Ada sesuatu yang baru di awal tahun 2018 ini, sejak masa Januari 2018 pajak atas rumah kos yang sebelumnya terutang pajak 10% dari jumlah bruto nilai persewaan dan bersifat final kini hanya 1% dari jumlah bruto nilai jasa pelayanan penginapan, luar biasa kan?! Mungkin sebagian kita mengatakan tidak luar biasa, kenapa? karena dengan tarif 10% yang lalu pun, mungkin tidak pernah melaksanakan kewajiban membayar pajak atas rumah kos. Betulkah demikian??
Pada tahun 2013, pernah dituliskan terkait perpajakan atas rumah indekos dalam tulisan “Pajak Atas Rumah Indekos” secara komprehensif dan tuntas yang mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
Namun, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2017 tanggal 6 September 2017 yang berlaku sejak tanggal 2 Januari 2018 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan maka otomatis mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
Tentang bagaimana ketentuan perpajakan atas rumah kos, akan coba penulis tuangkan tanpa lagi menunggu aturan turunannya yang serasa lambat hadir. Kiranya informasi ini dapat bermanfaat bagi pembaca setia tax representatives corner nusahati ini.
Dasar Pertimbangan
Memberikan kepastian hukum mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan tanah dan/atau bangunan termasuk penghasilan dari pelaksanaan perjanjian bangun guna serah.
Dalam ketentuan ini ada pemisahan antara :
- Persewaan Tanah dan/atau Bangunan; dan
- Jasa Pelayanan Penginapan
Pemisahan tersebut di atas memiliki konsekuensi tarif pajak yang berbeda di mana untuk Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dikenakan tarif Final 10% sementara Jasa Pelayanan Penginapan dikenakan tarif Final 1%.
Penghasilan Persewaan Tanah dan/Atau Bangunan
Disebutkan bahwa atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:
- penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah;
- penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian Bangun Guna Serah berakhir;
- penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
- penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran terkait bagi hasil penggunaan Bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.
tidak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya.
Besarnya Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau Bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dalam bentuk Bangunan merupakan nilai Bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah dari Investor. Nilai Bangunan ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan.
Contoh :
Kapten Tagor memiliki beberapa rumah, dan salah satu rumahnya yang berada tepat di kota Bandung disewakan kepada seorang Warga Negara asing yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Pembayaran sewa rumah dilakukan pada bulan Januari 2018 untuk 1 tahun, Kapten Tagor menerima penghasilan dari sewa rumah sebesar Rp 65.000.000,00 ( Enam Puluh Lima Juta Rupiah). Bagaimana pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima Kapten Tagor dari persewaan rumah tersebut?
Kapten Tagor wajib menyetorkan sendiri PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) karena penghuni rumah sewa adalah orang pribadi yang bukan merupakan pemotong PPh.
PPh yang wajib disetor sendiri adalah; 10% X Rp 65.000.000,00 = Rp6.500.000,00
Kewajiban Kapten Tagor antara lain:
- menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp 6.500.000,00 paling lama tanggal 15 Februaril 2018 dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 403;
- melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Januari 2018 paling lama tanggal 20 Februari 2018. (apabila tanggal jatuh tempo pelaporan, pembayaran, atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran, atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya).
Penghasilan Jasa Pelayanan Penginapan
Ada yang berbeda untuk penghasilan Rumah Kos, dalam pasal 2 ayat (3) PP Nomor 34 Tahun 2017 penghasilan atas Jasa Pelayanan Penginapan bukan termasuk dalam pengertian penghasilan dari persewaan tanah/dan atau bangunan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa Jasa Pelayanan Penginapan antara lain adalah kamar, asrama untuk mahasiswa/pelajar, asrama atau pondok pekerja, dan rumah kos.
Artinya untuk jasa pelayanan penginapan termasuk kamar kos di dalamnya tetap terutang Pajak Penghasilan, penulis mengkategorikan sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah yang dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (tidak melebihi Rp 4.8 milyar dalam 1 tahun pajak), dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai jasa pelayanan penginapan.
Contoh :
Kapten Tagor memiliki rumah kos yang semua penghuninya adalah para mahasiswa yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh atas penghasilan dari jasa pelayanan penginapan. Pembayaran sewa kamar kos dilakukan setiap tanggal 5. Pada bulan Maret 2018, Kapten Tagor menerima penghasilan dari sewa kamar kos sebesar Rp2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Bagaimana pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima Kapten Tagor dari persewaan kamar kosnya?
Kapten Tagor wajib menyetorkan sendiri PPh atas penghasilan dari jasa pelayanan penginapan tersebut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) karena penghuni rumah kos adalah orang pribadi yang bukan merupakan pemotong PPh.
PPh yang wajib disetor sendiri adalah; 1% X Rp2.500.000,00 = Rp25.000,00
Kewajiban Kapten Tagor antara lain:
- menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp 25.000,00 paling lama tanggal 15 April 2018 dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420;
- melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Maret 2018 paling lama tanggal 20 April 2018. (apabila tanggal jatuh tempo pelaporan, pembayaran, atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran, atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya).
Penutup
Penulis berpendapat kebijakan pendefinisian kamar kos sebagai jasa pelayanan penginapan adalah sesuatu yang baik. Baik bagi pengusaha kamar kos maupun baik bagi negara. Pengusaha kamar kos yang sebelumnya dibebankan 10% sebagai pajak penghasilan kini hanya 1% dan sama-sama bersifat final, ada penurunan beban pajak yang signifikan. Baik bagi negara dengan syarat, semua pemilik rumah kos tergerak untuk ikut bergotong royong membayar pajak, yaitu secara tarif turun namun berharap secara kuantitas pembayar pajak semakin banyak.
Kuantitas pembayar pajak semakin banyak akan berhasil apabila Direktorat Jenderal Pajak bergerak secara militan memberikan sosialisasi maupun edukasi tentang pajak khususnya jasa pelayanan penginapan ini. Apabila sosialisasi, penyuluhan, dan edukasi perpajak sudah dijalankan maka dapatlah dikatakan berkeadilan apabila dikenakan sanksi bagi yang tidak mengindahkan, demi terciptanya manusia yang beradab dan bangsa yang mandiri.
Saya sudah menjadi pengelola & pemilik kost, nah… Kalau untuk pengisian SPT ditulis jenis usahanya ?, dan KLU no ?, terima kasih
Semoga dengan menjadi pengelola dan pemilik kost semakin diberkati, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER 17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk jenis usaha ini masuk Jasa Pelayanan Penginapan dengan KLU 55900
demikian
Setau saya dengan peraturan pemerintah yang baru yaitu PP 23 tahun 2018, tidak ada kewajiban melapor SPT Masa PPh 4 ayat (2) tetapi hanya wajib di bayarkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya
Terimakasih
adakah buku atau informasi lain misalnya dr kpp atau dispenda ttg peraturan terbaru rumah kos kecuali peraturan no 34 tahun 2017?
Saya belum pernah lihat, seharusnya dibuatkan agar Wajib Pajak bisa membedakannya mana Rumah Kos kategori Pajak Pusat mana Pajak Daerah.
Pendapat saya
1. Pajak Pusat, yang menanggung pajak adalah pemilik rumah kos
2. Pajak Daerah (pemilik rumah kos lebih dari 10 pintu), yang menanggung pajak adalah penikmat rumah kos
demikian diinformasikan