Ketika doa Steven menjadi dilema bagiku, Tuhan menunjukkan jalan-Nya kepadaku. Tepat sebelum ulang tahunnya yang ke-5, saya dan Steven sedang duduk di meja makan kecil miliknya sambil menikmati selai kacang dan sandwich jelly. Steven kemudian melihat ke arahku, dan dengan tampang serius penuh kebijaksanaan ia kemudian bertanya, “Ma, pernahkah terpikir oleh mama kalau Tuhan mungkin menginginkan supaya mama hanya memiliki satu anak saja?”
“Ya, anakku. Mama sudah memikirkan hal itu,” jawabku. “Dan jika memang harus seperti itu, mama senang karena Tuhan telah memberikan mama segalanya dalam satu paket ketika Tuhan memberikan kamu, putra kecil mama.”
“Well, saya pikir yang harus kita lakukan adalah terus berdoa sampai mama sudah terlalu tua untuk memiliki bayi lagi. Dan saat itulah kita akan tahu jawabannya.”
Steven belum mengerti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berdoa sampai saya “terlalu tua”. Yang dia tahu Sarah dalam kisah kitab suci berumur 90 tahun ketika ia melahirkan Ishak. Tapi apapun hasilnya, Steven tidak mempermasalahkan jika Tuhan pada akhirnya mengatakan tidak. Putraku tahu saya juga sering berkata tidak kepadanya, namun itu tidak berarti bahwa saya tidak mengasihinya. Namun hal itu justru menunjukkan, “Kami orangtuamu, dan kami tahu apa yang terbaik bagimu.”
Tuhan telah memberikan sebuah pelajaran besar kepada saya hari itu. Melalui iman seorang anak kecil seperti Steven, Tuhan memberikan contoh kepada saya bagaimana saya harus bersikap untuk mempercayai Tuhan yang begitu mengasihiku dan tahu dengan persis apa yang terbaik bagiku… dan terkadang itu berarti tetap menerima ketika jawaban yang diberikan-Nya atas doa kita adalah tidak.
Judul asli : friend to friend
written by Sharon Jaynes
Kisah ini menyadarkan aku untuk bersyukur saat aku sedang dibelengguh kekecewaan.
https://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/11/13/andoy-sahabat-yesus-selalu-bersyukur-dan-bersukacita-di-setiap-kesulitan-iman-seorang-anak/