Sepuluh Hukum berbeda dari hukum negara mana pun di sepanjang zaman, karena hukum dunia adalah produk dari pikiran manusia yang dicipta, terbatas, dan tercemar oleh dosa. Tiga unsur ini menyebabkan hukum negara tidak mungkin netral. Friedrich Nietzsche mengatakan bahwa hanya ada dua dasar hukum: 1) hukum yang ditetapkan oleh orang kuat untuk mengekang orang lemah, yang menyebabkan adanya diktator yang berbuat sewenang-wenang dan 2) hukum yang ditetapkan oleh orang lemah untuk mengekang orang kuat.

Dalam wawancara dengan Reuters, saya mengungkapkan dua hal yang membuat Inggris dari negara kecil bisa menjadi negara besar: 1) Magna Charta, hukum dunia pertama yang mendeklarasikan raja harus tunduk pada hukum, sehingga tidak ada yang kebal hukum. Seorang profesor Post-Doctorate Study di Beijing berkata, “Yang Cina butuhkan adalah Allah, yang melampaui semua otoritas mutlak pemerintah, karena sejak the first emperor, Qin Shi Huangdi, sampai Mao Zedong, pemerintah memegang kekuasaan mutlak, rakyat dijadikan korban. Meski saya bukan Kristen, tetapi saya tahu bahwa solusi untuk masa depan Cina hanya satu, yaitu Tuhan yang adil dan berkuasa atas segalanya.” Ini adalah diagnosa yang sangat jeli, jujur, dan sekaligus menawarkan solusi yang tepat bagi negara besar ini. Penguasa yang tidak mengenal Tuhan selalu merasa dirinya adalah Tuhan, lalu menyengsarakan rakyat. Hal seperti ini tidak ada di dalam Alkitab. Alkitab menyatakan bahwa Yesus, Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala tuhan, Nabi di atas segala nabi, Imam di atas segala imam, ketika datang ke dunia, justru lahir di palungan, disalibkan, dan dikuburkan di kuburan pinjaman, bahkan hanya satu kali masuk ke Yerusalem dengan menunggang keledai, bukan kuda. Ini memberikan teladan terbaik bagi penguasa dalam menjalankan pemerintahan yang adil. 2) Semangat toleransi. Jika penguasa tidak memberikan toleransi kepada rakyat, ketidakadilan akan terus terjadi. Negara yang mayoritas Islam menindas orang Kristen yang minoritas. Begitu juga di Abad Pertengahan, Kristen yang mayoritas menindas orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Itu sebabnya kita harus memiliki pengertian adil yang melampaui konsep adil yang ada di dalam rasio yang dicipta, yang terbatas, dan tercemar dosa ini. Kita harus kembali kepada konsep keadilan dari takhta Allah.

Sepuluh Hukum sangat penting. Sekalipun ini tertulis di dalam Perjanjian Lama, tetapi esensinya berlaku secara kekal. Paulus dalam Roma 7 menyatakan bahwa melalui Hukum Taurat kita mengenal kebajikan Allah, kesucian Allah, dan kebenaran Allah. Ini tiga unsur yang harus ada di dalam hukum mana pun di dunia. Tetapi faktanya, hanya Tuhan Yesus seorang yang sanggup mewujudkannya. Misi kedatangan-Nya bukan untuk meniadakan Hukum Taurat, tetapi menggenapinya.

Sepuluh Hukum memiliki makna yang lebih dari sekadar makna harfiah. Inti dari hukum kesepuluh adalah jangan serakah, jangan menginginkan sesuatu yang bukan milikmu. Ini adalah dasar dari hak milik, suatu landasan dari hak asasi manusia di sepanjang zaman yang melindungi kepemilikan pribadi. Komunisme menganut paham kepemilikan bersama. Engkau boleh memakai barangku dan aku juga boleh memakai barangmu. Niat awalnya adalah ingin menciptakan keadilan sosial, tetapi saat diterapkan malah menjadi malapetaka besar bagi masyarakat. Misalnya, dalam filsafat Plato kepemilikan bersama bukan hanya pada harta, tetapi juga istri. Tentu ini konsep moral yang rusak. Alasannya adalah bangsa akan menjadi kuat kalau memerhatikan eugenic (keturunan atau bibit unggul). Caranya adalah pria pintar harus menikah dengan wanita pintar untuk menghasilkan anak pintar. Maka kalau pria pintar hanya dimiliki oleh seorang istri, tentu akan merugikan bangsa. Juga kalau istri pintar hanya dimiliki seorang suami tentu sayang. Jadi bukan hanya harta yang menjadi milik bersama, tapi termasuk juga istri.

Kepemilikan bersama sepertinya juga diajarkan di Alkitab, yang menjadi ciri jemaat mula-mula. Mereka melakukan itu karena berasumsi bahwa Tuhan Yesus akan segera datang kembali, tetapi setelah satu generasi, mereka melihat bahwa sistem itu membuat orang malas akan menjadi semakin malas dan lari dari kewajiban untuk bekerja. Maka, Paulus mengajarkan bahwa barang siapa yang tidak bekerja, dia tidak usah makan. Artinya, orang malas tidak berhak untuk ikut menikmati hasil jerih lelah orang lain. Beberapa organisasi misi pernah menjalankan pole system yaitu semua persembahan disatukan dan dibagi rata. Akibatnya mereka yang malas dan yang kerja keras mendapatkan honor yang sama. Cara seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Tuhan tidak menciptakan manusia sama rata. Ada yang lebih pandai, ada yang kurang pandai; ada yang lebih sehat, ada yang kurang sehat. Jadi pernyataan “men are created equal (semua manusia dicipta sama)” bukanlah ajaran Alkitab, melainkan ajaran deisme yang sangat berpengaruh dalam proses kemerdekaan Amerika Serikat. Plato mengatakan bahwa setiap orang bekerja menurut talenta yang ia miliki. Itu berarti, Plato mengakui manusia tidak dicipta sama rata dalam hal talenta, penampilan, kemampuan, dan lain-lain.

Jadi, bagaimana kita mengerti keadilan di dalam Alkitab? Yesus berkata, “Barang siapa diberi banyak, ia dituntut banyak; barang siapa diberi sedikit, dituntut sedikit.” Konsep keadilan yang paling tepat dan sempurna bukanlah pada talenta yang dia miliki, tetapi pada tanggung jawabnya kepada Tuhan akan bagaimana ia menggunakan semua talenta itu.

Setelah mengajar filsafat selama 30 tahun lebih dan membandingkan banyak pemikiran manusia yang dicipta, terbatas, dan tercemar, dengan prinsip firman Tuhan yang sempurna, saya menemukan perbedaan kualitatif yang besar, bukan sekadar perbedaan kuantitatif. Syukur kepada Tuhan karena konsep adil di dalam Alkitab adalah prinsip keadilan yang dinamis (the dynamic principle of justice), bukan statis. Berapa yang kita terima, harus kita pertanggungjawabkan kepada Allah bagaimana kita menggunakannya. Di dunia ada orang lebih kaya atau lebih miskin. Bukan berdosa kalau seseorang menjadi lebih kaya. Tetapi orang kaya harus meneliti bagaimana ia mendapatkan kekayaannya, dan bagaimana ia mengunakan kekayaan tersebut. Inilah tanggung jawabnya. Kalau ia mendapatkannya dengan jujur, bekerja keras, ia berhak mendapatkan perlindungan atas miliknya dan tidak ada orang lain yang berhak merampasnya. Inilah dasar pemikiran hukum kesepuluh.

Hak kepemilikan pribadi diterapkan oleh negara yang beradab. Seseorang memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya, hak bekerja dan mendapat untung yang wajar lewat jalur dan prinsip yang benar dengan memakai cara yang benar, dan hak memakai hartanya, termasuk mendapatkan perlindungan hukum atas hartanya. Itulah sebabnya hukum kesepuluh dijadikan dasar Deklarasi PBB dalam hal kepemilikan pribadi. Janganlah kita memandang bahwa Alkitab adalah kitab kuno yang sudah tidak laku, berisi omong kosong, karena prinsip Alkitab yang paling dasar dan paling penting melestarikan manusia.

Hukum kesepuluh mengajarkan kita bahwa adalah legal untuk memiliki kekayaan dan keluarga. Ini bertolak belakang dengan ajaran komunisme yang tidak memiliki dasar. Saat komunisme datang, orang kaya lari; saat kapitalisme datang, orang miskin menderita. Tidak ada sistem dunia yang sempurna, karena sistem dunia adalah produk pikiran manusia berdosa. Untuk itu kita perlu berpaling kepada firman Tuhan, melihat cara Allah menangani, mengontrol, membina manusia di dalam mengatur masyarakat, karena Allah adalah satu-satunya Pencipta semua manusia. Alkitab tidak mengajarkan kita untuk kompromi dengan orang kaya ataupun membela orang miskin. Keduanya harus sama-sama patuh kepada firman Tuhan. Di sini pengertian “men are created equal” berarti manusia sama rata dan harus tunduk kepada firman Tuhan. Maka prinsip keadilan dalam tanggung jawab jauh lebih penting dari pengertian akan keadilan dalam banyaknya talenta yang diberikan. Manusia mencoba membangun konsep keadilan, akhirnya tidak seperti Alkitab karena manusia berdosa.

Plato mengatakan, “Orang yang mengetahui apa itu besar, apa itu kecil, mengerti hubungan antara yang kecil dan yang kecil, yang besar dengan yang besar, yang kecil dengan yang besar, adalah orang bijak. Aku bersedia mengikuti dia seumur hidupku.” Plato berguru pada Socrates sejak usia 20 tahun. Ia meninggalkan gurunya di usia 28 tahun, ketika gurunya dihukum mati karena menegakkan kebenaran. Ia berkata, “Aku tidak memperkenankan demokrasi membunuh genius kedua, yaitu diriku.” Maka ia pergi meninggalkan Athena, mengembara 13 tahun ke India, Arab, Mesir, dan Yudea, baru kembali ke Athena mendirikan Academia. Sekolahnya memiliki banyak murid, tetapi hanya memiliki satu otak, yaitu Aristoteles. Maka eugenic sangat penting bagi Plato. Namun, bagaimana pandainya Socrates, Plato, dan Aristoteles, mereka tetap memiliki kelemahan, sehingga filsafat mereka tidak dapat disejajarkan dengan Kitab Suci.

Hukum kesepuluh telah dipakai oleh PBB sebagai dasar melindungi hak kepemilikan pribadi. Sungguh ironis jika baru sekitar beberapa tahun ini komunisme di Cina membahas tentang hak kepemilikan pribadi. Mereka tertinggal 3.500 tahun dari Musa. Namun, pembahasan di Cina ternyata bermotivasi agar kekayaan hasil korupsi yang mereka dapat jangan disita. Ini bukanlah motivasi yang suci dan adil. Kita perlu minta kebijaksanaan Tuhan untuk jeli melihat rasio orang berdosa, sadar bahwa setiap orang membutuhkan keselamatan, harus bertobat, dan kembali kepada Tuhan. Setiap kita tidak akan lolos dari takhta penghakiman Allah.

Hukum kesepuluh berbicara tentang hak kepemilikan harta pribadi, tetapi juga bagaimana mengelola harta tersebut. Di negara yang diwarnai oleh kekristenan, ada dermawan-dermawan besar, seperti Bill Gates dan Warren Buffet, yang rela menyerahkan uang puluhan miliar dolar untuk orang miskin. Ketika terjadi tsunami di Aceh, orang-orang kaya di sana tidak memberikan bantuan. Pada saat itu Raja Arab sedang berlibur dengan keluarganya di laut Mediterania, menghabiskan puluhan juta dolar, dan hanya memberi sumbangan tiga juta dolar. Sebaliknya, dukungan sumbangan besar datang justru dari orang Kristen, orang Buddha, dan bukan dari orang Islam, ini karena iman Kristen menghasilkan orang-orang yang bisa lebih memerhatikan keadilan sosial secara meluas.

Bersyukurlah untuk harta yang engkau miliki, dan jangan menggunakannya untuk kepentingan sendiri. Ingatlah ada orang lain yang membutuhkan. Dalam kitab Amsal dikatakan, “Jika engkau diberi kelebihan, ingatlah orang lain yang seharusnya layak untuk diberi.” Tetapi siapakah yang layak diberi? Bukan orang yang tidak mau bekerja dan terus merasa diri perlu dibantu. Orang yang harus dibantu justru adalah orang-orang yang sudah bekerja keras, tetapi masih belum sanggup untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya, dan bahkan tidak pernah minta dibantu. Di dunia ini ada orang-orang yang meskipun hidupnya tidak cukup, tetap berusaha mengenakan pakaian bersih dan rapi; tetapi ada juga orang yang sudah kaya, tetapi mendandani diri seperti orang miskin, berpakaian compang-camping dan minta sedekah, supaya orang berbelaskasihan. Rektor saya mengatakan, “Jangan berpakaian lusuh sehingga memberi kesan miskin dan membutuhkan bantuan.” Bantulah orang yang sudah bekerja keras, tetapi masih berkekurangan, dan tidak pernah mau membuka mulut untuk meminta sedekah. Kita harus hemat, tetapi berani memberi. Saya tidak pernah beli tiket pesawat kelas bisnis, tidak pernah masuk restoran mahal dengan inisiatif sendiri, kecuali diundang orang, hanya beberapa kali setahun. Kalau pergi saya pilih makanan di tempat sederhana. Kalau ada uang lebih saya pakai untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan.

Kita boleh memiliki harta, tetapi tidak boleh mengingini harta orang lain. Itulah hukum kesepuluh. Antara milikmu dan milik orang lain ada garis pemisah yang tidak boleh dilanggar. Hukum kesepuluh mengajarkan kepada kita untuk mensyukuri apa yang Tuhan berikan, merasa puas atas milik kita. Ada orang mengatakan, “Ketika miskin bertanya, ‘Adakah yang akan kita makan?’ Setelah lebih kaya bertanya, ‘Kita makan apa hari ini?’ Lalu ketika semakin kaya, ‘Kita makan di mana?’ Dan ketika kaya raya bertanya, ‘Siapa yang akan kita makan?’” Orang suka memangsa perusahaan orang lain, juga menggaet pegawai orang dengan iming-iming honor yang berlipat ganda. Ini pelanggaran hukum kesepuluh. Mungkin engkau berkata, “Kalau tidak pakai cara seperti itu mana mungkin bisa maju?” Saya tegaskan kepada Saudara bahwa saya bersih. Saya tidak pernah menarik pendeta gereja lain atau dosen theologi lain untuk bergabung dalam gerakan ini dengan iming-iming honor besar. Perjuangan Gerakan Reformed Injili memang tidak mudah. Setiap langkah dikerjakan dengan bersama-sama berlutut, berdoa, dan berjuang. Orang yang merebut milik orang lain dengan cara yang licik, melanggar hukum kesepuluh. Tuhan pasti akan menuntut balas keadilan-Nya kepada orang-orang demikian.

Sepuluh Hukum melestarikan masyarakat, memberikan rasa aman dan sejahtera kepada umat manusia. Sepuluh Hukum dimulai dengan garis vertikal, baru kemudian garis horizontal; mulai dari takut akan Tuhan terlebih dahulu, baru mengasihi sesama. Dengan demikian, barulah kita bisa menjadi anak Tuhan yang baik, sampai Kristus datang kembali. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber :https://www.buletinpillar.org/transkrip/sepuluh-hukum-hukum-kesepuluh-bagian-2#hal-3

Ringkasan Khotbah Terkait Sebelumnya :
Hukum pertama hingga keempat berbicara tentang hukum vertikal, menyatakan relasi antara Pencipta dan ciptaan.
Hukum 1 : Akulah Allah satu-satunya jangan ada ilah lain di hadapan-Ku
Hukum 2 : Jangan Menyembah Berhala
Hukum 3 : Jangan Menyebut Nama Tuhan Dengan Sembarangan
Hukum 4 : Kuduskan Hari Sabat
Hukum kelima mulai membahas relasi antara manusia dengan manusia yang Ia cipta.
Hukum 5 : Hormati Orang Tuamu
Hukum 6 : Jangan Membunuh
Hukum 7 : Jangan Berzinah
Hukum 8 : Jangan Mencuri
Hukum 9 : Jangan Mengucapkan Saksi Dusta
Hukum 10 : Jangan menginginkan milik orang lain