas permohonan keberatan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional;
  • adanya dugaan bahwa transaksi tersebut dilaksanakan untuk menghindari pengenaan pajakdi Indonesia atau hanya untuk memanfaatkan fasilitas P3B;

Dipertegas bahwa Setiap informasi dan data yang dipertukarkan wajib diperlakukan secara rahasia dan hanya diungkapkan kepada orang atau badan yang berwenang dan terkait sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan ketentuan dalam P3B terkait.