Manusia yang tidak percaya kepada Tuhan harus mengampuni, menoleransi, dan membela diri sendiri. Mereka berpikir karena Tuhan tidak memberi mereka iman, maka mereka tidak bisa percaya kepada Tuhan. Bukankah Tuhan itu berdaulat dan memilih? Jika iman berasal dari Tuhan dan Tuhan tidak memberikan iman, saya tidak bisa percaya kepada-Nya, dan dengan demikian saya tidak bersalah. Orang-orang seperti ini segera akan menyalahkan Tuhan. Alasan ini setengah bohong, karena ada yang ditekan di dalam jiwanya.
Allah telah menanam iman dasar sebagai benih pertama, sebagai anugerah umum kepada setiap manusia. Iman dasar ini Tuhan tanamkan ketika seseorang lahir di dunia. Dua hal yang kelihatan yang berasal dari Tuhan: pertama, harus mempunyai iman, percaya bahwa Allah ada; kedua, harus mempunyai hasrat untuk mencari Dia, dan percaya Dia memberi anugerah. Di dalam Mazmur 14, Mazmur 50, dan Roma 3 dituliskan bahwa Allah melihat apakah ada yang mencari Dia, dan tidak ada satu pun yang mencari Allah. Jika saya tidak bisa mencari Tuhan, mengapa Tuhan menyuruh manusia untuk mencari Dia? Jika engkau tidak menekan benih yang menjadi iman dasar di dalam hatimu, engkau tidak mungkin tidak mencari Dia. Karena ditekan maka semua hancur. Jika dasar atau fondasi hancur, seluruh rumah akan roboh.
Jika iman dasar yang Tuhan tanamkan di dalam sanubarinya ditekan, semua kecelakaan akan tiba. Allah akan murka kepada orang yang menekan kebenaran di dalam hatinya, karena segala sesuatu dalam alam semesta menyatakan keberadaan Allah, sehingga dia tidak bisa berdalih. Jika iman dasar itu sudah ditekan, ia akan lenyap dan iman selanjutnya tidak mungkin ada, dan Tuhan akan membiarkan orang itu binasa. Satu-satunya tugas kita adalah jangan menekan suara hati nurani dan kebenaran sebagai iman dasar yang ditanam di hati kita. Jika iman dasar itu tidak ditekan, engkau akan mendengar suara Tuhan mencapai hatimu.
Jika firman Tuhan sudah diwahyukan sementara engkau tetap menutup telinga, kecelakaanmu tidak habis-habis. Orang yang paling celaka adalah orang yang menekan kebenaran di dalam hatinya. Jika engkau menekan kebenaran dasar yang ditanam dalam hatimu, seluruh hidup akan menjadi tragedi, sedemikian menakutkan dan mengerikan. Orang yang menutup telinga adalah orang yang membutakan dan menulikan dirinya sendiri.
Iman selanjutnya akan tiba setelah kita tidak menekan dan tidak menutup telinga, sehingga Tuhan akan mulai bekerja. Iman datang dari firman; firman mengandung benih iman. Jadi kita melihat beberapa isu: pertama, pemikiran bahwa seseorang tidak bisa percaya karena Tuhan tidak memberinya iman adalah pikiran yang salah karena sesungguhnya dia menekannya; kedua, iman Kristen itu tidak masuk akal; ketiga, seseorang merasa tidak bisa percaya karena belum mengalami; keempat, dia tidak bisa percaya karena tidak ada bukti.
Jika orang berdosa mencela Tuhan dengan empat presuposisi yang salah di atas ini, orang Kristen sering kali minder. Orang Kristen sering kali panik karena merasa tidak bisa memperlihatkan Tuhan dan tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan, sehingga orang jadi tidak bisa percaya. Ia mulai percaya bahwa karena ia tidak bisa menjelaskan secara logis untuk orang itu bisa menerimanya, maka tentulah orang itu tidak bisa percaya. Atau ada yang berpikir, “Wah celaka, saya tidak bisa mengakibatkan dia mengalami Tuhan, sehingga wajar kalau dia tidak bisa percaya.” Atau, “Saya tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan, karena saya kalah pandai dengan dia, sehingga dia tidak bisa percaya kepada Tuhan.” Banyak orang yang sekolah setengah tinggi sudah menganggap diri sangat tinggi. Banyak orang sudah memperkembangkan otaknya dan menganggap diri paling pandai, lalu mereka menganggap Allah pun tidak bisa meyakinkan mereka dan tidak mungkin menaklukkan otak mereka.
Benarkah orang yang tidak melihat akan makin tidak percaya? Tidak benar! Alkitab mengajarkan urutan yang terbalik. Jika engkau tidak beriman, engkau tidak bisa melihat, karena melihat bukan dasar untuk beriman, tetapi melihat adalah hasil dari iman. Jika iman sudah ada, roh dapat melihat yang tidak dilihat orang lain. Engkau melihat kemungkinan, maka engkau adalah orang beriman. Engkau bisa melihat sesuatu yang mungkin, engkau bisa melihat sesuatu di masa yang akan datang, dan engkau bisa melihat masa depan begitu cerah, maka engkau hidup di sana, bekerja di sana, dan engkau berjuang di sana, sehingga engkau menjadi seorang yang sukses.
Orang sukses bukanlah orang yang sudah melihat baru percaya, tetapi sebaliknya, orang yang agung jiwanya, yang di dalam kesulitan masih dapat melihat kemungkinan, di dalam larangan dapat melihat potensi, dan di dalam musuh melihat kemenangan, karena kemenangan datang dari perjuangan, bukan ditunggu dengan santai. Tanah Israel yang diberikan Tuhan kepada orang Israel adalah tanah orang Kanaan yang besar dan gagah, sehingga di antara dua belas orang yang mengintai, sepuluh pengintai mengatakan tidak mungkin mendapatkan tanah itu karena mereka terlalu berkuasa dan terlalu kuat. Tetapi ada dua pengintai yang mengatakan bahwa meskipun mereka perkasa, kita tidak takut karena Tuhan menyertai. Inilah dua orang yang melihat kemungkinan. Orang yang beriman berbeda dari orang yang tidak beriman; yang satu positif dan yang lainnya negatif. Ada perbedaan pandangan antara orang yang optimistis dan pesimistis. Seorang yang haus dan ingin minum menemukan separuh gelas air. Seorang optimis mengatakan, “Tidak apa-apa hanya separuh, cukup untuk membuat saya tidak haus lagi.” Tetapi seorang pesimis mengatakan, “Wah, airnya mengapa hanya separuh? Siapa yang meminum separuhnya? Apakah dia mengidap kanker atau penyakit menular? Sebaiknya saya tidak minum karena hanya separuh.” Orang yang optimistis melihat separuh yang ada, sementara orang yang pesimistis melihat separuh yang kosong. Lalu orang yang optimistis itu meminumnya dan mendatangkan faedah bagi dia, sehingga potensi itu menghentikan kehausannya.
Setiap orang mempunyai dua sisi kemungkinan: positif dan negatif, optimistis dan pesimistis. Orang beriman melihat kemungkinan, segala yang tidak mungkin menjadi mungkin. Jangan pesimistis, jangan negatif, jangan susah. Harus melihat kemungkinan untuk digarap. Jika diberi kekuatan, potensi, bakat, semua itu tidak boleh dikuburkan, tetapi harus dinyatakan dan harus dilaksanakan.
Seorang filsuf besar pernah bercerita, ketika masih kecil ia pernah diberi boneka yang bagus sekali, sehingga ia begitu senang. Tetapi satu hari, karena tidak berhati-hati, bonekanya jatuh dan kepalanya berlubang. Ia menangis keras sekali. Ayahnya bertanya mengapa ia menangis, dan ia menjelaskan bahwa bonekanya pecah, dan ia mau mati saja. Ayahnya marah, bagaimana hidup menjadi tidak berarti karena boneka pecah sehingga mau mati. Ayahnya bilang, “Hari ini bukan hari menangis, hari ini adalah hari menempel kepala boneka supaya kembali baik.” Anak itu sambil menangis mengatakan tidak mau. Tetapi ayahnya menegaskan kalimat yang sama, “Hari ini bukan hari menangis, hari ini hari memakai tanah, memakai semen, memperbaiki boneka itu sampai pulih lagi.” Anak itu disuruh ikut perkataan ayahnya berulang kali, akhirnya anak itu mau menurut. Dia pergi mencari semen, tanah, lalu memperbaiki bonekanya. Setelah kembali dicat lagi, boneka itu kembali seperti sedia kala, dan ia membawa boneka itu ke ayahnya. Andai dia tidak mau, ia mengalami celaka. Ia bisa melihat kemungkinan yang lebih baik, tidak perlu kecewa, tidak perlu bunuh diri, tidak menipu diri, melainkan harus berdiri tegak, berani maju, karena melihat kemungkinan.
Melihat semua kemungkinan, melihat segala sesuatu secara optimistis, melihat segala sesuatu dengan iman, di mana iman itu sendiri merupakan benih rohani. Iman adalah penglihatan dalam roh, ketika rohmu melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain. Satu kali seorang anak kecil bermain layangan. Awan gelap menutup layangannya. Tali layangan itu terasa berat ketika ditarik. Orang lain mengatakan, “Angin terlalu besar, sudah kabur layangannya.” Anak ini mengatakan, “Layanganku masih ada, aku merasakan beratnya.” Tidak terlihat mata tidak masalah, tetapi hati melihat. Inilah iman! Iman adalah penglihatan dalam roh. Jika rohmu tidak buta, tidak usah takut mata tidak melihat. Berapa besar angin, berapa tebal awan, berapa kaburnya penglihatan, engkau tidak dapat melihat, tetapi engkau dapat merasakannya. Orang beriman bagaikan tangan saya yang kelihatan sedang dipegang oleh tangan Tuhan yang tidak kelihatan, dan saya merasakan Dia sedang memegang tangan saya, dan Dia sedang memimpin saya.
Iman adalah hal yang engkau bisa lihat yang tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak beriman. Iman adalah bagaimana engkau melihat hal-hal tentang Allah yang tidak dilihat oleh orang lain. Orang lain tidak dapat melihat, engkau dapat melihat; orang lain tidak dapat merasakan, engkau dapat merasakan. Iman adalah penglihatan yang terjadi di dalam hal rohani.
Di dalam 2 Korintus 4:4, Paulus berkata, “Orang yang tidak beriman hatinya sudah dibutakan oleh raja dunia.” Siapakah raja dunia ini? Setan. Siapa Tuhan dunia ini? Kristus. Siapa Tuhan langit dan bumi? Allah. Siapakah ilah dunia ini? Iblis. Alkitab memakai istilah yang sangat teliti. Raja atau penguasa dunia sementara adalah Iblis, maka ia disebut raja dunia. Orang yang dibutakan hatinya, penglihatan rohaninya sudah dibutakan, orang itu tidak beriman. Paulus mengatakan bahwa iman adalah penglihatan di dalam hati. Kamu berjalan melalui iman, bukan melalui pandangan mata. Jika kita tidak dapat melihat secara rohani, seberapa pun besar mata kita, itu akan sia-sia. Banyak orang yang matanya besar tetapi hatinya tidak melihat apa-apa. Tetapi ada orang yang matanya buta tetapi hatinya melihat rencana Tuhan dengan jelas.
Helen Keller adalah sebuah contoh yang luar biasa. Ia seorang yang buta dan tuli, dan menurut psikologi kedua jendela jiwanya sudah tertutup, tidak ada kemungkinan untuk berhubungan dengan dunia luar. Karena suara lewat telinga dan pandangan lewat mata. Jika mata buta dan telinga tuli, manusia tidak dapat lagi mendekati dunia di luar dirinya. Tetapi orang buta yang jiwanya tidak buta lebih bahagia daripada orang yang bermata besar tetapi jiwanya buta. Orang yang tidak tuli hatinya lebih berbahagia daripada orang yang tidak tuli telinganya. Telingamu mendengar apa pun, tetapi tidak bisa memilih dengan baik, karena dalam jiwamu tidak ada seleksi, sehingga akhirnya engkau celaka.
Musik yang agung justru ditulis oleh orang-orang yang tuli. Symphony nomor 5, 6, 7, 8, dan 9 ditulis Ludwig van Beethoven ketika dia sudah tuli. Syair Paradise Lost ditulis oleh John Milton yang buta, penyair terbesar dalam sejarah Inggris dan Persemakmuran. Syair terbaik ditulis oleh orang buta, musik paling indah ditulis oleh seorang yang tuli, karena manusia bukan bersandarkan materi, seperti hidup tidak hanya bersandar pada roti saja, tetapi bersandarkan pada firman Tuhan.
Bersambung…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-7-doktrin-iman