Kesempatan besar untuk menolong orang lain amat lah langka, tetapi kesempatan kecil-kecil selalu ada di sekitar kita setiap hari. (Sally Koch).

 

Ketika anak lelaki saya masih sangat remaja, bersama dengan seorang temannya dia naik bus melintasi kota untuk membeli as roda untuk papan luncur. Masing-masing hanya mempunyai uang $20. Setibanya di kota, ternyata uang mereka tidak cukup untuk membayar ongkos bus dan pajak penjualan. Kekurangan $3,75.

Sebuah cabang bank kami ada di dekat situ, jadi mereka masuk ke bank itu untuk meminjam uang. Kasir mengatakan bahwa kedua anak itu tidak bisa meminjam uang, tetapi dapat memperoleh uang tunai dengan menggunakan kartu kredit orang tua mereka. Jadi, mereka pun menelepon kerumah, tetapi tidak ada yang mengangkat. Mereka kembali lagi menemui si kasir untuk menjajaki barangkali ada cara lain  untuk mendapatkan uang yang mereka perlukan itu. Si kasir mengajak mereka menemui wakil direktur bank. Si wakil direktur itu bertanya apa jaminannya kalau bank bersedia meminjamkan uang. Mereka menjawab,”Kami pramuka dan murid sekolah yang baik dan sangat dapat dipercaya.” Si wakil direktur berkata bahwa karena anak saya dan temannya itu tidak punya agunan, mereka harus mau menandatangani surat pernyataan berutang. Mereka setuju dan si wakil direktur pun memberi mereka pinjaman uang yang diperlukan untuk menuntaskan maksud mereka datang ke kota itu.

Belakangan kami ketahui bahwa pria hebat itu meminjami anak kami uang dari dompetnya sendiri (Suami saya meneleponnya keesokan harinya untuk mencoba mendapatkan kredit perumahan dengan cara yang sama!). Ketika mengobrol dengannya, kami ketahui bahwa dia sering memberikan pinjaman dengan cara seperti itu, termasuk pinjaman yang besar kepada seorang istri angkatan laut yang terlambat menerima perbekalan dari kantor suaminya. Katanya, seluruh piutangnya hampir 100% dikembalikan para peminjam, dan bahwa kesempatan untuk menolong oarng lain dengan cara tersebut adalah salah satu bagian pekerjaannya yang paling memuaskan hatinya.

Anak saya dan temannya itu naik bus keesokan paginya. Mereka melunasi utang mereka dan menerima kembali surat pernyataan utang mereka yang ditandatangani oleh wakil direktur itu.

Sungguh ini cara terbaik mengelola bank. (Sharron Borjesson)

Diambil dari buku   Chiken Soup For The Soul Of Work