Jika dalam artikel sebelumnya saya meng-copypaste artikel dari Pdt. Dr. Stephen Tong tentang Mengenal Yesus Kristus yang merupakan terpenting dalam kekristenan, maka kali ini saya mencoba merangkai hal vital dalam Perpajakan khususnya jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Entah berapa banyak pribadi yang kaya raya dengan melakukan hal yang tidak beres dengan barang yang satu ini demikian pula penerimaan negara atas sanksi dari kertas yang bernama Faktur Pajak, jika dalam tulisan-tulisan sebelumnya telah dibahas tentang penyalahgunaan faktur pajak diantaranya yaitu Terhindar Dari Faktur Pajak Bermasalah, dan Faktur Pajak Nomor Ganda : maka perlulah kiranya saya tuliskan kembali sebagai arsip saya sendiri dan semoga bermanfaat bagi pembaca tentang seluk beluk faktur pajak. 😛
FAKTUR PAJAK
I. Sekilas Muasal Faktur Pajak
Faktur Pajak (VAT Invoices) sering disamakan dengan faktur penjualan (sales commercial invoice), sehingga banyak pengusaha tidak membuat faktur penjualan komersial melainkan langsung membuat faktur pajak yang merangkap sebagai faktur penjualan komersial. Dan apabila pengusaha menerapkan kedua faktur itu (Komersial dan pajak) maka karena bersumber dari transaksi yang sama kedua jumlah itu harus dapat direkonsiliasikan. Sistem PPN yang berdasarkan faktur (Invoice-based VAT system), penerbitan faktur pajak merupakan bagian penting dari prosedur pemungutan PPN.
Konon katanya Indonesia mengadopsi sistem PPN Eropa yaitu Credit Invoice System dimana faktur pajak sebagai tulang punggung sistem PPN melekat menjadi satu dengan faktur komersial sehingga dapat memudahkan automatic self checking. Namun dalam penerapannya di Indonesia Faktur Pajak terpisah dari Faktur Komersial. Faktur Pajak seperti yang dijelaskan berikutnya yang menjadikan Pajak Masukan dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran (credit method). Faktur Pajak adalah voucher, seperti uang atau cek yang sangat bernilai.
II, Definisi Faktur Pajak (UU PPN)
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 1 angka 23 UU No. 42 Tahun 2009).
III. Jenis Faktur Pajak Dan Saat Pembuatan
Ada beberapa jenis faktur pajak yaitu Faktur Pajak, Faktur Pajak Gabungan dan Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak.
a. Faktur Pajak
Faktur penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Ps. 13 ayat (5) UU PPN dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak. Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan membuat Faktur Pajak terhadap :
- Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (Psl. 4 ayat 1 huruf a)
- Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (Psl. 4 ayat 1 huruf c)
- Melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud (Psl. 4 ayat (1) huruf f)
- Melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (Psl. 4 ayat (1) huruf g)
- Melakukan ekspor Jasa Kena Pajak (Psl. 4 ayat (1) huruf h)
- Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak (Psl.16 D) kecuali atas penyerahan aktiva yang PM-nya tidak dapat dikreditkan sbgmn dimaksud Ps. 9 ayat (8) huruf b dan c.
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau menyerahkan Jasa Kena Pajak itu wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak. Faktur Pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
Sesuai dengan Pasal 13 ayat 1a, Faktur Pajak harus dibuat pada saat :
- Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
- Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
- Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
- Dan saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. misalkan pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN sebagaimana di atur dalam PER-13/PJ./2010 stdd PER-65/PJ/2010.
Dalam PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang saat pembuatan faktur pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang berupa barang bergerak yaitu Pada saat barang diserahkan:
- Secara langsung kepada pembeli, atau secara langsung kepada pihak ketiga atas nama pembeli.
- Langsung kepada penerima barang untuk Pemberian Cuma Cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya dan antar cabang.
- Kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan.
- Diakui sebagai piutang/penghasilan atau saat diterbitkan faktur penjualan.
Dalam PP Nomor 1 Tahun 2012 tentang saat pembuatan faktur pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang berupa barang tidak bergerak yaitu Pada saat terjadi saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP baik secara yuridis atau nyata.
b. Faktur Pajak Gabungan
Dengan motivasi untuk meringankan beban administrasi, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat FP gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Hal ini sesuai dengan Psl 13 ayat 2 UU PPN, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. Adapun saat pembuatan berdasarkan Pasal 13 ayat 2a, bahwa Faktur Pajak Gabungan harus dibuat Paling lama akhir bulan penyerahan.
Untuk memudahkan pemahaman mari kita bersama menyimak beberapa contoh tentang pembuatan faktur pajak gabungan sebagai berikut :
- Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2010, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli 2010 sama sekali belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, Pengusaha Kena Pajak A diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak gabungan meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Juli, yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2010.
- Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29 dan 30 September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran oleh Pengusaha B atas penyerahan tanggal 2 September 2010. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan September.
-
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran atas penyerahan tanggal 2 September 2010 dan pembayaran uang muka untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Oktober 2010 oleh Pengusaha B. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan dan pembayaran uang muka yang dilakukan pada bulan September.
c. Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak (Psl 13 ayat 6 UU PPN) dan PER-10/PJ/2010.
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak diantaranya meliputi:
- Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
- Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
- Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
- Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
- Tiket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
- Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan;
- Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
- Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud untuk dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
- Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak; dan
- Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
Dokumen tersebut di atas (kecuali PIB dan SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean), paling sedikit harus memuat:
- Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
- Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jumlah satuan barang apabila ada;
- Dasar Pengenaan Pajak; dan
- Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
IV. Keterangan Dalam Faktur Pajak
Faktur Pajak dapat dikatakan memenuhi persyaratan baik formal maupun material (Sesuai Pasal 13 ayat 9) harus memenuhi keterangan sebagaimana di atur dalam Pasal 13 ayat 5, adapun keterangan minimal yang wajib dicantumkan dalam faktur pajak yaitu :
- Nama, alamat, NPWP pembeli BKP/JKP
- Jenis barang/jasa, jumlah harga jual/penggantian dan potongan harga
- PPN Yang dipungut
- Nama, alamat, NPWP yg menyerahkan BKP/JKP
- PPnBM yang dipungut
- Kode, Nomor Seri dan tgl pembuatan Faktur Pajak
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
V. Bentuk Ukuran Faktur Pajak
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak dapat dibuat dengan mata uang Rupiah maupun Valas sebagaimana tercantum dalam lampiran IA (Rupiah) dan IB (Valas) Per-13/PJ./2010 tanggal 24 Maret 2010, contoh disini”.
Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
-
Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari 2, maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan. Dan Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN.
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat dan PPN tidak dapat dikreditkan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Walaupun Faktur Pajak telah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar PPN nya akan tetapi bila tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya maka faktur pajak tersebut tidak memenuhi syarat material.
VI. Kode Dan Nomor Seri Faktur Pajak
Kode Transaksi :
- 01 : Penyerahan kepada selain Pemungut PPN
- 02 : Penyerahan kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah
- 03 : Penyerahan kepada Pemungut PPN lainnya
- 04 : Penyerahan dg DPP Nilai Lain selain kpd Pemungut PPN
- 05 : (tidak digunakan lagi sejak 1 April 2010)
- 06 : Penyerahan dg nilai lain & turis asing selain kpd Pemungut PP
- 07 : Penyerahan dg PPN TDP, KB dan KEK selain kpd Pemungut PPN
- 08 : Penyerahan dg PPN Dibebaskan selain kpd Pemungut PPN
- 09 : Penyerahan Aktiva Ps. 16D selain kpd Pemungut PPN
Penggunaan Kode Cabang
Pengusaha Kena Pajak yang telah melakukan pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang, yang ; 1) sistem penerbitan Faktur Pajaknya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya;dan/atau 2)Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan/atau berada di Kawasan Ekonomi Khusus; Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak ditentukan sendiri secara berurutan, yaitu diisi dengan kode ‘000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode ‘001’ untuk Kantor Cabang; atau
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang ; 1) tidak melakukan pemusatan; atau 2) melakukan pemusatan selain Pengusaha Kena Pajak yang sistem penerbitan Faktur pajaknya belum online, Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak diisi dengan kode ‘000’.
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas Kode Cabang yang digunakan beserta keterangan dari Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan penggunaan Kode Cabang, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVA Per Dirjen No 13/PJ/2010.
Pengusaha Kena Pajak tidak diperbolehkan mengubah peruntukan Kode Cabang yang telah digunakan.
Penambahan dan/atau pengurangan Kode Cabang dapat dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, Namun Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas penambahan dan/atau pengurangan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak dalam hal terjadi penambahan Kantor cabang, atau terjadinya pengurangan Kantor Cabang, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVB Per Dirjen No 13/PJ/2010.
Dalam hal terjadi Pengurangan Kode Cabang akibat adanya penutupan Kantor Cabang, maka Pengusaha Kena Pajak : harus menghentikan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak atas Kantor Cabang yang ditutup;dan tidak boleh menggunakan kembali Kode Cabang yang sudah dihentikan.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang sebagaimana, maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat; menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode Cabang selain dari Kode Cabang yang telah ditetapkan, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat.
Penomoran Seri Faktur Pajak
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
- Nomor Seri Faktur Pajak dimulai dg nomor urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim, kecuali bagi PKP yg baru dikukuhkan.
- FP dibuat secara berurutan tanpa dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status dan jenis mata uang yang digunakan.
- Dlm hal sebelum awal th takwim berikutnya Nomor Seri yang digunakan sdh mencapai 99.999.999 maka Nomor Seri dimulai lagi dari nomor 1 (satu), dan wajib memberitahu Kepala KPP yang terkait. Pada awal tahun takwim berikutnya kembali ke nomor 1 (satu).
- Faktur Pajak Khusus untuk turis asing menggunakan penomoran tersendiri.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.
VI. Pembetulan/Penggantian Dan Pembatalan Faktur Pajak
Beberapa kondisi Faktur Pajak yang menyebabkan perlu dilakukan pembetulan/penggantian dan pembatalan seperti:
- Faktur Pajak (FP) yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP dapat menerbitkan FP pengganti.
- FP yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima FP tersebut dapat membuat copy dari arsip FP
- PKP yang menerbitkan FP harus melakukan pembatalan FP apabila terdapat pembatalan transaksi atas penyerahan yang FP-nya telah diterbitkan.
Dapat dilakukan pembetulan/penggantian dan pembatalan sepanjang memenuhi unsur seperti :
- PPN tersebut belum dibiayakan.
- Atas SPT Masa PPN belum dilakukan pemeriksaan
- PKP penerbit/penerima FP harus melakukan pembetulan SPT PPN
Tata cara Penggantian atas Faktur Pajak cacat, rusak, salah dalam pengisian/penulisan
- Pembetulan Faktur Pajak tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti.
- Dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah ditetapkan.
- Faktur Pajak Pengganti diisi berdasar keterangan yg seharusnya dan dilampiri faktur pajak yang diganti.
- Pada Faktur Pajak Pengganti dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti.
- PKP harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan faktur pajak tersebut.
- Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam SPT masa PPN pada Masa pajak yang sama dengan masa pajak dilaporkannya faktur pajak yang diganti dengan mencantumkan nilai setelah penggantian. Masa Pajak diterbitkannya faktur pajak pengganti dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPnBM untuk menjaga urutan Faktur Pajak yg diterbitkan.
- Mencantumkan kode dan nomor seri faktur pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan dalam SPT Masa PPN.
Contoh Penggantian Faktur pajak.
Pada tanggal 28 Februari 2011 PT. NUSAHATI (PKP Penjual) melakukan penjualan BKP kepada PT.KEEP IN MIND (PKP Pembeli) dengan harga jual sebesar Rp280.000.000,- Pada tanggal 28 Februari 2011 PT. NUSAHATI (PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri 010.000-11.00000050, DPP sebesar Rp280.000.000,- dan PPN sebesar Rp28.000.000,- Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2011. Pada tanggal 11 Juli 2011 diketahui bahwa harga jual sebenarnya adalah sebesar Rp230.000.000,- Atas kesalahan tersebut, pada tanggal 15 Juli 2011 PT. NUSAHATI (PKP Penjual) menerbitkan Faktur Pajak Pengganti dengan Kode dan Nomor Seri 011.000-11.00000147, DPP sebesar Rp230.000.000,-. dan PPN sebesar Rp23.000.000,-
Konsekuensi dari penerbitan Faktur Pajak Pengganti tersebut, maka PT. NUSAHATI (PKP Penjual) melakukan dua hal sebagai berikut :
- Melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Februari 2011 untuk melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada formulir 1111 A2 dengan cara sebagai berikut : Kolom Kode dan Nomor Seri diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147); Kolom Tanggal diisi dengan tanggal Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011); Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan nilai 230.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 23.000.000,- Kolom Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti (010.000-11.00000050). Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Februari 2011; dan
- Melaporkan Faktur Pajak Pengganti dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2011 pada formulir 1111 A2 dengan cara sebagai berikut : Kolom Kode dan Nomor Seri diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147); Kolom Tanggal diisi dengan tanggal Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011); Kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 0 (nol); Kolom Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti (010.000-11.00000050).
Dan bagi PT. KEEP IN MIND (PKP Pembeli) melakukan hal sebagai berikut :
Harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan sebagai Faktur Pajak Masukan, dengan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada formulir 1111 B2 dengan cara sebagai berikut : Kolom Kode dan Nomor Seri diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti (011.000-11.00000147); Kolom Tanggal diisi dengan tanggal Faktur Pajak Pengganti (15-07-2011); Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan nilai 230.000.000,- dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan nilai 23.000.000,- Kolom Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/Diretur diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti (010.000-11.00000050). Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan.
Bersambung…
Pajak masukan atas pembangunan gedung,dimasukkan sebagai biaya atau dikapitalisasikan sebagai asset dan bila perusahaan sudah berdiri diamortisasi. Untuk pajak masukan yang punya manfaat dibawa 1 tahun dan dijadikan biaya. Ini masukan dari teman dari kantor pajak. Yang saya tanyakan ketentuan ini pada peraturan yang mana baik undang undang atau peraturan menteri atau dirjen yang mana ?
Apa mungkin maksudnya ini : Pasal 6 ayat 1 huruf b UU PPh
atau
Pasal 10 PP 94 Tahun 2010