Sepuluh tahun yang lalu ketika bertugas sebagai pemeriksa, saya mendapati bahwa wajib pajak yang saya periksa melakukan dobel pencatatan pada pos biaya yang berhubungan dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) padahal perusahaan tersebut telah diaudit dengan status wajar. Kini saat menjadi penelaah keberatan saya menemukan kasus yang sama yaitu adanya dobel pencatatan, dobel pencatatan pada pos biaya yang berhubungan dengan Impor dalam kasus ini adalah Bea Masuk, uniknya wajib pajak ini mengajukan keberatan atas permasalahan tersebut.
Hal ini lah yang mendasari penulis untuk membuka-buka catatan dan menuangkan kembali sehubungan dengan Impor dengan judul “Sekilas Tentang Pajak Dalam Rangka Impor”, harapan penulis dapat memudahkan pembaca termasuk fiskus itu sendiri dalam memahami hal-hal sehubungan dengan impor, bea masuk dan pajak dalam rangka impor serta biaya-biaya didalamnya…..
Sekilas Tentang Impor
Pengertian impor adalah suatu kegiatan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan pelaku impor disebut Importir yaitu pengusaha yang melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.”
Terdapat beberapa jenis dokumen yang perlu dipahami/dibutuhkan dalam rangka impor diantaranya adalah :
- Surat Kuasa, Surat Kuasa adalah surat yang diterbitkan oleh importir yang berisikan pemberian kuasa dari importir kepada EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) dalam hal mengurus dan menyelesaikan dokumen – dokumen impor di pelabuhan.
- Invoice, adalah dokumen yang menerangkan tentang harga barang yang dilengkapi data – data : jenis barang, berat, volume, kualitas, nama eksportir / importer, nama kapal, Pelabuhan bongkar.
- Packing List, adalah dokumen yang menerangkan tentang jenis pembungkus, jenis barang dalam pembungkus, jumlah isi dalam bungkusan, berat, volume, dan lain – lain sehingga memudahkan dalam pemeriksaan barang yang dilakukan oleh Bea Cukai ataupun pemeriksaan bila terjadi claim.
- Bill Of Lading, adalah dokumen yang dibuat perusahaan pelayaran yang merupakan surat berharga bagi pemilik barang, surat perjanjian antara pemilik barang dengan pengangkut, dan sebagai bukti kepemilikan barang yang ditukar dengan D/O di perusahaan pelayaran untuk mengeluarkan barang.
- Polis Asuransi, Polis Asuransi adalah dokumen yang dibuat oleh perusahaan asuransi yang menerangkan bahwa barang yang diimpor telah diasuransikan.
- Pemberitahuan Impor Barang, Adalah dokumen yang dibuat oleh EMKL yang merupakan pemberitahuan kepada Bea dan Cukai mengenai barang – barang yang diimpor yang masuk kedalam wilayah pabean dan dikeluarkan keperedaran bebas.
Dalam melaksanakan kegiatan pengurusan dokumen impor selalu berhubungan dengan instansi – instansi pemerintah maupun swasta, adapun instansi – instansi tersebut antara lain:
- Perusahaan Pelayaran, Adalah suatu perusahaan yang menitik beratkan pada usaha pelayaran yaitu menjual jasa angkutan laut bagi siapa saja yang membutuhkan dengan mengoperasikan kapal – kapal yang dimilikinya.
- EMKL, Adalah suatu badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas, yang melakukan usahanya pada kegiatan pengurusan dokumen dan pekerjaan yang menyangkut menerima / menyerahkan muatan yang diangkut melalui lautan, untuk diserahkan kepada / diterima dari perusahaan pelayaran untuk kepentingan pemilik barang.
- Bank Devisa, Adalah instansi pemerintah maupun swasta yang bergerak dalam jasa perbankan nasional dan internasional.
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi pemerintahan tentang pembinaan, pengaturan, dan pengawasan arus lalu lintas barang yang keluar masuk daerah pabean dan pemungutan bea masuk.
- PT. Pelindo, Adalah suatu instansi dibawah pengawasan Menteri Perhubungan yang berbentuk persero yang mengelola asset pelabuhan yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna jasa pelabuhan. (Aset itu meliputi : kolam pelabuhan, dermaga, gudang penempatan , dll.)
- Administrator Pelabuhan ( ADPEL ), Adalah kepala organik dilingkungan Departemen Perhubungan melaksanakan tugas pelabuhan dan mengkoordinasikan instansi pemerintah lainnya, unit kerja dan badan usaha milik negara untuk kelancaran tugas kepelabuhan yang diusahakan badan usaha pelabuhan.
- Perusahaan Asuransi, Adalah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa asuransi untuk mengasuransikan barang – barang yang dikirim baik impor maupun ekspor.
- Perusahaan Pengangkutan, Adalah perusahaan yang menawarkan jasa dibidang angkutan darat.
- Perusahaan Depo Kontainer, Adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan lapangan penumpukan dan container kosong.
Prosedur penyelesaian dokumen impor secara garis besar dimulai dengan menerima dokumen – dokumen dari importir, menyerahkan original B/L dan membayar kewajiban biaya untuk pengambilan D/O di Pelayaran guna mengeluarkan barang. Mengisi PIB dengan data – data yang ada pada dokumen pelengkap pabean secara lengkap dan benar, selanjutnya mencetak PIB rangkap 3 untuk pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor di Bank, mentransfer data PIB secara on line ke Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai melalui PDE. Selanjutnya membayar kewajiban biaya pelabuhan pada TPKS menggunakan lembar warkat dana ke bank yang ditunjuk, menyerahkan PLAB ke ADPEL sebagai pemberitahuan angkutan barang. Terakhir mengeluarkan barang dari kawasan pabean ke peredaran bebas apabila telah memperoleh SPPB dan prosedur dokumen lainnya telah memenuhi syarat.
Biaya – biaya yang timbul dalam kegiatan impor yaitu :
- Biaya Pabean, meliputi Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI).
- Biaya Pelayaran, meliputi a). Biaya THC ( Terminal Handling Charge) yaitu biaya yang timbul atas penanganan muatan dipelabuhan muat ( Port of Loading). b). Biaya tebus D/O, Adm.D/O, dan Doc. Fee yaitu biaya yang dibebankan oleh Pelayaran atas pengambilan D/O. c).
- Biaya Pelabuhan, meliputi biaya penumpukan dan lift on full
- Biaya Operasional, biaya – biaya yang dikeluarkan EMKL meliputi biaya angkutan darat, biaya empty container, dan biaya non kwitansi yang tetap dihitung dalam laporan keuangan.
Bea Masuk Dan Pajak Dalam Rangka Impor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) salah satu tugasnya adalah memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang meliputi :
- Bea Masuk
- Cukai
- PPN Impor
- PPnBM
- PPh Impor
Dalam Pasal 1 butir 20 UU PPN No 42 Tahun 2009 dikatakan bahwa Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
Pada aturan yang sama butir 17 ; dikatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Dan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah atau ditambah dengan UU No. 17 Tahun 2006 yang dikenakan terhadap barang impor, disebutkan bahwa Bea Masuk adalah pungutan Negara.
Dalam kegiatan perdagangan internasional kita mengenal banyak cara yang digunakan untuk menentukan harga dan penyerahan barang misalnya : door to door, port to port, cost and freight, cost insurance and freight, dan freight on board. Namun yang sering dipakai dan diterima untuk kegiatan ekspor dan impor adalah system Freight on Board (FOB) dan Cost Insurance Freight (CIF).
FOB (Free On Board), artinya pihak eksportir hanya bertanggung jawab sampai barang berada di atas kapal (vessel). CIF (Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya.
Dalam menghitung Bea Masuk jika masih FOB berarti masih harus ditambah dengan Insurance, kalo sudah dengan CIF maka langsung bisa dihitung bea masuk dan pajaknya. Untuk menghitung Bea Masuk diperlukan juga kurs yang berlaku pada saat itu biasanya nggak beda jauh dengan kurs harian, untuk penghitungan pajak, kurs ditetapkan setiap minggu oleh menteri keuangan.
Tentang cara menghitung Bea Masuk dibagi menjadi :
- Bea Masuk Advalorum, yaitu tarif Bea Masuk yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu. Besarnya Bea Masuk terutang dihitung dengan cara mengalikan persentase dengan harga barang (nilai pabean). Contoh Bea Masuk = Tarif X Nilai Pabean/CIF X NDPBM ((Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan setiap minggu sekali).
- Bea Masuk Spesifik, yaitu tarif Bea Masuk yang dikenakan berdasarkan nilai rupiah tertentu dari satuan jumlah barang. Besarnya Bea Masuk terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Bea Masuk dengan jumlah barang yang diimpor. Saat ini hanya dikenakan untuk gula dan beras. Contoh Bea Masuk = Tarif X Jumlah Barang.
Contoh Nilai Impor, misalkan PT. Remapra Mengucap Syukur mengimport Spare Part dari negara Jerman dengan CIF USD 500.000,-, Diketahui berdasarkan Pos tarif dan pembebananan menurut Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) besar tarif bea masuk adalah 10% dan NDPBM yang berlaku adalah USD 1.- = Rp. 9.500 maka nilai Impor adalah sebagai berikut :
CIF (Cost + Insurance + Freight) Rp. 4.750.000.000,- Bea Masuk Rp. 475.000.000,- Nilai Impor Rp. 5.225.000.000,- PPN Rp. 522.500.000,-
Kesimpulan
Seperti dijelaskan bahwa Nilai Impor adalah salah satu unsur Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. PPN yang disetorkan tersebut merupakan kredit pajak bagi pengusaha Kena Pajak yang namanya tercantum dalam dokumen impor. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
Nilai Impor berarti Bea Masuk ditambah dengan CIF. Beberapa PKP memisahkan chart account untuk impor Bahan Baku dan Spare Part di dalam laporan keuangannya. Salah satu penyimpangan yang mungkin tidak disadari yaitu seperti yang diulas di awal tulisan, ketika staf akuntansi tanpa sadar melakukan dobel pencatatan dimana untuk bea masuk dibiayakan kembali dalam pos yang berbeda, yang tentu saja akan memperkecil laba usaha serta pajak terutangnya. Hal ini hanya akan diketemukan apabila petugas pajak sedikit jeli, dalam melihat biaya-biaya sehubungan dengan impor pada buku besar (General Ledger) serta dokumen dasarnya.
Sebagai arsip pembelajaran dan semoga bermanfaat….. 🙂