Di akhir abad 19 ada seorang anak orang kaya dan anak seorang miskin yang hidup di daerah yang sama. Sang anak orang kaya itu selalu mengenakan pakaian-pakaian bagus dan mahal, tinggal di rumah yang sangat bagusdan memiliki banyak makanan yang sangat bergizi. Sedangkan si anak miskin itu selalu mengenakan pakaian sederhana, di rumah yang sangat sederhana dan kadang-kadang tidak memiliki makanan yang cukup.
Suatu hari kedua anak itu bermain bersama dan terjadi perkelahian yang kemudian dimenangkan oleh anak yang kaya. Si anak itu miskin bangkit dan membersihkan debu dari tubuh dan pakaiannya, dan berkata “kalau saya bisa makan seperti makanan yang kamu makan, saya juga pasti bisa menang.” Lalu kemudian anak miskin itu pergi meninggalkan anak kaya itu. Anak kaya itu terdiam dan terkejut dengan apa yang ia dengar, hatinya tertusuk karena dia tahu apa yang dikatakan anak itu ada benarnya.
Anak orang kaya itu tidak pernah melupakan pengalaman hari itu, dan sejak hari itu ia mengubah sikap dan gaya hidupnya, ia menolak semua pencitraan anak emas oleh karena ia anak orang kaya. Dia dengan sengaja mencoba merasakan penderitaan orang miskin. Keluarganya sering merasa malu dengan apa yang ia pakai, tapi anak itu tidak pernah merasa malu dengan apa yang dia pakai. Anak itu tidak pernah lagi membanggakan kekayaan orangtuanya atau menggunakan kekayaannya walau pun keluarganya sering memaksanyan untuk menggunakannya.
Sejarah tidak mencatat nama anak miskin yang bertengkar dengan anak orang kaya ini, namun sejarah mencatat nama, karya dan keputusan anak orang kaya yang punya belas kasihan pada orang miskin ini. Sejarah mencatat namanya, Albert Schweitzer yang lahir di Jerman, 14 Januari 1875 dan meninggal 4 September 1965. Ketika ia telah mencapai gelar tertinggi di beberapa bidang sekaligus, menjadi seorang ahli fisika, filsuf, teolog dan dokter kelas dunia. Komitmennya adalah untuk memperhatikan dan mengasihi orang miskin dan hal itu tidak terbendung. Justru ketika ia telah mencapai puncak aktualisasi dirinya, Albert Schweitzer memutuskan untuk melayani orang-orang miskin di Afrika sebagai pendeta dan dokter misionaris.
Tidak banyak orang yang seperti Schweitzer dan yang berdampak bagi dunia. Ia bukan hanya dikagumi di Afrika, namun ia telah menjadi contoh bagaimana seorang pribadi dalam kualitas maksimalnya mendedikasikan dirinya bagi kesejahteraan orang banyak. Tidak banyak orang yang mencapai kepuasan hidup, karena kebanyakan orang berusaha mensejahterakan dirinya sendiri. Schweitzer mendapatkan kepuasan hidup melalui mensejahterakan orang lain. Suatu penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang fokusnya pada diri sendiri, tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang besar dan tidak akan bahagia.
Jika Kita ingin menghasilkan sesuatu yang besar dan ingin menjadi seorang yang berbahagia, dedikasikanlah hidup kita untuk kepentingan banyak orang.
Sumber : https://inspirasijiwa.com/bantulah-orang-lain-maka-anda-bahagia/