Dalam satu rapat terbatas di Malang medio Mei 2013 lalu Direktur Perpajakan mengatakan akan ada perubahan terhadap Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2007, konon salah satu motivasinya adalah merapikan pasal agar lebih elok dan rapi :),  walaupun sampai saat dituliskannya coretan ini belum ada tanda menuju kesana bahkan sang direktur itu kini sudah menduduki posisi yang berbeda.

Seperti kita ketahui bahwa UU KUP mengatur mengenai prosedur (tata cara) pemenuhan hak dan kewajiban serta sanksi-sanksi bagi yang melanggar kewajiban perpajakan dengan kata lain bahwa Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan adalah khusus mengatur ketentuan formal bagi jenis-jenis Undang-Undang perpajakan yang meliputi :

  1. Pajak Penghasilan, UU no 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan  UU Nomor 36 tahun 2008.
  2. PPN dan PPnBM, UU  no 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 42 tahun 2009
  3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Undang-undang nomor 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 12 Tahun 1994
  4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), UU nomor 21 tahun 2007 sebagaimana diubah terakhir dengan UU nomor 20 tahun 2000
  5. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), UU nomor 19 tahun 1997 sebagaimana diubah terakhir dengan UU nomor 19 tahun 2000
  6. Pajak-pajak lainnya yang mengacu kepada UU ini (UU No 28 tahun 2007)

Undang-undang sebagaimana disebutkan dalam poin-poin di atas adalah manifestasi dari bentuk dan tatacara perwujudan dari pelaksanaan Hukum Materil yang nyata dan dapat diterapkan.  Karena pentingnya Undang-undang ini maka perlu kiranya saya menuliskan kembali dengan judul “Sekilas Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan“, yang kesemua diringkas dari pasal demi pasal dari Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2007  dan beberapa ketentuan yang didasarkan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan dalam UU KUP.

Wajib Pajak Dan Pengusaha Kena Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pendaftaran wajib pajak dilakukan paling lambat 1 (bulan) setelah saat usaha mulai dijalankan atau paling lambat pada akhir bulan berikutnya  apabila penghasilan sampai dengan suatu bulan yg disetahunkan telah  melebihi PTKP. Pendaftaran dapat dilakukan  dengan kesadaran diri untuk memperoleh NPWP atau pendaftaran dilakukan melalui pemberi kerja atau dapat juga dilakukan secara jabatan oleh fiskus.

Bagaimana jika wajib pajak ingin melakukan penghapusan NPWP? Penghapusan NPWP dapat dilakukan dengan memenuhi alasan-alasan sebagai berikut :

  • Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP/ ahli warisnya dalam hal tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
  • Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha
  • WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia
  • Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan / atau objektif

Adapun jangka waktu penyelesaian penghapusan NPWP adalah berdasarkan pemeriksaan pajak dimana untuk Orang Pribadi (OP) adalah 6 (enam) bulan dan bagi wajib pajak Badan  adlah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima lengkap.

Nomor Pokok Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dan diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

Pelaporan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan sebelum penyerahan BKP/JKP paling lama akhir bulan berikut setelah s/d suatu masa dalam tahun buku nilai peredaran usaha melebihi batasan Pengusaha Kecil.

Bagi wajib pajak yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak  dapat meminta untuk dilakukan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :

  • Secara Jabatan
  • Permohonan wajib pajak, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan yang dapat diselesaikan dalam waktu 6 (enam) bulan setelah permohonan diterima lengkap.

Fungsi NPWP dan NPPKP adalah sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan; dan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (juga untuk mendapatkan pelayanan dari Instansi tertentu).

Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu

Wajib Pajak  dengan kriteria tertentu antara lain wajib pajak usaha  kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu. Bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu ini dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa hal ini sebagaimana diatur dalam PMK-182/PMK.03/2007 tentang tata cara pelaporan SPT bagi WP dengan kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa masa pajak dalam satu surat SPT Masa.

Wajib pajak di daerah tertentu adalah Wajib pajak yang tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Sementara wajib pajak usaha kecil adalah wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan wajib pajak badan dengan kriteria sebagai berikut :

  1. Orang pribadi dalam negeri, menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  2. Badan, modal Wajib Pajak 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp 900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah).

SPT Masa PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir,  dan atas SPT Masa selain PPh Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktunya.

Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah  surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan Penghitungan dan atau Pembayaran Pajak, Objek Pajak dan atau bukan Objek Pajak, dan atau Harta dan Kewajiban untuk suatu masa pajak atau untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Kita sering mendengar istilah Masa Pajak dan Tahun Pajak, sesuai dengan pasal 1 angka 7 dan 8 serta pasal 2a diperoleh pengertian sebagai berikut :

  • Masa Pajak, adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi WP untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Sama dengan 1 bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan PMK paling lama 3 bulan kalender.
  • Tahun Pajak, jangka waktu 1  tahun kalender kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Fungsi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) adalah sebagai sarana untuk melaporkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak  yang sebenarnya terutang
  2. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yg telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan   pihak lain dalam suatu Tahun Pajak atau   Bagian Tahun Pajak ;
  3. Penghasilan yang merupakan Objek dan bukan Objek Pajak ;
  4. Melaporkan harta dan kewajiban
  5. Melaporkan pembayaran dari pemotong / pemungut  tentang pemotongan atau pemungutan dalam satu Masa Pajak.

Fungsi Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) adalah sebagai sarana untuk melaporkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN/PPn BM yang sebenarnya terutang, dan
  2. Melaporkan pengkreditan PM terhadap PK;
  3. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yg telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan  atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak;
  4. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau  dipungut  dan disetorkan (bagi pemotong atau pemungut).

Terkait penandatangan Surat Pemberitahuan baik itu SPT Masa maupun SPT Tahunan adalah  dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK Nomor 152/PMK.03/2009 tentang perubahan PMK nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta tata cara pengambilan pengisian, penandatangan dan penyampaian SPT). Atas SPT yang disampaikan wajib ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak.

Kewajiban pemenuhan SPT dilakukan oleh wajib pajak dengan cara mengambil sendiri, mengisi, menandatangani,  dan menyampaikan SPT ke KPP tempat wajib pajak terdaftar dengan batas waktu penyampaian untuk SPT Masa paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak dan untuk SPT Tahunan paling lambat 3 bulan (OP) atau 4 bulan (Badan) setelah akhir  tahun pajak. Perlu dipahami bahwa SPT yang disampaikan tetapi tidak atau sepenuhnyamemenuhi ketentuan (Tidak Lengkap), maka SPT dianggap tidak disampaikan.

Pengisian Surat Pemberitahuan harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Adapun pengertian benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, lengkap artinya memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan, dan jelas artinya melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

SPT Tidak lengkap adalah SPT tidak memenuhi ketentuan dan atas SPT jenis ini maka SPT dianggap tidak disampaikan yaitu apabila :

  • Tidak ditandatangani
  • Tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan
  • SPT LB disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis.
  • SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan SKP

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-183/PMK.03/2007 tentang  wajib pajak  PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT PPh), yaitu bagi wajib pajak :

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984; (SPT Masa PPh 25 maupun SPT Tahunan)
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. (SPT Masa PPh 25).

 

Bersambung…