Sebelumnya pernah diulas sedikit tentang jenis usaha Jasa Maklon, dimana semangatnya jenis usaha penyedia jasa maklon ini salah satunya adalah untuk memanfaatkan utilitas pabrik yang masih belum maksimal dengan memproduksi pesanan dari merek perusahaan lain. Namun faktanya sekarang banyak perusahaan didirikan hanya untuk menerima Jasa Maklon  saja, dimana perusahaan penyedia jasa maklon ini hanya bermodalkan tempat usaha, tenaga kerja dan mesin. Tentu untuk usaha jenis ini telah memiliki pangsa pasarnya sendiri semisal memiliki hubungan istimewa dengan beberapa perusahaan yang membutuhkan mesin yang dimiliki atau salah satu group perusahaan.

Lalu bagaimana bisa terjadi dalam laporan laba rugi perusahaan penyedia jasa maklon ini laba namun mengalami lebih bayar akibat potongan PPh Pasal 23, atau penyedia jasa maklon ini mengalami kerugian? sementara jelas sekali perbedaan penerimaan yang didapat antara pabrikan dengan jasa maklon, dimana penerimaan yang didapat pabrikan merupakan keuntungan (artinya bisa rugi) sementara jasa maklon adalah upah. Disini coba saya uraikan jenis usaha penyedia jasa maklon khusus domestik, menurut ukuran dan pengetahuan saya sebagai petugas pajak dengan harapan para pembaca mau membagi pemikiran atas apa yang menjadi pembahasan penulis kali ini.

Dasar Pendirian Perusahaan Penyedia Jasa  Maklon

Dari pengamatan dan dari beberapa perusahaan penyedia jasa maklon baik yang memanfaatkan utilitasnya agar lebih memaksimalkan penghasilan suatu perusahaan sampai dengan perusahaan yang memang khusus penyedia jasa maklon yang pernah penulis “gali potensi”nya (Istilah Account Representative) dan khususnya terhadap kasus sengketa pajak yang penulis alami, yang menjadi dasar pendirian usaha jenis ini adalah :

  1. Untuk mengembangkan usaha dengan mendekatkan lokasi pabrik dengan pangsa pasar, semisal perusahaan rokok yang meminta relasinya mendirikan perusahaan di wilayah-wilayah tertentu sehingga memudahkan dalam pendistribusian. Penyedia Jasa Maklon ini hanya menyediakan tempat dan tenaga kerja serta beberapa mesin yang tentunya jenis peruntukan mesin sudah diatur (ada kerjasama dan perjanjian sebelumnya).
  2. Berdasarkan permintaan salah satu group atau yang memiliki hubungan istimewa, misalnya suatu perusahaan besar yang memproduksi alat elektronik dimana kapasitas tempat dan mesin yang dimiliki tidak mampu menampung pesanan atau alasan lainnya.
  3. Bagi pebisnis baru bertujuan untuk menekan investasi yang tinggi sementara peluang ke depan sangat menjanjikan karena pasar yang ditawarkan sangat kompleks, semisal  jasa maklon sabloon, jasa maklon bordir, jasa maklon jahit dll

Gambaran Laporan Laba Rugi Komprehensif Perusahaan Penyedia Jasa Maklon

Untuk mengetahui seperti apa bentuk laporan laba rugi komprehensif suatu perusahaan penyedia jasa maklon, perlu kiranya diketahui terlebih dahulu contoh langkah-langkah suatu tindakan kerjasama  (symbiosis mutualism) yang dilakukan perusahaan penyedia jasa maklon dengan pengguna/pemberi jasa, yaitu :

  1. Ada perjanjian kontrak antara pengguna jasa dan perusahaan maklon dimana di dalamnya mengatur pelaksanaan pekerjaan meliputi jangka waktu, nilai kontrak (termasuk didalamnya komisi/fee), dan ketentuan-ketentuan lainnya. (Input)
  2. Adanya Surat Perintah Kerja (SPK) atau yang sejenis adapun konten didalamnya pada umumnya adalah tentang jangka waktu penyelesaian, spesifikasi, maupun sanksi apabila tidak sesuai dengan kesepakatan. (Processing)
  3. Adanya berita acara penyelesaian pekerjaan, hal ini dilakukan setelah dilakukan verifikasi atas spesifikasi pesanan berdasarkan Surat Perintah Kerja yang telah disepakati. (Output)

Terdapat 2 (dua) perlakuan yang dapat dilakukan baik dalam pembuatan Perjanjian Kontrak atau Surat Perintah Kerja tentang pelaksanaan pekerjaan yaitu 1). Melakukan pemisahan antara pemberian jasa (fee) dan pengadaan barang/material (Bahan Baku dan pendukung), dan atau 2). Tidak melakukan pemisahan. Dan dalam pembukuan perusahaan penyedia jasa maklon dapat memilih salah satu metode pencatatan atas pendapatan dan biaya yaitu Cash Basis atau Accrual Basis.

contoh :

Dalam contoh ini perusahaan penyedia jasa maklon kita namakan saja “PT. Garuk Pala”  telah memisahkan antara pemberian jasa dan pengadaan barang/material serta melakukan metode pencatatan accrual basis yaitu penghasilan dan biaya diakui pada saat penghasilan diperoleh dan biaya diakui pada saat terutang.

Pada tahun 2009 hanya menerima satu kontrak, dan total biaya administrasi umum senilai Rp. 50.000.000,- adapun   rincian transaksi sebagai berikut sebagai berikut :

Pada tanggal 09 Februari 2009 PT. Garuk Pala menerima order dan menandatangani kontrak maklon dengan PT. Gatal Pala. Nilai kontrak sebesar Rp. 470.000.000,- yang terdiri dari biaya penggunaan tenaga kerja sebesar Rp. 120.000.000,-, biaya overhead sebesar Rp. 210.000.000,- dan Imbalan atas jasa maklon (exclude tax) sebesar Rp. 140.000.000,-.

Pada tanggal 18 Februari 2009 PT. Garuk Pala menerima SPK dan bahan baku dari PT. Gatal Pala. Dalam hal ini  PT. Garuk Pala tidak mencatat sebagai persediaan  dan hanya mengeluarkan bukti barang masuk karena kepemilikan ada pada PT. Gatal Pala.

Pada tanggal 22 Maret 2009 PT. Garuk Pala mengeluarkan biaya dalam melakukan pengolahan bahan baku sebesar Rp. 20.000.000,- untuk pembelian bahan pendukung yang dibeli dari Pengusaha Kena Pajak (PKP). Biaya pembelian tersebut diambil dari imbalan atas jasa maklon yang diterima PT. Garuk Pala dan biaya tersebut sebelumnya tidak tercantum dalam perjanjian kontrak.

Pembelian dengan PKP tersebut menyebabkan PT. Garut Pala memiliki faktur pajak masukan yang dapat dikreditkan (atau dimasukkan sebagai nilai perolehan jika tidak melakukan pengkreditan PPN). Atas pembelian tersebut PT. Garut Pala mengkreditkannya dalam pelaporan SPT Masa PPN sebagai faktur pajak masukan dan membuat jurnal sebagai berikut :

Persediaan bahan pendukung           Rp.  18.181.818,-
Pajak Masukan                                    Rp.     1.818.182,-
       Kas                                                                                            Rp. 20.000.000,-

PT. Garut Pala telah menerima secara tunai atas biaya upah tenaga kerja dan biaya overhead, maka jurnal yang dibuat adalah

Biaya upah tenaga kerja                    Rp. 120.000.000,-
Biaya overhead                                    Rp. 210.000.000,-
        Kas/Bank                                                                            Rp. 330.000.000,-

Pada tanggal 18 Juli 2009 PT. Garut Pala menyelesaikan proyek maklon (Menyerahkan Barang) serta menyertakan tagihan  dan faktur pajak atas imbalan jasa maklon senilai Rp. 120.000.000,- (Rp. 140.000.000,- dikurang Rp. 20.000.000,-) kepada PT. Gatal Pala karena pembelian bahan pendukung diambil dari imbalan jasa. Maka PT. Garut Pala membuat jurnal sebagai berikut :

Piutang Dagang                                  Rp. 154.000.000,-
           Penjualan Jasa                                     Rp.  120.000.000,-
          Persediaan Bahan pendukung           Rp.    20.000.000,-
          PPN (Pajak Keluaran 10%)                Rp.    14.000.000,-
 
 

Pada tanggal 27 Juli 2009 PT. Garut Pala menerima imbalan jasa maklon  termasuk bukti potong PPh Pasal 23, dan membuat jurnal sebagai berikut :

Kas/Bank                                                Rp.  151.200.000,-
Uang muka PPh Pasal 23  (2%)         Rp.      2.800.000,-
                  Piutang Dagang                            Rp. 154.000.000,-

 

Beberapa Konsekuensi yang perlu diperhatikan yaitu :

  1. Imbalan Jasa Maklon Yang diterima PT. Garuk Pala tetap dihitung sebesar Rp. 140.000.000,- walaupun pada kenyataannya didalamnya terdapat pembelian material sebesar Rp. 20.000.000,- hal ini karena pada Surat Perintah Kerja tidak diuraikan pembelian material tersebut. (Seharusnya dalam SPK diuraikan antara biaya pemakaian bahan-bahan yang dibeli sendiri dengan bahan yang telah disediakan oleh pengguna).
  2. PT. Garuk Pala mengukur uang muka PPh pasal 23 sebesar Rp. 2.800.000,- (Tarif 2% sesuai ketentuan perpajakan tehadap Imbalan Jasa Maklon), atas kredit ini PT. Garuk Pala berhak mengkreditkannya pada saat perhitungan pajak terutang pada akhir tahun.
  3. Pada saat menerima bahan baku  dari PT. Gatal Pala  tidak dilakukan pemungutan PPN, karena kepemilikan tidak berpindah.
  4. PT. Garuk Pala menerima Faktur Pajak Masukan pada saat pembelian material pendukung sebesar Rp. 1.818.182,-.
  5. Biaya atas pemakaian bahan baku atau bahan pembantu yang disediakan oleh PT. Gatal Pala tidak boleh diakui sebagai biaya oleh PT. Garuk Pala kecuali bahan pendukung yang dibeli sendiri dalam kasus ini Rp. 18.181.818,- (Prinsipnya dapat dipisahkan antara yang disediakan dengan pembelian sendiri kalau tidak ingin dikoreksi oleh Fiskus).

Saya memandang akan terdapat kemungkinan 2 (dua) bentuk Laporan laba rugi yang dapat dilakukan oleh PT. Garuk Pala, hal ini akan berpengaruh pada DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dalam kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, adapun kemungkinan laporan laba ruginya seperti tampak sebagai berikut (Jika pembaca mempunyai opini lain/koreksi mohon untuk menuangkannya dalam komentar atau email 🙂 ):

Contoh I. 
Laporan Laba Rugi Komprehensif PT. Garuk Pala (31 Desember 2009)
Penghasilan Jasa Maklon                             Rp.  140.000.000,-
Biaya Langsung                                              Rp.      18.181.818,-
Biaya Administrasi Umum                           Rp.     50.000.000,-
Laba Neto                                                        Rp.     71.818.182,-
PPh Terutang                                                  Rp.      10.054.545,-
Kredit Pajak  PPh 23                                     Rp.         2.520.342,-
Angsuran PPh Pasal 25                               Rp.            837.879,-
 
 
Contoh II. 
Laporan Laba Rugi Komprehensif PT. Garuk Pala (31 Desember 2009)
Nilai Kontrak Maklon                                    Rp.  470.000.000,-
HPP
Biaya Tenaga Kerja Langsung                   Rp.  120.000.000,-
Biaya Overhead                                             Rp.  210.000.000,-                                   
Biaya Langsung Lainnya                            Rp.     18.181.818,-
Laba Kotor                                                     Rp.  121.81.182,-
Biaya Administrasi Umum                         Rp.     50.000.000,-
Laba Neto                                                      Rp.     71.818.182,-
PPh Terutang                                                Rp.      10.054.545,-
Kredit Pajak  PPh 23                                   Rp.         2.520.342,-
Angsuran PPh Pasal 25                             Rp.            837.879,-

 

Berdasarkan perhitungan tersebut, saya  melihat bahwa perusahaan yang bisnisnya hanya sebagai penyedia jasa maklon tidak akan mengalami kerugian atau bahkan lebih bayar karena jelas yang diterima adalah berupa upah, namun kenyataannya banyak jenis perusahaan seperti ini yang mengalami rugi dalam laporan laba ruginya (Bahkan bisa lebih bayar akibat bukti pemotongan PPh Pasal 23), adapun alasan-alasannya diantaranya adalah :

  1. Adanya kesalahan pekerjaan dimana barang yang dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi pemesan sehingga perusahaan penyedia melakukan perbaikan yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.
  2. Adanya kerugian selisih kurs (unrealised loss atau gain), hal ini bila mata uang yang digunakan sebagai nilai kontrak dalam bentuk mata uang asing serta adanya impor mesin yang dilakukan secara mengangsur.
  3. Adanya penambahan mesin dalam masa berjalan (maupun perusahan baru) yang menyebabkan biaya penyusutan menjadi lebih besar dan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.
  4. dan lain-lain

Kesimpulan

Sudah menjadi kesepakatan kita bersama bahwa tujuan perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan, dan atas keuntungan tersebut sesuai ketentuan akan dikenakan pajak. Dan disadari bahwa banyak juga perusahaan yang mengalami kerugian dalam usahanya. Namun berbicara tentang jenis usaha Penyedia Jasa Maklon di mana semangat awalnya adalah untuk memaksimalkan penghasilan dari memanfaatkan mesin yang belum maksimal digunakan adalah untuk menambah penghasilan terlebih jenis usaha yang khusus menyediakan jasa maklon, karena untuk usaha jenis ini sudah membangun relasi terlebih dahulu artinya memiliki pangsa pasar tersendiri.

Saya mencoba memberikan tanggapan terhadap apa yang menjadi alasan suatu perusahaan jenis usaha maklon seperti diuraikan pada poin di atas:

  1. Adanya kesalahan pekerjaan dimana barang yang dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi pemesan sehingga perusahaan penyedia melakukan perbaikan yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Hal ini tentunya ada suatu perjanjian lanjutan, karena kesalahan tersebut bisa saja terjadi akibat kesalahan pemberi order atau lainnya dimana kerugian dapat ditanggung bersama. Memang diperlukan pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan.
  2. Adanya kerugian selisih kurs, hal ini bila mata uang yang digunakan sebagai nilai kontrak dalam bentuk mata uang asing. Hal ini sesuai dengan ketentuan perpajakan yaitu dimana di dalam undang-undang pajak penghasilan ketentuan yang mengatur mengenai laba/rugi selisih kurs ini terdapat di dalam pasal 4 dan 6. Di dalam pasal 4 ayat (1) yang mengatur mengenai objek pajak disana disebutkan bahwa keuntungan akibat fluktuasi kurs merupakan salah satu objek pajak penghasilan. Dan sebaliknya di dalam pasal 6 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU 36 tahun 2008 disebutkan bahwa salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian dari selisih kurs. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Saya sendiri menganggap bahwa kasus ini berhubungan dengan masalah konsekuensi strategi perusahaan apalagi untuk jenis usaha Penyedia Jasa Maklon.
  3. Adanya penambahan mesin dalam masa berjalan (maupun perusahan baru) yang menyebabkan biaya penyusutan menjadi lebih besar dan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Hal ini memungkinkan walau hanya bersifat sementara dan untuk jenis ini sangat tergantung dengan jumlah kontrak yang diterima pada masa/tahun pajak bersangkutan.

Akhirnya memang kembali kepada pelaku usaha itu sendiri, tergantung beres atau tidaknya motivasi awal yang menyebabkan perusahan jenis usaha ini membukukan kerugian dalam laporannya. Hal ini tentu terlihat dari transparansi yang dilakukan pelaku usaha khususnya mengenai Kontrak dan Surat Perjanjian Kerja yang diminta oleh pihak yang ingin membuktikan kebenaran Laporan Laba Rugi perusahaan tersebut dan umumnya biaya-biaya yang dikeluarkan.

 

(Hanya sebuah opini/trigger yang dipersilahkan untuk kita bahas bersama).