“Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: “Ini Aku, ini Aku!” kepada bangsa yang tidak memanggil nama-Ku. Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak, yang menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri; suku bangsa yang menyakitkan hati-Ku senantiasa di depan mata-Ku, dengan mempersembahkan korban di taman-taman dewa dan membakar korban di atas batu bata;”  (Yesaya 65:1-3)

 “Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.  Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.” (Hosea 6:1-3)

Iman berarti suatu pengarahan rohani kepada Tuhan kembali. Tuhan berkata melalui nabi Yesaya, “Di sini Aku! Di sini Aku! Kembalilah kepada-Ku.”  Bagi mereka yang tidak mencari Allah, diberikan kesempatan. Bagi mereka yang tidak memanggil Tuhan, Tuhan memperkenalkan diri. Ini adalah satu berita penting dari zaman ke zaman. Tuhan berteriak supaya manusia kembali kepada-Nya.

Saya akan berbicara tentang iman kepercayaan dari sudut kerohanian dan dari sudut praktek orang Kristen dalam enam aspek. Iman kepercayaan tidak mungkin lepas dari firman dan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan!

Orang Kristen disebut sebagai orang beriman. Orang Kristen disebut sebagai orang percaya. Di sini kita melihat ada perbedaan antara agama Kristen dengan semua agama yang lain. Agama-agama yang lain adalah agama yang Antroposentris. Agama Kristen adalah agama Teosentris. Agama yang Antroposentris adalah agama yang dimulai dari inisiatif manusia, dengan mempergunakan suatu sifat yang diturunkan oleh Tuhan pada waktu menciptakan manusia yaitu sifat Agama, demi mengutarakan aspek kerohanian dan nilai-nilai rohani yang tidak kelihatan itu. Itulah sebabnya semua agama berusaha untuk menyatakan bahwa mereka yang mencari Tuhan, mereka yang berbuat baik, mereka yang memupuk jasa, mereka yang berubah, mereka yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai pengertian-pengertian tentang Tuhan melalui meditasi yang tinggi dan akibatnya diperkenan oleh allah mereka. Di sini manusia menjadi pusat, menjadi titik tolak, menjadi inisiator, menjadi sumber kegiatan keagamaan.

Inilah yang ditolak dalam seluruh Alkitab, karena Alkitab tidak mengakui manusia sebagai inisiator. Alkitab mengatakan tidak mungkin manusia kembali kepada Tuhan dengan jasa dan kekuatan sendiri. Itu sebab Alkitab menawarkan semacam pengertian agama yang disebut sebagai Teosentris. Apakah arti Teosentris? Teosentris berarti Tuhan yang memulai, Tuhan yang menjadi pusat, Tuhan inisiator, Tuhan original, Tuhan yang memberi anugerah, Tuhan yang mencari manusia.

Di dalam agama-agama lain, manusia mengira dia yang mencari Tuhan, dia yang memutar-balikkan hati Tuhan, dia yang berdoa dan menggerakkan Tuhan untuk melakukan sesuatu. Alkitab mengatakan, itu tidak benar! Jika Tuhan tidak mau mencipta, engkau tidak akan ada. Jika Tuhan tidak mengirim Kristus, jasa agamamu nihil! Jika Tuhan tidak mengirim Roh Kudus, engkau tidak mungkin bertobat. Jika Yesus tidak mau datang ke dalam dunia, tidak ada orang yang bisa diselamatkan. Jadi ini adalah theocentric religion, theocentric church, theocentric theology, theocentric understanding of the will of God. Tuhan Allah berinisiatif memberikan firman, wahyu kebenaran, sehingga kita dapat mengenal kehendak-Nya, dipupuk dan dipertumbuhkan di dalam iman kepercayaan yang sejati.

Jadi inilah perbedaan titik tolak apakah Allah menjadi inisiator ataukah manusia yang menjadi inisiator. Kalau manusia dianggap sebagai inisiator, maka di dalam agama-agama yang lain mereka menitik-beratkan pada perbuatan manusia. Sebaliknya, karena bukan manusia yang menjadi inisiator, maka di dalam agama Kristen yang dititik-beratkan adalah iman kepercayaan. Jadi bukan melalui perbuatannya manusia memperkenan Tuhan. Sudah pasti orang yang memperkenan Tuhan harus berbuat baik, tetapi perbuatan baik yang memperkenankan Tuhan tidak bisa mengganti keselamatan. Itulah ajaran di dalam Alkitab.

Kalau demikian, bagaimanakah kita menjadi orang Kristen? Jika bukan melalui perbuatan, lalu melalui apa? Melalui iman kepercayaan! Di dalam kerajaan Allah, di dalam sejarah keselamatan, semua tokoh-tokoh rohani adalah tokoh-tokoh yang beriman kuat kepada Tuhan. Orang yang beriman kuat mempunyai kekayaan rohani yang kekal. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai iman yang kaya, tidak mempunyai iman yang kuat, ia pasti miskin rohani yang luar biasa.

Apakah yang menjadi suatu ukuran orang itu beriman atau tidak? Bila sewaktu kesulitan datang, engkau langsung takut dan ingin lari, itu berarti kecemasanmu lebih banyak dari iman kepercayaanmu. Jadi banyaknya kecemasan, kekuatiran, ketakutan, kegelisahan, ini semua menandakan imanmu sedang bermasalah. Ada banyak orang Kristen sejak permulaan menjadi orang Kristen, walau sudah dibaptis, walau sudah ikut katekisasi, belum pernah memupuk iman, tetapi hanya mendengar khotbah. Meski pengetahuan terus bertambah, tapi iman kepercayaan belum pernah bertumbuh.

Di mana iman berada, di sana kecemasan hilang. Di mana iman berada, di sana ketakutan berkurang. Di mana iman berada, di sana kegelisahan kurang. Di mana iman berada, di sana sungut-sungut kurang. Sebaliknya, jika kecemasan, ketakutan, kegelisahan, terus bertambah, itu membuktikan imanmu belum beres di hadapan Tuhan.

Iman kepada Tuhan Allah, iman kepada Yesus Kristus, iman kepada kitab suci, iman untuk menerima keselamatan,itu adalah iman menyangkut hidup kerohanian yang berelasi dengan Tuhan. Tetapi iman menyangkut bagaimana menerapkan apa yang kita percaya dan menyatakannya di dalam kesaksian sehari-hari menghadapi situasi, kesulitan-kesulitan, baik moneter ataupun poilitik, itulah iman melalui kehidupan sehari-hari. Jadi ini kita bedakan.

Tindakan pertama kita beriman kepada Tuhan harus kita mengerti sebagai tindakan berbalik kepada Tuhan. Return to God. Ini adalah tindakan pertama di dalam iman kepercayaan yang sejati. Pada saat-saat tertentu, rohani kita sedang tidur di “sofa yang empuk”, kita tidur di dalam jaminan ekonomi yang kuat, kita tidur di dalam keamanan politik yang tidak mengganggu, kita tidur di dalam ‘asuransi-asuransi’ manusiawi, kita tidur di dalam masyarakat yang nyaman, kita tidur di dalam keadaan yang lancar, kita tidur di dalam janji-janji palsu, kita tidur di dalam kesuksesan-kesuksesan secara lahiriah. Begitu banyak orang tertidur. Waktu rohani kita tertidur, kita seperti bayi yang menutup mata dengan nyaman, jatuh ke mana pun kita tidak sadar. Waktu rohani kita tidur, kita sering menyeleweng dan kita sering meninggalkan Tuhan. Itu sebab perlu sekali lagi terbangun, tersadar dan kembali kepada Tuhan.

Indonesia mempunyai kemajuan ekonomi terlalu cepat dan melempar kemajuan moral ke belakang. Itu sebab banyak ‘binatang-binatang’ ekonomi yang rakus, yang hanya tahu memperkaya diri tapi tidak tahu bagaimana kembali kepada Tuhan, bagaimana hidup suci, adil dan penuh cinta kasih. Orang-orang yang rakus seperti demikian mengakibatkan kesulitan besar bagi banyak orang, tetapi mereka sendiri tidak sadar. Maka Tuhan berkata, “Demi nama-Ku Aku akan membangkitkan, menginsafkan, membangunkan rohanimu sehingga memimpin engkau kepada jalan yang benar.”

Apakah perlu revolusi di jalan? Atau revolusi di istana? Apakah perlu penumpahan darah di tengah-tengah masyarakat? Atau suatu kekacauan besar ? Apakah perlu hal-hal ini untuk melahirkan masyarakat yang lebih dekat Tuhan dan mulai memikirkan tentang keadilan dan segala sifat illahi itu? Apakah yang akan terjadi satu atau dua bulan yang akan datang di Indonesia? Tidak ada satu orang pun yang mengetahui dengan mutlak dan pasti. Hanya Tuhan Allah penguasa, pemimpin sejarah, melalui kedaulatan-Nya baru Ia memberikan kepada suatu bangsa pengertian ‘sebelum’ dan ‘sesudah’. Jika kita baru sadar sesudahnya, pengorbanan akan menjadi besar sekali. Jika ada orang mempunyai kesadaran sebelumnya, akan mengurangi penumpahan darah dan kesulitan besar di suatu negara.

Sejarah mengajar kepada kita, pada waktu korupsi sudah memuncak, pada waktu ketidak-adilan, kerakusan atau kerusakan sudah tidak dapat dibendung lagi, maka Tuhan yang sabar menunggu pertobatan, telah habis kesabaran-Nya dan tidak lagi memberikan kesempatan. Waktu itu Tuhan akan mendongkel, akan memindahkan pemerintahan kepada orang lain, dan Tuhan akan mencatat suatu lembar baru di dalam sejarah. Sejarah selalu mengajar kepada kita, ada toleransi Tuhan yang disebut sebagai common grace, anugerah umum, untuk membawa kita melalui panjang sabar Tuhan yang bertoleransi atas dosa supaya sadar dan bertobat. Tetapi banyak orang menghina kesabaran Tuhan, menghina toleransi Tuhan, menganggap itu adalah kesempatan untuk berbuat dosa terus menerus. Akibatnya, ketika waktu Tuhan telah sampai, harimu sudah selesai, Tuhan akan menyingkirkanmu dan sejarah berjalan di dalam fase yang baru. Allah yang tidak berbicara sudah berbicara di dalam sejarah, tetapi William Hegel, guru Karl Marx, mengatakan, “Ajaran terbesar dari sejarah adalah manusia tidak mau tunduk pada ajaran sejarah – The greatest teaching from history is human being neglect and do not want to receive the teaching of history.

Kita sedang berada di dalam satu waktu di mana sebagai orang Kristen kita memikirkan hal kembali kepada Tuhan. Jika kita mau meringkaskan seluruh berita yang paling penting di dalam kitab suci, maka salah satu berita yang paling penting adalah, “Hai manusia, kembalilah kepada Tuhan.”

 Di dalam Alkitab, istilah kembali kepada Tuhan boleh dimengerti di dalam berbagai sudut: 1). Pertobatan, 2). Panggilan Tuhan untuk membangun rohani, 3). Meninggal dan harus kembali kepada Tuhan.

  1. Pertobatan. Di dalam Alkitab, pada waktu Tuhan mengatakan, “Kembalilah manusia!” Ia berseru kepada manusia yang menyeleweng, manusia yang tersesat untuk memutar-balik arahnya menghadap Tuhan Allah dan kembali kepada Dia. Ini arti istilah yang pertama, pertobatan.
  2. Panggilan Tuhan untuk membangun rohani. “Kembalilah kepada-Ku. Aku akan memberikan kebangunan kepadamu. Jikalau bangsa-Ku bertobat, jikalau kaum-Ku merendahkan diri. Jika mereka bertobat dan menangisi dosa, maka Aku akan menyembuhkan tanah ini. Aku akan memberikan anugerah kembali kepada umat-Ku dan Aku akan membangkitkan bangsa ini kembali,” demikian firman Tuhan di dalam kitab suci. Ini adalah calling for the repentance, calling for giving hope for the revival. Ini adalah kembali kepada Tuhan fase ke dua.
  3. Meninggal dan harus kembali kepada Tuhan. Dalam Mazmur 90:3 tertulis, “Hei manusia pulanglah,kembalilah. Engkau berasal dari debu, maka kembali menjadi debu.”  Kesempatanmu sudah selesai, engkau harus mati dari dunia ini dan harus menghadap Tuhan Allah untuk mempertanggungjawabkan seluruh hidupmu.

Yang kali ini kita akan renungkan adalah kembali kepada Tuhan Allah arti yang pertama dan kedua. Mari kita bertobat, mari kita kembali kepada Tuhan. Mari kita meminta Tuhan kembali membangun bangsa dan negara Indonesia.

Di dalam kita memikirkan mengenai “kembali”, kita masuk ke dalam suatu problema yang paling hakiki, yaitu problema arah, the problem of direction. Ini adalah suatu kesulitan paling dasar di dalam kebudayaan manusia dari permulaan Adam meninggalkan Tuhan. Setelah Adam melanggar perintah dan tidak taat kepada Tuhan, hal pertama yang dilakukannya adalah berpaling dari Tuhan, putar arah lalu menjauhkan diri dan meninggalkan Allah. Inilah suatu tindakan yang begitu gampang, tetapi di sinilah kita melihat segala kesulitan manusia mulai justru dari suatu pergantian arah.

Arah itu penting sekali. Jikalau engkau tidak mempunyai arah yang benar, engkau memiliki kekayaan yang banyak pun percuma. Begitu banyak orang tua mengumpulkan uang sebanyak mungkin sehingga hidup mewah, tetapi anaknya tidak diarahkan di dalam kebenaran. Akibatnya uang yang kau tumpuk akan menjadi kuburan yang lebih besar bagi anakmu. Begitu banyak orang belajar pengetahuan sebanyak mungkin di otak, tetapi hidupnya tidak berarah, segala pengetahuan itu akan berkompromi dengan dosa dan segala pengetahuan itu akan diperalat untuk menjadi budak dosa.

Arah itu penting sekali. Politik arahnya ke mana? Pendidikan arahnya ke mana? Segala kegiatan untuk apa? Engkau mendapat kesuksesan usaha dan perdagangan, dan mendapat uang banyak untuk apa? Kalau arah tidak ditentukan, hanya memupuk isi, maka itu bahaya yang besar sekali. Arah itu lebih penting daripada inti. Fondasi lebih penting daripada bangunan. Bijaksana lebih penting daripada pengetahuan. Ini suatu hal yang begitu banyak dilalaikan manusia, padahal seharusnya inilah yang mesti ditekankan oleh Gereja. Arah, prinsip, fondasi dan segala hal yang penting dalam kebenaran harus ditekankan di mimbar-mimbar Gereja. Namun demikian arah tidak selalu kelihatan, tetapi inti selalu kelihatan. Fondasi selalu tertanam, bangunan selalu menonjol. Itulah sebabnya orang biasa selalu terlihat hebat dalam fenomena tetapi tidak melihat fondasinya benar atau tidak. Orang biasa tertipu dengan bangunan yang besar-besar, tapi tidak tahu bahwa akarnya sudah keropos. Orang biasa tertipu dengan inti yang banyak tetapi tidak melihat arahnya yang salah.

Mari kita menjadi orang yang bijak, mari kita menjadi orang yang bertanggung jawab, mari kita menjadi orang yang memberikan cahaya sebagai mercu-suar di dalam zaman ini, khususnya Anda yang berposisi di dalam dunia moneter, di dalam dunia masyarakat atau yang punya pengaruh kepada jenderal, atau kepada siapa saja. Biarlah engkau membawa prinsip firman Tuhan untuk merubah masyarakat. Tetapi jikalau engkau sendiri tidak berarah, engkau sendiri tidak berfondasi, engkau sendiri tidak berteologi, engkau sendiri hanya mementingkan fenomena kekayaan dan kenikmatan sendiri, engkau tidak mungkin menjadi mercu-suar untuk membantu masyarakat. The pulpit of the church is the conscience of the society. We should speak out something to change, to transform, to eliminate, and to build our society to be more and more close the principle of the Bible (band. Amsal 29:18). Kita harus memberikan pencerahan, memberikan inspirasi, memberikan kritikan, memberikan pendidikan, untuk membentuk masyarakat makin lama makin sesuai dengan kehendak Tuhan.

Setelah Adam berarah salah, maka sepanjang sejarah beribu-ribu tahun tema yang paling pokok diserukan semua nabi dan rasul adalah agar dunia kembali kepada Tuhan. Para nabi berkata, “Berbaliklah dari kesesatanmu, dari keterlanjuranmu, dari arahmu yang salah, kembalilah kepada Tuhan.”  Ini seruan dari nabi dan rasul dan seruan dari Gereja ini. Kembalilah kepada Tuhan, berbalik dari kerakusan yang tidak habis-habis, kembali dari ketidak-beresan doktrin, kembali dari hidup yang tidak bertanggung-jawab, kembali dari segala pikiran yang menyeleweng.

 “Kembali kepada Tuhan” menjadi satu arus pokok yang diberitakan para nabi dan rasul. Biarlah kita semua memikirkan dan mengintrospeksi sendiri dan berkata dalam hati, “Saya juga kembali kepada Tuhan.”

Kira-kira 2.500 tahun yang lalu ada satu buku berjudul “Can Kuo Che” (Strategy in warring state) karangan Kong Hu Cu. Di dalam buku ini terdapat pengajaran-pengajaran yang mengandung arti kiasan yang luar biasa dalamnya. Salah satu cerita pendek mengatakan, ada seorang kaya membawa satu kereta dengan kuda yang begitu besar dan kuat. Tetapi di tengah jalan ia kehilangan arah. Ia bertanya kepada seseorang, ke mana ia harus menuju? Orang itu mengatakan ia harus berbalik menuju ke utara, karena tempat yang hendak ia tuju ada di utara, bukan di selatan. Tetapi ia mengatakan, “Tak apa-apa saya menuju ke selatan. Utara atau selatan itu tidak penting. Yang penting kuda saya kuat.”  Orang itu jadi bingung, “Kudamu memang kuat, tapi arahnya salah.” Tapi si penanya mengatakan, “Tak apa, rodanya kuat, rumputnya masih banyak, dan saya sanggup berjalan ribuan kilometer.”  Zaman itu jalan memang tidak sebaik sekarang. Orang membutuhkan kuda yang amat kuat dan roda yang kuat sehingga kereta tidak berhenti di tengah jalan. Tetapi benarkah apa yang ia katakan? Orang itu akhirnya hanya menggelengkan kepala, “Silahkan pergi. Kalau engkau tidak menentukan arah, makin kuat kudamu, makin banyak rumputmu, makin jauh tujuan itu kau tinggalkan.” 

Inilah keadaan dunia. Sekarang kita punya uang banyak, tapi negara mau ke mana? Kita punya kekayaan banyak, punya gedung besar, tapi anak kita mau ke mana? Kita telah menyimpan hasil dari kekayaan besar, tapi anak kita tidak mau sekolah. Ada uang untuk membayar les, ia tak mau belajar rajin. Bisa kirim ke luar negeri tapi sampai di sana balapan mobil. Banyak orang kaya sekarang justru jatuh di dalam problem kehilangan arah. Banyak orang mempunyai kuasa lebih cinta kuasa daripada bagaimana memakai kuasa untuk membahagiakan rakyat. Ini adalah zaman krisis apa? Bukan krisis moneter, bukan krisis kredibilitas, melainkan krisis arah, lebih parah dari pada apa pun.

Seluruh zaman kalau sudah kehilangan arah, seluruh gereja kalau sudah kehilangan arah, Gereja ada atau tidak, sama saja; Pemerintah ada atau tidak, sama saja; Uang ada atau tidak, sama saja. Karena arah itu sudah hilang. Kitab suci ini bukan main bijaknya. Engkau melihat seolah istilah-istilah dan kalimat-kalimat yang ada hanya menceritakan hal-hal yang sudah lampau belaka tentang Israel. Tidak. Prinsip-prinsip yang diajarkan berlaku selama matahari masih terbit; selama masih ada bulan bintang. Prinsip Alkitab harus ditaati orang yang membacanya. Kitab suci menjadi cahaya seperti mercu-suar kepada orang-orang yang berada di kapal di tengah malam gelap. Arah, kembalikanlah arah!

Arah itu demikian penting. Lihatlah kitab suci mengatakan kepada kita, betapa fatal keadaan isteri Lot karena salah arahnya. Sebenarnya Lot sudah mendapat anugerah bisa keluar dari Sodom dan Gomora dengan selamat. Ia sudah melarikan diri di saat api membakar kota Sodom, dan Gomora yang paling kaya dan paling hebat pada waktu itu. Tuhan mengizinkan Lot dan keluarganya keluar. Tapi pada saat itu isteri Lot menoleh ke belakang. Ini problem arah, wrong direction. You are facing new life, but you are still recalling your old life.  Arah ini menyebabkan hukuman Tuhan kepadanya, “Sekarang berhentilah di situ. Engkau menjadi tiang garam untuk selamanya. Engkau Kubinasakan.”

Jangan main-main. Begitu banyak orang mengatakan ikut Yesus Kristus. Mulutnya ikut Yesus, tapi hatinya lebih mementingkan uang, kuasa, dan segala hal di dalam dunia sehingga arah kerohanian tak pernah tetap dan sungguh-sungguh mengikuti Tuhan. Aku mengikut Tuhan dan tidak kembali lagi (“I have decided to follow Jesus, no turning back”). Itu adalah lagu yang begitu sederhana, tapi mengandung arti yang penting luar biasa, sayang banyak orang yang tidak memperhatikannya.

Yesus pernah memberikan suatu peringatan, “Barangsiapa siap untuk membajak dan mengikut Aku, tapi menoleh ke belakang, ia tidak layak menjadi murid-Ku.” (Lukas 9:62). Arah di dalam kitab suci begitu penting. Arah mempunyai peranan begitu pokok dalam pembentukan hidup kita masing-masing. Itu sebab, mari kita memikirkan dalam hal apakah kita perlu kembali kepada arah yang benar? Tuhan adalah sumber dan sekaligus sasaran. God is the beginning, the starting point and God is also the ending point of our life journey.

Kita datang dari Tuhan, kita harus kembali pada Tuhan. Allah itu Alfa dan Omega, marilah kita sekarang menjadikan-Nya sasaran terakhir, sehingga hal ini akan mengatur dan mempengaruhi seluruh tindakan kita.  Jika kita mempunyai sasaran terakhir to glorify God, return to God, to manifest His glory and beauty, to witness His greatnewss. His salvation and everything had been written in the Bible, maka kita sekarang mengerjakan segala sesuatu dengan suatu pengaruh pengertian sasaran yang jelas sehingga tak mungkin kita tak kembali kepada Dia.

Yesaya berkata, “Siang malam Aku terus berteriak, ‘Di sini Aku!’ kepada mereka yang tidak mengenal Aku. Kepada bangsa yang memberontak, Tuhan berkata, “kembalilah kepada-Ku” (band Yes 65:1-3). Dan Hosea berkata, “Mari kita berbalik kepada Tuhan, kalau-kalau Dia akan menyatakan diri seperti fajar yang menyingsing, cahaya hari yang baru akan diberikan kepada kita pencerahan yang begitu besar. Seperti matahari yang terbit, Ia akan tiba kepada kita. Ia akan menyembuhkan kita. Dia akan memberikan kepada kita pengharapan yang baru.” (Hosea 6:1-3)

Dengan apakah kita kembali kepada Tuhan? Firman Tuhan itu sendiri. Allah adalah sumber. Allah adalah telos. God is beginning. God is ending. Allah adalah Alfa, Allah adalah Omega. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan dalam segala situasi, entah baik atau buruk, entah kaya atau miskin. Belajarlah menjadi orang yang bersyukur karena Tuhan mempunyai anugerah yang tidak terkatakan banyaknya. Sehingga di dalam kesulitan pun ada anugerah untuk mengajar kita; di dalam kekayaan, kelancaran pun ada anugerah Tuhan untuk menguji kita. Semua itu anugerah. Kita sekarang harus kembali kepada Tuhan, sehingga Dia tetap bertakhta. Dia tetap mempunyai suatu titik pusat di dalam hidup kita masing-masing. Kembali kepada Tuhan akan saya bicarakan dalam beberapa point.

1). Kembali kepada kebenaran Tuhan.

Bukankah selama ini kita suka menjadi free-thinker? Apalagi orang-orang yang mempunyai original thinking capacities. Orang yang mempunyai kemampuan kreativitas yang tinggi. Saya kadang mempunyai pemikiran luar biasa banyaknya dan coba menguraikan sendiri, menganalisa sendiri, lalu saya mengharapkan untuk mempunyai pemikiran orisinil sendiri. Tapi selalu ada teguran dari Roh Kudus: bagaimana pun engkau bebas berpikir, pikiran itu harus tunduk kepada prinsip Alkitab. Banyak bidat dihasilkan oleh orang yang berpikiran kreatif. Banyak ajaran dipimpin oleh orang yang pemikirannya sangat tajam sekali. Banyak pemikir-pemikir yang telah ikut membentuk arus filsafat dan kebudayaan modern adalah orang yang jenius luar biasa. Tetapi mereka selalu hidup di dalam keadaan tidak mau dikendalikan kreativitasnya. Daya kreatif yang diciptakan Tuhan ke dalam diri mereka selalu dipergunakan untuk diperalat oleh kebebasan tanpa kendali. Akibatnya mereka menemukan kebenaran yang hanya separuh, kelihatan seperti betul tapi secara keseluruhannya tak bisa diuji oleh zaman. Semua pemikiran-pemikiran kreatif yang keluar dari zaman pasti digeser oleh zaman selanjutnya. Kita perlu melihat banyak pemikiran yang secara temporal diterima oleh orang sebagai ide yang hebat tetapi di dalam beberapa puluh tahun lagi  akhirnya layu.

Di sepanjang abad 20 kita telah melihat dominasi beberapa pemikiran yang penting sekali. Setelah Perang Dunia I, mulai bergejolak keluarnya Eksistensialisme. Setelah Perang Dunia II selesai, Eksistensialisme makin menghebat. Lalu timbul Logical Positivism. Lalu timbul lagi ajaran-ajaran yang mau melawan Modernisme, yaitu Post-modernisme. Sekarang kita melihat manusia berada di dalam kekacauan pemikiran yang luar biasa karena tidak ada otoritas mutlak yang bisa mempersatukan dunia pikiran. Dan manusia sekarang justru sudah dilanda secara paling fundamental yaitu tidak percaya adanya kemutlakan. Maka orang-orang yang tidak percaya kemutlakan mengatakan, “The only absolute is nothing absolute.”

Yang tidak percaya kemutlakan tetap memakai semangat kemutlakan untuk menegakkan pernyataan mereka bahwa tidak ada kemutlakan. Jadi mereka sendiri telah self-defeating. Kekacauan yang akan melanda abad 21 yaitu semua yang menganggap tidak ada kemutlakan telah memutlakkan ketidak-mutlakan. Dan waktu itu ajaran dari Buddhisme akan menjadi salah satu ajaran yang berpengaruh terbesar di dalam sejarah manusia.

Bagaimana seharusnya orang Kristen bertindak? Di dalam masyarakat seperti ini, di dalam arus pikiran seperti ini, di dalam keadaan gejala filsafat dan gejala kebudayaan seperti ini, kita harus tetap kembali kepada Alkitab. Kembali kepada Tuhan! Kembali kepada Tuhan bukan hanya datang ke gereja. Kalau secara teratur datang ke gereja, tapi bukan bertujuan kembali kepada Tuhan, engkau hanya dengar khotbah supaya kalau bersaksi ada isinya saja. Engkau datang ke gereja bukan mau kembali kepada Tuhan, hanya cari orang supaya perdaganganmu lancar. Engkau datang ke gereja karena pacarmu ada di sini, motivasimu bukan mau kembali kepada Tuhan. Engkau menjadi anak terhilang yang berada di dalam rumah!

Yesus berkata, ada seorang mempunyai 2 anak. Yang besar di rumah, anak ke dua keluar. Anak terhilang waktu kembali pulang, baru kita sadar melalui pengakuan dari kakaknya menyatakan bahwa kakaknya terhilang di rumah. Ia tidak pernah mencintai adiknya dan dia tidak menyambut adiknya pulang. Berarti hatinya tidak kembali seperti perasaan ayahnya. Orang yang berada di rumah tetapi tidak mempunyai perasaan ayah yang menjadi kepala di rumah itu, anak itu telah menjadi anak terhilang di dalam rumah. Di dalam gereja kita selalu tertipu bahwa yang di luar itu yang terhilang, yang di dalam tidak. Justru di dalam banyak yang hilang; yang di luar, banyak yang pulang. Anak terhilang pulang, langsung kakaknya berkata demikian, membuktikan yang sulung hilang dari pengertian pikiran kebenaran dari ayahnya.

Mari kita berkata kepada hati kita dengan jujur, “Tuhan saya datang, saya mau mengembalikan pikiranku ke dalam wahyu dari kitab suci.”  Itulah iman. Sudah lama pikiran kita semau sendiri, kita tidak mau belajar firman Tuhan baik-baik. Kita hanya mau memakai pikiran sebebas mungkin karena kita kreatif. Kita free thinker. Bound on your wild freedom!  Kebebasan yang liar akan membuatmu terbelenggu sehingga pikiranmu akan binasa, akan dimusnahkan beserta kebebasanmu. Mari kita taklukkan pikiran kita kepada kebenaran dan berkata, “Tuhan, kalau saya mau kembali kepada-Mu pertama aku kembalikan pikiranku yang tidak bertanggung jawab untuk takluk kepada kebenaran.”

2). Kembali dengan emosimu disesuaikan dengan kasih suci dari Tuhan.

The return of your prodigal emotion to surrender yourself to the holy love of God. Ini saya sebut sebagai suatu proses yang besar sekali yang disebut sanctification of Christian emotion. Bagaimanakah proses penyucian emosi terjadi? Begitu banyak orang Kristen pada waktu marah-marah luar biasa, yang dia marah hanya karena dirinya tersinggung. Dan dia tidak marah kalau kebenaran dinjak oleh orang lain. Pada waktu nama Tuhan dipermalukan, ia tidak merasa sedih. Tetapi kalau namanya dicela, ia marah luar biasa. Kalau ia dirugikan, ia marah luar biasa. Berarti emosinya belum diselamatkan dengan sungguh.

Banyak orang mengaku sudah born again, sudah diselamatkan, lalu merasa damai. Saya tidak peduli berapa banyak yang mengaku demikian. Penginjilan yang dangkal telah mengakibatkan banyak orang telah mengganti inti-inti esensi rohani dengan perasaan yang tidak bertanggung jawab. Justru banyak orang yang emosinya belum dimatangkan, belum dikuduskan. Mereka terlalu jauh dari apa yang menjadi sifat ilahi.

Tuhan mempunyai cinta kasih yang suci, Holy God, divine love of God, yang membenci dosa. Kalau engkau tidak membenci dosa, engkau belum menjadi orang Kristen yang baik. Kalau benci dosa sudah menjadi akar di dalam hatimu, barulah engkau kembali kepada emosi Tuhan. Emosi kita yang termasuk kemarahan, kebencian, kesenangan yang tidak terkendali, sekarang kembali diikat oleh cinta kasih yang suci dari Tuhan, yang di dalamnya mengandung kebencian yang mutlak terhadap dosa.

Yang Tuhan cinta, saya juga harus mencintainya. Yang Tuhan benci, saya juga harus membencinya. Dengan demikian, emosi kita kembali kepada Tuhan. Jangan cuma jadi orang Kristen superficial. Mari kita menjadi orang Kristen yang mendalam. Dengan demikian, maka kita beremosi sesuai dengan cinta kasih dan kemarahan Tuhan. Yang Tuhan marah, aku marah. Yang Tuhan benci, aku benci. Yang Tuhan senang, aku senang. Yang Tuhan sedih, aku sedih. Jangan waktu kita bersukacita, Roh Kudus bersedih di dalam hati kita. Waktu kita bersedih, kita tidak sesuai dengan sukacita yang akan Roh Kudus berikan kepada kita. Itu sebab kalau keadaan seharusnya kita bersuka cita, kita sedih dan seharusnya sedih, kita bersukacita, berarti kita bukan orang yang dipenuhi Roh Kudus.

Suatu kali saya berkhotbah di Semarang, saya mengajak jemaat untuk berdoa. Mereka langsung berdoa dengan menangis, melolong luar biasa. Saya menjadi heran, mengapa doa mesti menangis seperti itu? Tapi saat itu saya tidak berkomentar. Lalu saya ajak jemaat menyanyi, mereka langsung tepuk tangan seperti histeris. Padahal lagu itu tidak terlalu bersangkut paut dengan kesenangan. Hal ini terjadi karena mereka sudah dipengaruhi ajaran yang tidak benar: kalau doa harus menangis, kalau menyanyi harus senang. Sesudah itu saya bertanya, “Di mana ayat Alkitab, kalau berdoa harus menangis? Di mana Alkitab mengatakan menyanyi mesti senang?”  Mereka berhenti dan mulai berpikir. Hal demikian dulu begitu melanda seluruh Indonesia, sekarang sudah mulai reda. Itu adalah emosi yang belum dipimpin kepada kebenaran. Jadi kalau kita sekarang di dalam kesusahan, doa dengan menangis, itu tidak salah. “Tuhan ampuni dosaku. Tuhan ini salahku.”  Itu justru gerakan emosi dari Roh Kudus yang harus ada. Kalau tidak ada emosi, maka jadinya hanya doktrin, rasio, pikiran yang dominan. Tapi kalau tidak ada dasar kebenaran, doktrin, rasio dan pikiran, apa bedanya kita dengan babi?

Jadi apa artinya emosi yang dipimpin Roh Kudus? Ada pikiran yang dipimpin oleh kebenaran firman Tuhan. Ini semua penting sekali. Jadi ada waktu engkau bertobat menangisi dosa, silahkan sedih. Sebaliknya, waktu Tuhan memberikan sukacita pengharapan, meskipun orang yang paling kaucintai meninggal dunia, engkau tetap boleh bersukacita, bukan seperti orang gila tertawa-tawa, tetapi karena ada pengharapan dan tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkan engkau. Sukacita pada waktu perlu sukacita, dukacita pada waktu harus berdukacita. Sedih karena pimpinan Roh Kudus engkau harus sedih. Senang karena pimpinan Tuhan, engkau harus senang. Di dalam kesulitan besar, engkau tetap mempunyai pengharapan, maka sukacita itu timbul secara supra-alami. Di dalam keadaan orang begitu berfoya-foya, engkau sedih karena engkau tahu masyarakat sudah rusak moralnya, itu kesedihan supra alami. Ini semua disebut penyucian emosi, sanctification of emotion.

3). Kembali menaklukkan diri kepada keadilan Tuhan.

Kembali kepada Tuhan berarti semacam penilaian keadilan kita kembali taklukkan diri kepada keadilan Tuhan. Alkitab memakai bahasa Yunani dikaiosune, mengenai keadilan. Jadi hal yang benar, harus dibicarakan benar. Yang salah, harus kaukatakan salah.

Saya bersyukur ada seorang seperti Christianto Wibisono, yang diberi sejumlah uang untuk berceramah, lalu mengatakan, “Saya hanya mau berbicara sesuai hati nurani saya.”  Lalu amplop uang itu dikembalikan. Saya berterima kasih di gereja ini ada orang seperti demikian. Inilah cara kita mengembalikan diri kepada Tuhan. Kembali kepada Tuhan berarti di dalam diriku yang ditanam oleh Tuhan harus sesuai dengan sifat Tuhan. Penilaian benar atau tidak benar, memihak sini atau sana, itu bukan karena keuntungan pribadi. Penilaian yangbenar berarti harus sesuai dengan kehendak Tuhan, tahu apa itu keadilan.

Kalau di Indonesia saya berhak memilih, saya akan meilih orang-orang yang benar-benar takut kepada Tuhan. Kalau tidak ada yang sesuai standar itu, saya kan memilih yang paling baik dari yang jelek. Jadi di dalam penilaian-penilaian kepada orang lain, kita harus sesuai dengan keadilan Tuhan. Bolehkah kita terus memihak orang jahat lalu mengakibatkan seluruh bangsa Indonesia berada di dalam kemiskinan? Tidak boleh. Bolehkah karena keuntungan kita sendiri kita membungkam mulut dan tidak membicarakan sesuatu untuk mengatakan kebenaran, karena takut diri dirugikan? Tidak boleh.

Jadi di sini, kembali kepada Tuhan bukan membius diri di dalam ketidak-sadaran. Engkau menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab. Pikiranmu dicipta oleh Tuhan untuk kembali kepada kebenaran. Emosimu dicipta untuk membela yang benar. Engkau dicipta dalam keadaan bisa membela benar atau tidak benar, engkau harus adil sesuai Allah yang adil. Itu baru kembali kepada Tuhan. Tuhan mau ada kualitas dari sekelompok orang yang sungguh-sungguh kembali kepada Tuhan, return to God, membela kebenaran, membela hal yang ditetapkan Tuhan, memberitakan sesuatu sebagaimana yang tertulis dalam Yesaya 42:1-4.

Yesus Kristus di dalam dunia tidak akan kecewa dan putus asa, tidak berteriak untuk membela diri. Ia terus bertahan untuk melihat kebenaran ditegakkan di atas bumi ini. Itulah semangat Kristen.

4). Kehendak kita kembali kepada kehendak Tuhan.

The return of your will to surrender before the will of God. Menaklukkan diri di bawah kehendak Tuhan yang lebih tinggi daripada segala sesuatu, itu menjadi wilayah kehendak saya. Semua orang mempunyai keinginan, tetapi kita harus menginginkan kehendak Tuhan yang dijadikan di dunia. Inilah isi doa Bapa kami. Let Thy will be done in his earth as in Heaven. Kehendak-Mu dijalankan di dunia ini seperti di sorga. Kalau itu terlaksana, akan dimulai dari diriku dulu, kehendak-Mu menjadi keinginanku. Aku mau meletakkan kehendakku ke bawah kehendak-Mu. Aku menjalankan kehendak-Mu, itu adalah praktek dari doa Bapa kami.

Doa Bapa kami menjadi pengarahan hidup setiap hari. Kita berdoa, Tuhan biarlah kehendak-Mu jadi, berarti penaklukkan kehendak kepada kehendak, the surrender of human will in the will of God. Ini menjadi penyerahan, menjadi dedikasi, menjadi spiritualitas, menjadi iman. Apa itu iman? Iman berarti menaklukkan diri dan kehendakmu di bawah kehendak dan rencana Allah. Orang yang berkata ia beriman besok pasti hujan, saya tidak mengerti iman apa itu? Iman dalam pengertian sesungguhnya adalah di dalam seluruh hidupku kehendakku ditaklukkan di bawah kehendak Allah.

5). Kelakuan dan hidup sehari-hari di dalam pimpinan Roh Kudus.

Inilah arti kembali kepada Tuhan. Saya kembalikan kelakuanku, tindak-tandukku, hidupku, di bawah pimpinan Tuhan. “Tidak berjalan di jalan orang fasik, tidak duduk di tempat orang menghujat, tidak berdiri di tempat orang berdosa. Orang semacam ini siang malam memikirkan Taurat Tuhan. Dia akan menjadi pohon yang selalu hiujau dan berbuah pada musimnya.” (band. Mazmur 1:1-6). Bolehkah kita pergi ke tempat perjudian? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat perzinahan? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat menghujat? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat yang melawan Tuhan? Tidak. Di mana saya pergi, tindak-tanduk saya, pekerjaan saya, kelakuan saya, perkataan saya, semua sesuai dengan pimpinan Tuhan dan prinsip kebenaran.

Mari kita betul-betul memperdalam apa yang dikatakan Alkitab untuk kita terapkan dalam hidup sehari-hari. Mulai hari ini, katakanlah kepada Tuhan, “Pikiranku takluk kepada kebenaran-Mu. Perasaan hatiku takluk kepada perasaan-Mu.”  To think after God’s thinking, to feel after God’s feeling, to act of God’s planning, to judge og God’s rigfhtousness. Ini semua menjadikan kita kembali kepada Tuhan. Inilah teriakan dari para nabi dan para rasul, jauh lebih dalam daripada khotbah-khotbah yang dangkal.

Zaman ini perlu dididik, dan orang Kristen perlu mengerti lebih tuntas apa arti firman Tuhan, dan semua itu membawa kita menjadi orang yang berarah hanya kepada satu hal: melayani Tuhan, memuliakan Tuhan, hidup bagi Tuhan dan hidup menyatakan sifat ilahi di dalam dunia ini. Maukah engkau sekali lagi minta kepada Tuhan membalikkan arahmu, membawa engkau kembali kepada Dia sendiri? Amin.

Sumber :

Nama buku        :  Iman, Pengharapan & Kasih Dalam Krisis
Sub titel             :  Kembali Kepada Allah
Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit            :  Momentum, cetakan kelima tahun 2010
Halaman            :  3 – 23

Sumber : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/kembali-kepada-allah-artikel-pdt-dr-stephen-tong/468422513206207