“Aku percaya kepada Roh Kudus” adalah butir ketiga dari Pengakuan Iman Rasuli. Tidak ada agama yang berbicara adanya Pribadi Kedua dan Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal. Mereka tidak memiliki pengertian ini, apalagi kepercayaan kepada Roh Kudus yang adalah Allah. Ketika Allah mencipta segala sesuatu, manusia dicipta berbeda dari segala makhluk, manusia dicipta menurut peta teladan Allah. Satu-satunya makhluk yang mirip dengan Sang Pencipta, dan memiliki kekekalan hanyalah manusia. Manusia mempunyai sifat kekekalan di dalam dirinya, karena Allah membubuhi sifat yang mirip dengan sifat Allah. Allah itu Roh adanya, maka manusia juga diberikan roh ciptaan yang bersifat kekal.
Roh Allah adalah Roh Pencipta, roh manusia adalah roh yang dicipta. Roh Allah adalah Roh yang kekal pada diri-Nya, roh manusia adalah roh kekal yang diciptakan Allah. Karena Allah itu Roh adanya, kita diberikan roh sebagai sifat dasar eksistensi kita, sehingga kita mempunyai kesadaran keberadaan diri yang tidak mungkin ada pada makhluk yang lain. Manusia dan malaikat memiliki roh yang dicipta oleh Allah yang bersifat kekal. Roh kekal yang ada pada malaikat adalah roh yang dicipta tanpa ada gabungan dengan unsur yang lain, sedangkan roh kekal yang dicipta di dalam diri manusia adalah roh yang bergabung dengan materi, yang disebut tubuh ketika masih hidup dan disebut mayat ketika sudah mati. Tubuh bersifat jasmaniah, sedangkan roh bersifat rohaniah, yaitu jiwa yang tidak kelihatan.
Allah menciptakan manusia dengan memberikan roh, sehingga roh manusia disebut sebagai roh yang hidup. Jiwa yang bersifat rohani ini merupakan substansi yang tidak kelihatan, yang bersifat rohaniah dan kekal adanya. Kita adalah makhluk yang terhormat, karena mempunyai roh kekal dari Allah. Dengan demikian roh kita memiliki kesadaran, keberadaan diri yang bertanggung jawab pada hari yang kekal. Manusia memiliki kesadaran yang mempunyai sifat relatif dengan Allah Sang Pencipta. Manusia dicipta dengan memiliki konsep keberadaan Ilahi di luar keberadaan diri. Keberadaan Allah menjadi iman kepercayaan yang paling dasar dan umum dalam kebudayaan manusia. “Aku percaya kepada Allah, Sang Pencipta langit dan bumi.”
Di dunia ini ada dua macam manusia. Pertama, manusia yang hidup di dalam roh yang dicipta dan berkesadaran sendiri, dalam keberadaan sendiri dan tidak ada hubungan dengan Tuhan. Manusia ini adalah manusia yang kasihan, belum menemukan hubungan normal di mana ia harus menghadap Tuhan. Dan kedua, manusia yang dicipta Tuhan dengan keberadaan kesadaran diri ber-roh, hidup di dalam relativitas dengan Allah. Manusia yang mempunyai Roh Allah adalah manusia yang tidak sepi, tidak tersendiri, dan menikmati penyertaan yang terbesar, di mana Allah sendiri berdiam di dalam dirinya.
“Aku percaya kepada Roh Kudus” adalah kalimat yang paling menghibur dan menguatkan, karena manusia tidak hidup tersendiri. Yang paling sulit dan tidak bisa diterima, ditahan, dan dilewati manusia adalah ketika ia harus hidup tersendiri. Tuhan mencipta manusia dengan sifat relativitas, yaitu sifat relatif atau sifat harus berelasi. Relativitas keberadaan manusia memiliki beberapa aspek.
Pertama, hidup dengan orang-orang yang dikenal, dicinta, dilahirkan, dan dinikahi. Tetapi Tuhan juga mencipta manusia dalam relasi vertikal, yaitu antara Allah dan manusia, antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Tuhan tidak mau kita hidup hanya di kalangan yang dicipta saja, tetapi hidup dalam hubungan antara yang dicipta dan Yang Mencipta. Tuhan sendiri menjadi kawan, berelasi dengan kita. Dia memberikan wahyu kepada kita. Pewahyuan berarti Tuhan berbagi kebenaran-Nya. Ketika Allah berbagi kebenaran-Nya kepada kita, kita dapat mengerti kebenaran dari atas, sehingga kita dapat mengerti kebenaran dari Sang Pencipta, kita dapat mengerti kebenaran dari dunia yang tak kelihatan.
Kita menjadi dekat kepada Tuhan melalui pengertian kebenaran yang tidak kelihatan, kekal, di dalam dunia yang melampaui materi. Ini adalah relasi yang luar biasa agung dan terhormat, yang hanya diberikan kepada manusia. Siapakah manusia? Pertanyaan ini menjadi pemikiran yang tajam, dalam, dan paling penting dalam diri, pengejaran pengetahuan dari seluruh hidup dan kebudayaan manusia. Kita ingin mengerti kebenaran, Allah mewahyukan kebenaran melalui Roh Kudus. Allah tidak mau kita tidak mengerti apa-apa, hidup tanpa kebenaran seperti binatang. Binatang selain makan dan seks, tidak ada hal lain di dalam kehidupannya.
Di dalam sejarah Tiongkok Kuno sekitar dua ribu tahun yang lalu, ada istilah “makan dan seks, hanya itulah totalitas kehidupan”. Tetapi di Barat dan Timur muncul orang-orang yang memiliki pemikiran yang lebih dalam, yang mau mengerti perbedaan antara manusia dan binatang, dan apa keunikan manusia hidup di tengah-tengah semua ciptaan lainnya di alam semesta ini. Apa hubungan manusia dengan alam? Manusia adalah yang tertinggi di alam. Apa yang menjadikan manusia berbeda dari semua ini? Apa yang menyebabkan manusia berusaha, bergumul, dan mati-matian berusaha mencari rahasia untuk hidup lebih panjang? Mengapa manusia mau mengalahkan alam?
Sebelum Sokrates, telah banyak orang pandai, tetapi mereka terkurung dalam satu batasan, yaitu hanya mau mengerti alam. Tidak ada gagasan yang mau melampaui alam. Sokrates adalah orang pertama yang melakukan revolusi filsafat, membangunkan kesadaran bahwa manusia lebih dari alam. Ia mengatakan bahwa engkau harus mempunyai pengertian tentang diri sendiri. Engkau ingin mengetahui segala sesuatu, sekarang ketahuilah dirimu sendiri, karena ini dasar pengetahuan yang lebih penting dari segala sesuatu.
Banyak orang ingin tahu banyak hal, pergi belajar di banyak negara, mendapat gelar sebanyak mungkin, semua sudah tahu, tetapi tidak tahu diri itu siapa, tugas diri itu apa, tanggung jawab diri seharusnya menjadi manusia yang bagaimana, akhirnya ia menghancurkan dirinya sendiri. Sokrates mengatakan, “Jika engkau mendapatkan tanah yang ada emas di dalamnya, mendapatkan banyak harta, tetapi kehilangan anakmu, apa untungnya? Apa gunanya engkau mengetahui segala alam tetapi tidak mengetahui dirimu?” Yesus mengatakan, “Apa gunanya engkau mendapatkan seluruh isi dunia ini, tetapi kehilangan nyawamu?” (Mat. 16:26). Dengan kalimat ini, Yesus telah melampaui Sokrates, yang hanya mengajar tentang ketahuilah dirimu, sementara Yesus mengajarkan selamatkanlah dirimu; engkau mendapat segala sesuatu, tetapi kehilangan nyawamu, maka engkau binasa. Alkitab memberikan kebenaran yang lebih tinggi dari semua kebenaran agama, kebudayaan, filsafat, karena Alkitab adalah firman Allah. Protagoras, seorang filsuf yang sezaman dengan Sokrates, mengatakan, “Manusia berbeda dengan segala sesuatu karena manusia memberi nilai kepada sesuatu.” Manusia bisa mengukur, menilai, dan mengategorikan, oleh karena itu manusia lebih tinggi dari segala sesuatu.
Sokrates mengubah arah filsafat, mengutamakan manusia daripada alam. Semua filsuf Gerika dapat dibagi menurut dua buku, yaitu On Nature (Tentang Alam) dan On Principle (Tentang Prinsip). On Nature menyelidiki alam dan gejala-gejalanya untuk membuktikan suatu kebenaran, serta memberikan tantangan supaya manusia menyelidiki apa itu alam. On Principle mengenal alam memakai cara apa, dengan pikiran apa, dan apa prinsip-prinsipnya. Sehingga On Principle adalah tentang metodologi bagaimana mengerti sesuatu, sementara On Nature adalah hasil dari pengertian. Tetapi Sokrates mengatakan, “Tanggung jawab pertama manusia adalah mengerti dirinya terlebih dahulu, baru setelah itu mengerti orang lain, dan kemudian mengerti alam di sekelilingmu.” Filsafat berubah, dari mau mengerti alam, menjadi mau mengerti diri. Sokrates mengatakan, “Ketahuilah dirimu,” tetapi dia tidak memberikan metode bagaimana caranya mengetahui diri. Ketika menyelidiki alam diperlukan alat. Ketika menyelidiki diri, alat apakah yang bisa digunakan? Tidak ada filsuf dan kebudayaan besar yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Untuk mengerti diri, tidak bisa memakai ilmu pengetahuan, metodologi, atau alat apa pun, tetapi harus menggunakan suatu pengertian naluriah untuk menganalisis, memperhitungkan, memperkirakan, yaitu menggunakan pengertian rohani.
Di dalam dua generasi setelah Sokrates, muncul dua filsuf, yaitu: 1) Mensius di Tiongkok, dan 2) Aristoteles di Gerika. Aristoteles menemukan manusia lebih daripada semua binatang karena manusia memiliki unsur yang tidak ada pada binatang. Manusia memiliki rasio. Manusia bisa berpikir, mengukur, menganalisis, memberikan pengamatan, memakai logika untuk menemukan ajaran kebenaran. Binatang, jika dapat melakukan ini dan itu, adalah karena dilatih dan merupakan tindakan mekanis, bukan muncul dari suatu keinginan untuk mencari kebenaran. Mensius memberikan kesimpulan, manusia lebih tinggi dari semua binatang karena empat hal: 1) Naluri simpati, misalnya saya melihat ada seorang anak kecil jatuh ke sumur, maka pasti saya akan berusaha menyelamatkan dia. Anak itu bukan anak saya, tetapi karena saya manusia dan dia juga manusia. Ini adalah perasaan simpati, perasaan mau mengerti kesusahan sesama, dan itu menjadikan engkau manusia. 2) Manusia mempunyai perasaan malu jika berbuat salah. Ketika seseorang sudah berbuat salah, ia mempunyai perasaan mengapa ia melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Lalu ia mulai sedih, memarahi diri, menyesal, menangis, dan menegur diri. Ini namanya hati menegur kesalahan, malu akan kejahatan. Ini hanya ada pada manusia. Tidak ada harimau yang menyesal setelah makan manusia. 3) Manusia adalah manusia karena memiliki perasaan ingin mengalah, memberi hormat, dan mendahulukan orang lain. Walaupun mengalah, senang telah mengerjakan sesuatu, menghormati orang lain, mendapatkan dorongan, hiburan, dan kepuasan yang luar biasa. 4) Hati yang bisa membedakan benar atau salah, boleh atau tidak, harus atau tidak. Keempat hal ini membuat manusia lebih tinggi dari semua binatang. Seluruh kebudayaan Timur berjalan menurut garis besar ini. Aristoteles menjadi penentu arah bagi seluruh kebudayaan Barat dan Mensius bagi kebudayaan Timur.
Barat lebih mementingkan rasio dan Timur lebih mementingkan hati. Allah mencipta manusia menurut peta dan teladan Allah. Tuhan adalah rasio yang paling pokok dan sumber segala sumber. 1) Allah adalah Kebenaran itu sendiri. Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, memiliki keinginan mau mencari kebenaran, maka menggunakan rasio untuk menjadi alat menemukan kebenaran. 2) Allah juga adalah emosi yang murni, maka manusia memiliki emosi. Kita bisa mencintai dan perlu dicintai. Seseorang yang sudah dicintai sepenuhnya tetap tidak puas, setelah dewasa mau menjadi sumber cinta, dan harus ada orang yang dicintai. Jika hanya dicintai tetapi tidak bisa mencintai, ia tetap tidak puas. Kepuasan cinta didapat ketika ada orang yang mau menerima cinta mereka, barulah hidup terasa lebih sempurna. 3) Allah adalah kemauan yang menjadi kehendak alam semesta yang paling besar, sehingga manusia juga dicipta dengan mempunyai kemauan. Manusia mau ini atau itu, mau mengerjakan ini atau itu, sehingga ada kemauan yang diciptakan oleh manusia. Rasio dan hati nurani adalah peta teladan Allah. Manusia mementingkan perasaan hati nurani karena dicipta oleh Tuhan. Manusia mempunyai rasio ingin mengetahui segala kebenaran, karena ia dicipta oleh Tuhan.
Tidak ada istilah “hati nurani” dalam Alkitab, tetapi ada peristiwa adanya hati nurani. Di dalam Kejadian 3, Adam makan buah terlarang, setelah makan ia merasa takut. Ini pertama kalinya fungsi hati nurani ditulis di dalam Alkitab. Seseorang yang sudah berbuat salah, ia merasa takut, lalu menyembunyikan diri. Hati nurani akan memberikan dampak positif ketika perbuatan seseorang benar; sebaliknya, akan memperkembangkan fungsi negatif ketika berbuat salah. Ketika berbuat salah, hati nurani akan menghakimi, menegur, mempermalukan, karena engkau berbuat salah.
Ayat paling penting tentang hal ini ada di Amsal: “Roh manusia adalah pelita Allah” (Ams. 20:27). Istilah hati nurani dan fungsinya dinyatakan dalam berbagai peristiwa Alkitab. Adam merasa takut setelah makan buah terlarang, Daud merasa bersalah jika membunuh Saul, sehingga akhirnya ia hanya memotong dan mengambil punca pakaian Saul. Ini semua adalah bukti adanya hati nurani.
Hati nurani adalah utusan Tuhan, wakil Tuhan, yang menjadi hakim di dalam hati seseorang untuk memberikan pengadilan, teguran, dan penghakiman akan semua yang seseorang lakukan. Baik filsafat Timur maupun Barat mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang begitu unik, khusus, dan berbeda dari semua binatang. Manusia dicipta menurut peta teladan Allah dan salah satu unsur pembedanya adalah memiliki hati nurani. Ketika manusia hidup tanpa Tuhan, hati nuraninya rusak, bebas secara liar, dan menggunakan semua kelakuan dan kemauan tanpa arah dari Tuhan. Tuhan menurunkan Roh Kudus untuk mendampingi, memberikan penghiburan, menasihati, dan memberikan pengarahan kepada mansuia.
Di dalam Pengakuan Iman Rasuli, pengakuan “Aku percaya kepada Roh Kudus” adalah pengakuan yang sangat penting dan indah. Allah memberikan Roh untuk menjadi penolong bagi manusia. Kita bersyukur kepada Tuhan yang memberikan Roh-Nya sendiri untuk menolong kita dan membawa kekuatan baru. Inilah Roh Penolong, Roh Penasihat, Roh Penghibur dari Yesus Kristus. Yesus berkata, “Aku pergi, dan akan mengirimkan Roh Penghibur kepadamu.” Roh Kudus diturunkan kepada manusia untuk menjadi pendamping manusia yang paling berkuasa. Parakletos, dari kata para yang artinya di samping atau mendampingi. Roh yang mendampingi kita bukanlah Roh yang lemah, yang bodoh, dan tidak berkuasa. Dia adalah Allah sendiri. Roh Kudus dari atas memberikan urapan; dari samping memberikan perlindungan; dari dalam menjadi penghibur yang kuat; dari depan menjadi pemimpin; dari belakang mengiring dan melindungi. Allah yang berada di takhta yang tertinggi di sorga mengirim Anak-Nya masuk ke dalam sejarah untuk mati bagi saya, bangkit bagi saya; dan setelah itu mengirim Roh Kudus sebagai utusan terbesar untuk mengelilingi, mendampingi, mendahului, membelakangi, dan berada di dalam untuk menghibur. Kita begitu diberkati karena mendapat pemberian terbesar, yaitu Roh Allah turun ke dunia menyertai kita.
Tuhan Yesus berkata, “Aku akan mengirim Roh ke dalam hatimu, menyertai engkau sampai selamanya. Engkau bukan hidup terkutuk seorang diri, engkau akan didampingi Roh Kudus.” Roh berada di dalam hidup kita, Roh Penghibur, Roh Kasih, yang menuangkan cinta kasih Allah yang limpah ke dalam hati kita untuk selama-lamanya. Itulah Roh Kudus.
Pertama, Roh ini adalah Roh yang kekal. Semua persahabatan tidak kekal karena manusia bisa berubah. Janji para pedagang bisa berubah, karena manusia tidak bisa dipercaya. Tetapi Roh Allah yang dikirim adalah Roh Kekal dan Allah yang bertanggung jawab. Dia akan menyertai sampai kesudahan alam. Hanya satu ayat yang mengatakan, Roh Suci adalah Roh yang kekal, yaitu dalam Ibrani 9:14. Yesus Kristus mempersembahkan darah-Nya, melalui Roh Kudus. Roh Kudus yang membawa darah Yesus kepada Allah Bapa adalah Roh Kudus yang kekal. Maka Roh Kudus mempunyai pelayanan yang kekal, berkhasiat kekal, dan pelayanan itu membawa darah Yesus untuk dipersembahkan kepada Allah, demi membersihkan hati nurani dan menyucikan semua perbuatan kita. Penebusan itu dilaksanakan oleh Roh Kudus melalui mempersembahkan Kristus dengan khasiat kekekalan, sehingga mendapatkan hasil yang kekal. Ini ciri khas pertama: Roh yang kekal.
Kedua, Roh Kudus adalah Roh yang suci. Kesucian adalah sifat Ilahi yang paling hakiki. Istilah “suci” di dalam Alkitab mempunyai arti bersih tanpa cela dosa di dalamnya, tanpa melanggar hukum dan sifat Allah. Suci berarti suatu kekudusan yang tidak bercacat cela, di mana hidupnya, moralnya, dan segala kelakuannya berkenan kepada Tuhan sepenuhnya. Kesucian adalah satu-satunya sifat Ilahi yang tidak dimiliki oleh yang lain. Dalam Alkitab, hanya satu kali menyatakan “suci, suci, suci” (Yes. 6:3). Tiga kali kesucian hanya dimiliki oleh Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Bapa adalah Allah yang suci. Anak-Nya adalah Anak yang suci. Hanya satu yang kudus dari Allah, yaitu yang turun menjadi manusia, Yesus Kristus. Dan Roh Allah adalah Roh yang suci, yang memberikan kebersihan kepada manusia. Engkau harus menjadi orang Kristen yang suci, karena kesucian itu bukan karunia dari Allah, melainkan adalah sifat Allah, esensi Allah sendiri yang tidak bisa dipalsukan. Jangan lupa, karunia bisa dipalsukan, mujizat bisa dipalsukan, bakat bisa dipalsukan, perkataan bisa dipalsukan, yang tidak bisa dipalsukan adalah hidup suci. Seorang hamba Tuhan boleh pintar melakukan mujizat, berkhotbah, pandai dengan banyak karunia lain, tetapi perlu kita lihat hidupnya suci atau tidak. Jika hidupnya tidak suci, semua karunia tiruan, semua karya pelayanan tidak ada gunanya. Yang paling penting, esensi Allah ada pada dia, atribusi Allah ada pada dia, sifat moral Allah ada pada dia, ini membuktikan dia dipenuhi Roh Kudus. Allah yang suci, mengirim Anak yang suci, dan memberikan Roh yang suci di dalam Gereja. Karunia paling besar yang Tuhan berikan kepada Gereja adalah memberikan Roh suci untuk mendampingi Gereja.
Ketiga, Roh Allah adalah Roh kebenaran. Istilah Roh Kudus adalah Roh kebenaran terdapat dalam Yohanes pasal 14-16. Yesus berkata, “Aku akan pergi dan Roh kebenaran akan turun kepada kamu; Aku akan mengirim Roh kebenaran itu datang ke dunia, dan Dia akan beserta dengan engkau, Dia akan tinggal di dalam hati engkau, sampai selamanya.” Roh kebenaran akan menyucikan engkau, karena Roh Allah adalah Roh yang kekal, Roh yang suci, dan Roh kebenaran yang akan mengajar engkau, memimpin engkau masuk ke dalam segala kebenaran. Ada tiga aspek atau tahap kebenaran yang dikerjakan Roh Kudus: 1) Kebenaran tahap pertama terbentang dari sejak dunia dicipta hingga Perjanjian Lama selesai. Kebenaran Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, kemudian secara terus-menerus mengirim para nabi untuk mengajar manusia. Kebenaran yang memberikan nubuat, membuktikan Allah adalah Allah yang sejati, menunjukkan apa yang akan terjadi pada hari depan. Di dalam Perjanjian Lama semua kebenaran yang dinubuatkan oleh nabi, diwahyukan oleh Roh Kudus. Ini adalah kebenaran tahap pertama. 2) Kebenaran tahap kedua adalah ketika Yesus sendiri datang, menjelma menjadi manusia, menjadi Juruselamat bagi orang berdosa dan kemudian mengirim para rasul untuk mengajar dan menggenapkan Perjanjian Baru. 3) Kebenaran tahap ketiga, di dalam sejarah setelah Yesus Kristus naik ke sorga dan belum datang kembali, ini adalah tugas Gereja mengisi sejarah, zaman yang paling penting. Ini adalah kebenaran yang diwahyukan, dinubuatkan di dalam Alkitab, tetapi sebagian belum tergenapi di dalam sejarah.
Roh Kudus memimpin untuk menerapkan ajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di dalam hidup sehari-hari, hingga Yesus datang kembali. Roh Kudus memimpin Gereja masuk ke dalam segala kebenaran, termasuk yang belum datang. Gereja mempunyai tugas mengajar kebenaran Alkitab, kebenaran Yesus Kristus, kebenaran dari para rasul. Gereja, para Bapa Gereja, para reformator, dan setiap zaman hamba Tuhan yang setia menafsirkan Kitab Suci dan bagaimana menafsirkan keadaan Yesus datang kembali. Ini disebut kebenaran Allah. Roh Kudus adalah Roh yang kekal, Roh Kudus adalah Roh yang suci, Roh Kudus adalah Roh kebenaran. Amin.
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/pengakuan-iman-rasuli-bagian-32-butir-ketiga-2-aku-percaya-kepada-roh-kudus