Pada tanggal 18 Oktober 2024 lalu, telah berlaku dan diundangkan ketentuan terbaru terkait perlakuan perpajakan dalam Kerja Sama Operasi (KSO) atau sering dikenal dengan istilah Konsorsium atau Joint Operation (JO). Beleid tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 79 Tahun  2024 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Kerja Sama Operasi yang  ditetapkan tanggal 14 Oktober 2024. Tentunya ketentuan ini menjawab banyaknya pertanyaan terkait KSO, jikalau sebelumnya ketentuan hanya sebatas Surat yang dikeluarkan berdasarkan pertanyaan Wajib Pajak. Terkait tulisan terdahulu pembaca dapat mengunjungi tulisan sebelumnya yaitu :

Dalam tulisan berikut adalah ketentuan penegasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 79 Tahun  2024, kiranya dapat menjawab banyaknya pertanyaan terkait Kerja Sama Operasi.

PSAK Terkait Joint Operation

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 66 terkait pengaturan bersama menjelaskan Kerja Sama Operasi sebagai pengaturan bersama yang mengatur bahwa para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan, juga terkait hak atas aset dan kewajiban. PSAK 66 adalah adopsi dari IFRS 11 yaitu Joint Arrangements. Walau sebelumnya dalam PSAK 39 (dicabut dan tidak berlaku) KSO didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha, sehingga PSAK 66 yang berlaku sejak 1 Januari 2015 adalah mazab yang harus diikuti. Dalam PSAK 66 ini menjelaskan pengaturan dimana dua atau lebih pihak memiliki pengendalian bersama di mana bentuk pengaturan bersama dapat berupa operasi bersama atau ventura bersama.

Dalam PSAK Nomor 12, pengukuran atas transaksi kerja sama operasi lebih fokus kepada legal structure yang dinilai dari more under form (bentuk) dari kerja sama tersebut. Sementara PSAK 66 yang sejalan dengan konsep substance over form, lebih menekankan kepada hak dan kewajiban kontraktual dari masing-masing pihak dalam pengaturan bersama ini.

Latar Belakang

Dari berbagai surat penegasan memang lebih banyak menjelaskan bahwa KSO bukanlah sebagai subjek pajak badan. Namun, persoalan pun muncul ketika terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, KSO (joint operation) didefinisikan sebagai subjek pajak badan dengan kategori sebagai bentuk badan lainnya. Alasannya untuk menyelaraskan ketentuan baik di UU KUP, UU PPh dan UU PPN serta beberapa Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai subjek pajak badan, baik di ketentuan UU PPh maupun di UU PPN, seharusnya adalah sama.

Pengertian

  • Kerja Sama Operasi (KSO) adalah Badan yang berbentuk pengaturan bersama antaranggota kerja sama operasi yang mengatur bahwa anggota kerja sama operasi memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  • Anggota KSO adalah orang pribadi atau Badan termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan perjanjian kerja sama KSO.
  • Pelanggan (Project Owner) adalah orang pribadi atau Badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang dan/ atau jasa dari KSO atau Anggota, dan yang membayar atau seharusnya membayar harga barang dan/ atau membayar atau seharusnya membayar penggantian atas jasa tersebut.

Kewajiban KSO

a. Wajib NPWP dan PKP (sebelumnya disebut Administrative JO)

KSO wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Badan dalam hal perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria bahwa KSO:

  • melakukan penyerahan barang dan/ atau jasa;
  • menerima atau memperoleh penghasilan; dan/ atau
  • mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain,

atas nama KSO.

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KSO, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dilakukan paling lama 1(satu) bulan setelah saat pendirian KSO, dalam hal di dalam perjanjian kerja
sama KSO menunjukkan adanya kriteria di atas.

KSO  yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yaitu  apabila KSO telah melebihi batasan Pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai batasan Pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau 1 (satu) atau lebih Anggota telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Contoh :

Dalam rangka suatu pekerjaan konstruksi di kota Karawang, PT Nusahati bertempat di wilayah KPP Karawang, dan PT Nusa Konstruksi berkedudukan di Jakarta, serta  Japan Construction Co. Ltd yang bertempat kedudukan di Jepang melakukan perjanjian KSO dengan perjanjian PT Nusahati dirunjuk mewakili KSO (Leadfirm) dan diatur bahwasanya penyerahan BKP/JKP dari PT Nusahati, PT Nusa Konstruksi, dan Japan Construction Co. Ltd kepada pelanggan (Project Owner) dilakukan atas nama KSO dengan nama KSO NNC.

Berdasarkan ketentuan tersebut KSO NNC wajib :

  • mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  • melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada KPP Karawang.

b. Tidak Wajib NPWP dan PKP (sebelumnya disebut Non-Administrative JO)

KSO tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan PKP dalam hal perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya tidak memenuhi kriteria :

  • melakukan penyerahan barang dan/ atau jasa;
  • menerima atau memperoleh penghasilan; dan/ atau
  • mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain,

atas nama KSO.

Contoh :

PT Sigodang Hata membuka lowongan untuk melakukan pekerjaan Engineering, Procurement, and Construction (EPC). Untuk memperoleh pekerjaan tersebut, PT Ai So Ise dan PT Las Roha  membuat perjanjian kerja sama KSO dengan nama KSO A-L yang
digunakan hanya sebagai alat koordinasi. Selanjutnya, PT Ai So Ise dan PT Las Roha melakukan pekerjaan sesuai dengan bagiannya masing-masing sesuai dalam perjanjian tersebut.

PT Ai So Ise dan PT Las Roha membuat tagihan secara langsung kepada PT Sigodang Hata selaku Pelanggan dan penghasilan tersebut diakui oleh masing-masing perusahaan. PT Sigodang Hata melakukan pembayaran kepada PT Ai So Ise dan PT Las Roha serta melakukan pemotongan Pajak Penghasilan terhadap PT Ai So Ise dan PT Las Roha.

Berdasarkan hal di atas,  KSO A-L  tidak wajib:

  • mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  • melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Perlakuan PPN Bagi KSO Administrative

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh:

  • Anggota kepada KSO; dan
  • KSO kepada Pelanggan,
    dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.

Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak  yaitu pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan.

Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Anggota kepada KSO menggunakan nilai lain berupa nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama dan/atau dokumen kesepakatan.

Hal yang penting dipahami bagi pelaku KSO Administrative adalah besarnya nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota  dirinci
berdasarkan jenis Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Anggota.

Contoh :

PT K dan PT L membentuk KSO dengan nama KSO K-L yang bergerak di bidang real estat. KSO K-L telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Untuk membangun 10 (sepuluh) unit kondominium, PT K memberikan kontribusi kepada KSO K-L berupa tanah dengan nilai yang disepakati sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) dan PT L memberikan kontribusi kepada KSO K-L berupa jasa konstruksi dengan nilai yang disepakati sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

KSO K-L melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa 2 (dua) unit kondominium kepada Tuan M. Pada tanggal 1 Juli 2025, KSO K-L dan Tuan M membuat dan menandatangani perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai kondominium dimaksud, dengan harga jual sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) per unit. Berdasarkan hal di atas, perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah sebagai berikut.

  • Atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa 2 (dua) unit kondominium kepada Tuan M, KSO K-L wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 1 Juli 2025 dengan rincian: Pajak Pertambahan Nilai sebesar 2 x 12% x Rp40.000.000.000,00 = Rp9.600.000.000,00 (sembilan miliar enam ratus juta rupiah); dan
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 2 x 20% x Rp40.000.000.000,00 = Rp16.000.000.000,00 (enam belas miliar rupiah).

Atas kontribusi berupa penyerahan Barang Kena Pajak berupa tanah oleh PT K dan Jasa Kena Pajak berupa jasa konstruksi oleh PT L kepada KSO K-L terkait penyerahan 2 (dua) unit kondominium yang telah terjual:

PT K wajib membuat Faktur Pajak dengan:

  • tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12%;
  • dasar pengenaan pajak sebesar 2/10 x Rp200.000.000.000,00 = Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah); dan
  • Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12% x Rp40.000.000.000,00 = Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah);

PT L wajib membuat Faktur Pajak dengan:

  • tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12%;
  • dasar pengenaan pajak sebesar 2/ 10 x Rp100.000.000.000,00 = Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah); dan
  • Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12% x Rp20.000.000.000,00 = Rp2.400.000.000,00 (dua miliar empat ratus juta rupiah), paling lambat pada saat KSO K-L membuat Faktur Pajak kepada Tuan M

Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak berupa kontribusi dari PT K dan PT L merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh KSO K-L.

Perlakuan PPh Bagi KSO Administrative

Loading….

Download : Peraturan Menteri Keuangan nomor 79 Tahun  2024