Dalam sebuah kelas perpajakan, menjelang akhir pembelajaran seorang instruktur brevet bercerita.
Pada suatu ketika ada sepasang suami isteri tergesa-gesa berlari menuju ke helikopter yang terlihat terbang rendah dari puncak gedung hotel, mereka berlari untuk menyelamatkan diri karena hotel yang mereka tempati mengalami kebakaran yang sangat besar pada lantai bawah dan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri hanya melalui puncak gedung.
Tetapi saat sampai di atas sana, mereka menyadari bahwa pada helikopter hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Dengan segera dan cepat sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu, sementara sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum akhirnya helikopter menjauh dari api yang sudah mendekat.
Api itu semakin membesar dan menghanguskan seluruh bangunan hotel, banyak tamu hotel yang menjadi korban kebakaran tersebut, ada yang mencoba melompat dari ketinggian dan ada juga pasrah menerima keadaan termasuk juga sang istri.
Lalu sang Instruktur yang menceritakan kisah ini bertanya pada peserta brevet perpajakan yang hadir saat itu, menurut kalian, apa kalimat yang sang istri itu teriakkan, sebelum api menghanguskan semuanya?
Hampir semua peserta brevet perpajakan menjawab dengan emosional mengatakan:
- Kamu jahat,
- Aku benci kamu,
- Kurang ajar,
- Kamu egois,
- Gak tanggung jawab,
- Gak tau malu,
- dan lain-lain.
Namun, dipojok ruangan ada seorang peserta yang hanya diam saja, dan instruktur itu meminta gadis dewasa yang diam itu untuk menjawab.
Jawabnya dengan tenang dan percaya diri, Saya yakin Istrinya berkata… “Tolong jaga dan rawat anak kita baik-baik.”
Instruktur tersebut agak terkejut dan bertanya, “apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Peserta brevet yang seorang gadis dewasa tersebut menggeleng, belum, tapi itu yang dikatakan oleh ibu saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis yang di derita saat itu.
Instruktur brevet itu menatap seluruh kelas dan berkata:
Jawaban ini benar dan melanjutkan ceritanya
Hotel itu kemudian benar-benar terbakar habis dan sang suami harus kembali ke kota kecilnya dengan air mata yang terus menetes harus menjemput anak-anak mereka yang masih duduk di bangku sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dan balita. Suami yang juga seorang ayah itu kembali untuk mengasuh anak-anak mereka seorang diri tanpa berniat untuk menikah lagi dan kisah pilu tersebut di simpan rapat rapat, tanpa pernah dibahas lagi.
Bertahun-tahun kemudian, anak- anak itu sudah menjadi dewasa. Ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi dokter, dan seorang lagi masih bekerja sambil kuliah. Pada suatu hari ketika anak bungsunya yang masih kuliah bersih-bersih kamar sang Ayah, anak itu menemukan buku harian ayahnya, dia menemukan kenyataan bahwa saat orang tuanya ke hotel itu, mereka sedang berobat jalan karena sang ibu menderita penyakit kanker ganas dan vonis dokter masa hidupnya tidak akan lama lagi.
Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dan dia menulis di buku harian itu:
“Betapa aku berharap istriku lah yang berada di Helikopter itu,” Isteriku tercinta, tapi demi anak-anak kita, terpaksa dengan hati menangis membiarkan kamu terbakar sendirian.
Si anak bungsu kemudian menceritakan kepada kedua kakak nya, dan mereka bertiga segera menyusul sang Ayah di tempat kerjanya, mereka sujud mencium kaki sang Ayah bergantian dan mengucap syukur atas perjuangan sang Ayah membesarkan mereka semua, sekalipun dengan beban mental yang demikian berat.
Cerita sang Instruktur itu selesai, dan seluruh kelas pun terdiam.
Instruktur itu kemudian berkata : “Bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita pikirkan, ada berbagai macam komplikasi dan alasan dibaliknya yang kadang sulit kita dimengerti.”
Karena itulah jangan pernah melihat hanya luarnya saja dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa kita tahu apa-apa.
- mereka yang sering membayar untuk orang lain bukan berarti kaya, tapi karena lebih menghargai hubungan dari pada uang,
- mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh bukan karena bodoh, tapi karena lebih menghargai konsep tanggung jawab,
- mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar bukan karena bersalah, tapi karena lebih menghargai orang lain,
- mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu bukan karena merasa berhutang, tapi karena menganggap kita adalah sahabat,
- mereka yang sering mengontakmu, dan mengajakmu reuni atau silahturahmi bukan karena tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.
Sebagai kata-kata penutup, sang instruktur memberikan pesan “Jangan mudah bagi kita mengambil kesimpulan hanya karena asumsi,” sepanjang masih diberi kesempatan untuk hidup marilah kita berkarya dan bermanfaat bagi setiap orang, pergunakanlah ilmu yang dipelajari dengan bertanggung jawab.
…
Sumber : diambil dan di edit dari https://www.defantri.com/2017/08/kisah-inspiratif-mengambil-kesimpulan.html