Wawancara Ms. Leonny Atmajaya dari Reformed21 dengan Pdt. Dr. Stephen Tong
R21: Sudah berapa lama Pak Tong menjadi guru?
ST: Saya mulai menjadi guru tahun 1955, di umur 15 tahun menjadi guru privat dan di tahun 1957 menjadi guru resmi di sebuah sekolah SD dan sekolah untuk orang tua yang tidak sempat memperoleh pendidikan, tetapi waktu tua mau belajar, kelasnya semua bagi orang dewasa.
R21: Saat itu, apa yang mendorong Pak Tong ingin menjadi guru?
ST: Saya merasa harus membagikan kebenaran, pengetahuan kepada orang lain. Saya senang dengan anak-anak dan saya suka mendidik mereka. Jadi, itu adalah satu hasrat natural yang diberikan oleh Tuhan. Saya juga Guru Sekolah Minggu, karena suka menceritakan Kebenaran Alkitab kepada anak-anak.
R21: Setelah menjadi guru sekian lama, Pak Tong juga mengajar di seminari?
ST: Ya, saya mengajar di Sekolah Dasar, Menengah, dan di college, dan setelah lulus dari Sekolah Tinggi Theologi, langsung diundang menjadi dosen di Sekolah Tinggi Theologi tersebut.
R21: Pak Tong, ada yang beranggapan bahwa pendidikan Kristen itu bedanya dengan pendidikan umum lainnya adalah pendidikan Kristen itu mengajarkan tentang Tuhan, dan hanya itu saja perbedaannya.
ST: Kalau mengerti pendidikan Kristen mempunyai tugas yang mulia sekali karena dengan iman kepercayaan terhadap Tuhan dan Firman-Nya, maka pendidikan Kristen selain membagikan pengetahuan baik Ketuhanan maupun pengetahuan umum, juga harus mempunyai tujuan membangun karakter Kristiani sehingga watak, iman, moral, perjuangan, dan sikap bertanggung jawab di dalam semangat iman Kristen harus dimasukkan ke dalam jadwal dan program mendidik anak.
R21: Apa yang dimaksud dengan Karakter Kristiani?
ST: Karena Kristus adalah Allah yang jelma menjadi manusia, maka dia menjadi contoh/ teladan bagi seluruh umat yang diciptakan oleh Tuhan menurut peta dan teladan Allah. Peta dan Teladan Allah yang asli adalah Kristus. Dia adalah Allah, kita mempunyai bayang-bayang dari apa yang Allah miliki. Allah suci, kita mempunyai hati nurani. Allah kasih, kita mempunyai kemungkinan berelasi. Allah kebenaran, kita mempunyai rasio. Allah mempunyai kuasa, kita juga diberikan wibawa. Sehingga manusia mempunyai semua potensi ini, karena kita diciptakan lebih tinggi dari semua binatang dan Kristuslah satu-satunya manusia dalam sejarah menjadi teladan mutlak di dalam segala sudut, sehingga kalau kita membangunkan Karakter Kristiani berarti menciptakan kristus-kristus yang kecil, sehingga semua manusia yang sudah mengenal Kristus, belajar dari Dia dan boleh menjadi seperti Dia, itu Karakter Kristiani.
R21: Pak Tong pernah mengatakan Guru adalah Arsitek Jiwa. Apa itu Arsitek Jiwa?
ST: Dalam bekerja sebagai arsitek, kita harus memiliki blueprint, ada rencana, lalu memakai bahan-bahan untuk mewujudkan rencana itu menjadi satu bangunan yang teratur, yang berfungsi baik, mempunyai estetika, mempunyai fungsi dan mempunyai segala manfaat yang baik. Demikian pula, manusia itu adalah potensi yang paling besar. Seorang manusia ketika dia masih kecil, masih bayi, terlihat hanya beberapa kilo berat badannya, tetapi otaknya, mungkin bisa menjadi seorang ilmuwan, guru besar, presiden, dermawan, manusia mempunyai potensi yang hampir tidak terhingga. Lalu, apakah yang menjadi blueprint? Lalu siapa yang mewujudkan itu? Yang mewujudkan, ia sendiri harus mempunyai pengertian dan mempunyai wibawa dan kekuatan berapa besar untuk membentuk, sehingga potensi anak kecil bisa menjadi seorang manusia yang berguna baik untuk negara, untuk bangsa, bahkan untuk seluruh umat manusia. Rencana itu seperti di dalam blueprint arsitek yang diwujudkan, maka guru harus mewujudkan itu sebagai arsitek membangun jiwa menjadi manusia yang sempurna.
R21: Bukankah itu juga tugas sebagai orang tua?
ST: Orang tua harus sekaligus mempunyai kemampuan sebagai guru. Guru sekaligus harus mempunyai jiwa seperti orang tua. Orang tua dan guru walaupun tidak ada hubungan darah, harus mempunyai kerja sama, tujuan dan prinsip yang sama, itu yang paling baik.
R21: Kriteria apa yang penting untuk diperhatikan oleh para pendidik Kristen?
ST: Baik orang tua maupun guru, tugas mereka bukan hanya memberikan makan atau memberikan pengetahuan saja. Kalau orang tua menikah demi memuaskan seks dan tidak mengetahui bahwa menikah akan menghasilkan anak-anak yang harus dididik, pasti mereka akan menjadi orang tua yang tidak baik. Demikian guru, kalau hanya mau mendapatkan gaji atau mengisi waktu, supaya sibuk, itu tidak mungkin menjadi guru yang baik. Jadi orang tua harus tahu, Tuhan percayakan anak-anak ke dalam keluarga mereka, ini adalah tugas yang mulia dan kewajiban yang sangat berat dan bernilai. Demikian Tuhan menyerahkan anak-anak kepada guru, boleh mengajar mereka, ini adalah hak istimewa. Maka guru harus mempunyai karakter seorang guru, yang boleh menjadi mercusuar, untuk memimpin anak-anak ke dalam arah yang benar dan mendidik di dalam wadah yang benar.
R21: Pak Tong pernah mengatakan bahwa guru perlu sekali menjadi Murid Kebenaran, apa maksudnya?
ST: Guru adalah orang yang lebih dulu mengetahui kebenaran dibanding muridnya, lalu sesudah dia mengenalnya, dia membagikannya. Dia sendiri haruslah orang yang mengejar kebenaran tidak habis-habisnya, itulah rendah hati. Rendah hati bukan sikap, bukan model, kelihatan sopan santun, rendah hati adalah tidak pernah berhenti mengejar kebenaran sebagai tujuan hidup dan itu menjadi teladan. Dia sendiri mempunyai sikap rendah hati di hadapan kebenaran dan sikap mengejar kebenaran inilah menjadi teladan. Dengan demikian dia bisa memimpin murid ikut teladan itu untuk menjadi murid dari kebenaran. Jadi guru menjadi murid kebenaran yang jujur. Kejujuran dan pengejaran ini akan memengaruhi murid yang juga mengejar kebenaran dengan jujur. Maka dia sendiri harus terlebih dahulu menjadi murid kebenaran.
R21: Banyak orang menjadi guru hanya karena pekerjaan, begitu pentingkah seseorang itu harus terpanggil menjadi seorang pendidik Kristen?
ST: Setiap profesi kalau mempunyai pengertian panggilan, orang itu akan bertanggung jawab. Orang tidak menghargai pekerjaan karena gaji. Jika tujuannya untuk uang, maka mereka akan melecehkan profesi profesi yang mulia. Seorang guru tidak dapat uang lebih banyak dari pedagang, tetapi dia mendapatkan kesempatan bisa mendidik, bisa memengaruhi bangsa. Ini kemuliaan tidak mungkin diperoleh oleh pedagang, sehingga kalau guru menghargai harkat sendiri, menghargai profesi sendiri dengan panggilan – Tuhan meletakkan beban di dalam hati seseorang, orang ini bertanggung jawab kepada Tuhan lalu menyerahkan diri menjadi guru yang menghargai kesempatan dan hak istimewa boleh mendekati murid. Dengan demikian, panggilan itu akan menjadi kekuatan yang paling besar dari yang melayani.
R21: Kalau kita bicara tentang Theologi Reformed, bagaimana Theologi Reformed bisa memengaruhi prinsip-prinsip dalam membentuk anak?
ST: Theologi Reformed sangat mementingkan kedaulatan Allah, berarti Allah bukan hanya Pencipta, Dia Penguasa, Pemilik, Pengatur, dan Pemimpin seluruh hidup, artinya di dalam segala sudut aspek kehidupan kita, Allah harus berperan sebagai Tuhan. Dia di dalam pikiran, di dalam emosi, di dalam kemauan, di dalam tindakan, di dalam kelakuan, di dalam segala sesuatu, Dia yang menguasai dan memiliki kita, jadi di dalam Theologi Reformed, “To think after God’s thinking, to feel after God’s feeling, to love of God’s divine love, to hate after God’s hatred, and to do after God’s planning.” Ini menjadi sesuatu pengarahan, bagi satu karakter yang bertanggung jawab sehingga kalau kita berpikir, sebagaimana Tuhan berpikir, tidak mungkin kita sembarangan hidup, tidak mungkin kita membunuh, mencuri, karena Allah tidak ada pikiran itu. Jikalau kita mencintai sebagaimana Tuhan mencintai, kita akan mencintai yang baik, yang adil, yang suci, bukan mencintai hal yang hanya untuk mengisi egoisnya sendiri. Jikalau kita bertindak sesuatu, bersesuai dengan tindakan Tuhan, rencana Tuhan, maka kelakuan kita semua akan beres. Jadi Theologi Reformed akan memengaruhi pendidikan, di dalam peranan Allah menguasai seluruh aspek hidup, ini penting sekali.
R21: Selain kita ingin menjadi seorang guru yang bermutu, tentunya kita ingin juga bisa mendapatkan dukungan satu sistem pendidikan yang benar. Menurut Pak Tong, dalam hal urutan prioritas, hal-hal lain apa yang penting sekali dalam satu sistem pendidikan?
ST: Kadang-kadang negara yang maju, mempunyai segala fasilitas, tetapi gurunya tidak bermutu, kadang-kadang di negara yang terbelakang, tidak ada fasilitas apa-apa, tapi ada orang yang agung menjadi guru, jadi saya percaya fasilitas selalu di urutan keempat. Di dalam pendidikan, urutan pertama, guru yang agung, kedua, ajaran yang tinggi, yang penting, yang bermutu. Ketiga, dapat murid yang sesuai dan bisa dididik. Keempat, dukungan fasilitas. Misalnya orang-orang yang paling penting di dalam sejarah manusia, Confusius, Socrates, Yesus Kristus, Buddha Sakiamones, Tagor yang di India, Andersen yang berada di Denmark, ini semua tidak ada fasilitas, mereka tidak ada gedung yang bagus, tidak ada class room yang nyaman, tidak ada AC, mereka mengajar di pinggir jalan, di sawah, di gunung, di bukit, di pinggir laut, di bawah pohon, ini semua buktinya, mereka telah mengajar murid-murid yang terbesar di dalam sejarah. Sehingga jikalau kita mengandalkan gedung, baru kita bisa mengajar, kita telah mengacaukan urutan itu. Penting adalah mutu guru, karakter, niat perjuangan, iman, dan contoh untuk anak-anak, itu membikin anak-anak mencontoh dan mempelajari kebenaran itu. Sesudah itu, baru yang lain. Jadi, saya siapa? Kenapa saya berani mengajar? Dengan hak apa saya boleh menjadi contoh? Ini harus menjadi tuntutan ke sendiri terlebih dahulu. Kedua, ada apa yang saya ajarkan? Kalau saya ajar salah, seumur hidup dirusak, kalau saya ajar yang benar, anak ini akan baik seumur hidup, jadi apa yang diajarkan? Ini kedua. Ketiga, bisakah dapat murid yang berpotensi? Mensius, 2.300 tahun yang lalu, dia mengatakan kalau bisa mendapatkan jenius, mendapatkan orang yang berpotensi untuk dididik, itu sukacita guru luar biasa besarnya. Misalnya, banyak guru mengajar piano, tetapi muridnya tidak tentu pintar piano. Sering karena papa mamanya dulu belajar piano dan tidak berhasil, jadi ingin anaknya belajar, sedangkan anaknya tidak ada bakat musik, lalu guru ini mesti terima murid apa? Ada dua macam murid, murid yang berpotensi atau murid yang bisa bayar. Kalau yang bisa bayar, tidak berpotensi, ajarlah supaya dia juga senang. Tetapi yang berpotensi tidak bisa bayar, harus dididik, karena itulah tujuan, dan itulah hari depan umat manusia.
R21: Sering kali pada kenyataannya itu, ada anak-anak yang tidak terlalu niat belajar tetapi mereka ada uang, ada juga anak-anak yang ingin sekali belajar tetapi mereka tidak ada uang, tidak ada akses ke sekolah atau ke pendidik yang baik.
ST: Jadi saya kira, saya selalu sangat simpati kepada genius yang tidak ada saluran atau orang berpotensi yang tidak mendapat guru terbaik, atau orang yang betul-betul berbakat tapi belum ditemukan, misalnya di dalam sejarah, Handel salah seorang musikus yang terbesar, papanya tidak boleh dia belajar musik, karena itu tidak mendapat uang banyak. Dan dia curi-curi main piano di loteng, kalau tertangkap, dia dipukul setengah mati. Sampai seorang yang namanya Sachau memberikan peringatan kepada papanya, “kalau engkau menghalangi dia belajar musik, engkau akan memadamkan salah satu genius terbesar di dalam sejarah.” Akhirnya, setelah papanya meninggal, seluruh hidupnya Handel, langsung untuk musik. Kalau dia tidak menjadi musikus, manusia tak pernah tahu berapa banyak kerugian umat manusia di dalam sejarah. Dan ada orang yang banyak uang tapi tidak mau belajar musik, ya itu biar dia belajar dipaksa, ada orang dipaksa pelan-pelan baru sadar. Ada yang dipaksa sampai akhirnya juga tidak jadi. Nah itu biarlah menjadi seperti mesin saja. Musik bukan mesin, musik adalah jiwa, inspirasi, dan ada sesuatu kemauan yang akan menjadi berkat bagi banyak orang.
R21: Satu pertanyaan dari seorang guru, dia bertanya mungkinkah seorang murid itu sebenarnya sangat berpotensi tapi murid itu sendiri pun belum sadar. Guru itu mau menggalinya tetapi sering kali juga bingung cara menggalinya.
ST: Guru yang bisa menggali, dia perlu potensi besar untuk menarik dan membuat anak-anak hatinya terbuka. Beethoven umur 4 dipukul setengah mati, dipaksa setengah mati, nangis terus main piano, tapi waktu umur 7, umur 8 dia mulai senang sendiri, sehingga tak usah dipaksa lagi, dia sudah sendiri inisiatif. Bagaimana memancing inisiatif, bagaimana membikin mereka interest, bagaimana menarik kalau mereka mau secara sendiri. Itu paling penting. Jadi guru harus mengetahui bagaimana membujuk, bagaimana menarik, menggali potensi mereka. Ini memang hal yang tidak gampang.
R21: Sistem pendidikan yang sering kali kita lihat, tanpa perlu terdengar pesimistik tapi banyak yang tidak benar, bobrok secara sistemnya, walaupun mungkin fasilitas baik. Tapi gurunya tidak bermutu, bahan ajaran tidak jelas, atau bahkan sekolah itu pun hanya mengejar profit. Yayasan hanya ingin menjadikannya bisnis. Apa tanggapan Pak Tong untuk sistem seperti ini?
ST: Saya sangat sedih melihat masyarakat sekarang yang profit minded banyak sekali. Jadi, kalau orang yang mau cari uang, baru dirikan sekolah, dia akan pakai guru-guru menjadi seperti pembantunya supaya dia cari uang yang banyak. Tetapi ada guru yang tidak peduli bosnya bagaimana, jiwanya tetap ada panggilan dari Tuhan, guru itu masih bisa menjadi berkat bagi murid. Tapi jika guru juga ikut-ikutan menjadi hanya mau uang saja, sekolah itu pasti rusak. Sekolah yang baik tergantung pada guru yang baik. Profit itu bukan hal yang paling penting. Jadi bagi saya, kalau ada murid yang bagus sekali, meski pun dia tidak ada uang, saya lebih rela mendidiknya daripada murid yang banyak uang tapi tidak ada niat.
R21: Apa yang ingin Pak Tong sampaikan kepada orang-orang yang mungkin dalam yayasan pendidikan atau kepala sekolah berkenaan dengan tujuan mendirikan sekolah atau pentingnya pendidikan ini.
ST: Saya harap yang mendirikan sekolah, mengerti seriusnya, pentingnya, nilainya, harganya pendidikan. Jikalau mereka tidak mengerti dan hanya ingin cari uang, saya harap mereka jangan dirikan sekolah. Kalau ada yang berwenang untuk menstop orang yang hanya cari profit saja, berhentikan mereka dari mengerjakan hal ini. Kita harus mendorong orang yang mempunyai mutu, mempunyai panggilan untuk kerja dan bantulah mereka yang mempunyai harkat dan kesungguhan untuk sekolah.
R21: Dalam buku Pak Tong, Arsitek Jiwa 1 dan 2, Pak Tong membicarakan tentang perlunya keseimbangan antara keadilan dan cinta kasih. Keseimbangannya itu seperti apa?
ST: Keadilan bersifat serius, ada wibawa, dan berani menghukum yang salah. Cinta kasih bersifat intim, mengerti, dan mau mengampuni yang salah tetapi kalau guru hanya mempunyai cinta kasih, tidak ada keadilan akan dipermainkan oleh murid, tetapi kalau guru hanya punya keadilan kurang cinta kasih, akan dihina oleh murid. Baik guru, baik orang tua yang hanya punya kasih, tidak menghukum, tidak tegas, itu akan melecehkan dan menghabiskan pendidikan menjadi sia-sia. Alkitab mengatakan waktu Tuhan menegur orang, Dia menyatakan kesucianNya. Waktu Tuhan menghakimi orang, Dia menyatakan Kebenaran-Nya. Sehingga kalau guru perlu marah, jangan tidak berani marah. Kalau guru perlu marah, marah! Anak-anak mungkin akan melihat, bahwa guru ini kejam dan galak. Tapi kalau guru harus marah, tidak marah, anak akan melihat bahwa guru ini kompromi dan lemah. Sehingga kalau kedua ini seimbang, guru akan mendapatkan kuasa. Saya mempunyai satu kerangka bijaksana menemukan kasih dan keadilan: tanpa kebijaksana, kasih dan keadilan tidak bisa ketemu dan kalau kasih dan keadilan bisa ketemu, akibatnya adalah kuasa. With love, with wisdom, you combine harmonious love with righteousness and after this you produce power. Jadi pendidikan berdasarkan cinta kasih dan keadilan diseimbangkan melalui kebijaksana, akhirnya akan menghasilkan kuasa. Guru yang baik disegani oleh murid tetapi juga dicintai oleh murid. Murid sambil cinta dia, sambil takut dia. Kalau murid cuma cinta guru, tetapi tidak takut guru, dia akan naik ke kepala gurunya main layangan di situ. Tapi guru kalau cuma ditakuti murid, murid tidak akan dekat dia, dan tidak suka dia, tidak mungkin akan mempunyai pengaruh kepada muridnya. Jadi kasih dan keadilan harus bertemu, waktu bertemu, anak-anak itu hormat, bukan takut kepada gurunya. Cinta bukan sembarangan. Dua hal ini menjadi kebijaksana yang menemukan kuasa.
R21: Secara praktisnya, agak sulit bagi banyak orang untuk bisa mengerti bagaimana kita mengimplementasikan antara keadilan dan kasih karena waktu diperhadapkan dengan para murid, dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda, guru mungkin kewalahan, apa yang harus dilakukan menjadi guru yang berwibawa?
ST: Berwibawa karena engkau menjalankan apa yang engkau katakan. Jangan sembarangan janji. Sesudah itu tidak jalankan. Jangan sembarangan hukum, yang melebihi daripada sepatutnya dihukum. Kalau engkau menghukum, sesuai dengan taraf kesalahannya, dia akan menghormatimu. Kalau dihukum lebih daripada tarafnya, dia akan membenci kamu. Dihukum kurang dari kesalahannya, dia akan menghina kamu. Mama saya, waktu saya kecil, kalau lihat saya salah, panggil saya dan bertanya, “kamu salah nggak?” Tidak. “Sekali lagi, kamu salah gak?” Setelah dia jelaskan, saya jawab, “iya saya salah.” Dia lanjut bertanya, “kamu salah berat gak?” Saya bilang, “ga salah berat.” Dia menjelaskan, “kamu salah berat gak? Berat. Sekarang kasih tahu saya, saya mau pukul kamu, pukul berapa kali?” Saya selalu jawab, “satu”, karena tidak mau dipukul banyak. Dia bilang, “Tidak. Kamu salah beratnya lebih daripada satu.” Akhirnya, rundingan sampai 3-4, akhirnya cocok. Lalu dia pukul saya, saya terima. Tapi kalau saya salah sedikit, dipukul keras, saya benci dia. Kalau saya salah besar, tidak dipukul, saya hina dia. Jadi mau wibawa, harus sesuai bagaimana menghukum, bagaimana memuji, bagaimana memberikan hadiah, kadang-kadang jikalau kamu sudah benar, sudah baik, saya akan menghadiahkan kamu 10 ribu umpamanya, sesudah dia kerja setengah mati cuma dikasih 1.000, mulai waktu itu dia tidak mau dengar perkataan orang tua. Kadang-kadang kalau anak naik kelas, beli sepeda. Sudah naik kelas, dia hanya kasih satu kue saja, dia mulai menghina engkau. Jangan sembarangan janji, jangan sembarangan hukum, hukum dan janji harus ditepatkan dan sesuai dengan taraf yang dia kerjakan, di situ wibawa terbentuk. Seorang ayah bilang sama anak, engkau mesti sebelum jam 10 malam sudah pulang. Anaknya jam 10 belum pulang, lalu papa marah sekali, lalu bilang ke anaknya, tidak boleh pulang lagi. Akhirnya anaknya tidak pulang, papanya tunggu terus sampai jam 8 pagi anaknya baru pulang. Lalu ditanya kenapa tidak pulang jam 10, baru pulang besok. Anak jawab, “papa bilang setelah jam 10 tidak boleh pulang ya saya tidak pulang.” Papanya jawab, “saya jam 12 juga gak apa apa kok.” Mulai hari itu, anak tak mau dengar papanya lagi. Karena apa yang dikatakan tidak dijalankan. Jadi seorang tua, seorang guru, sendiri harus menghormati kebenaran keadilan, barulah wibawanya diakui oleh muridnya. Ini penting sekali.
R21: Artinya sebelum mendidik seorang anak, wibawa itu pun memerlukan waktu dan proses, sering kali yang terjadi adalah semua ingin serba instan, jadi dia melanggar langsung dipukul tanpa penjelasan. Bagaimana pendapat Pak Tong?
ST: Saya kira, kalau penjelasan itu bisa diterima oleh akal dia, dia akan menghargai hukuman. Dan dia akan mengetahui, bagaimana besok dia jadi papa atau jadi guru menghadapi murid-murid. Sekarang yang jadi mama, maunya langsung, maunya instan, asal jadi, kalau nakal, pukul-pukul dan anggap selesai, itu bukannya mendidik, itu hanya melampiaskan kemarahannya sendiri. Jadi saya sering bilang sama guru, when you punish your student, what are you doing? You are teaching them, you are not expressing yourself, kalau marah terus melampiaskan sendiri, engkau membereskan kesulitanmu, tidak membereskan kesulitan mereka, mesin kalau rusak, bukan dibuang. Mesin rusak, dicari onderdil yang mana yang harus diganti, lalu ganti dengan yang cocok. Tidak bisa yang besar taruh di yang kecil, yang kecil taruh di yang besar, tidak bisa. Jadi cari kelemahan di mana, kesalahan di mana, lalu cari onderdil yang cocok, itu cara bikin betul mesin. Banyak orang tua dan guru pukul anak, hanya demi membereskan kesulitan mereka yang tidak tahan diganggu. Jadi mereka membereskan kesulitan mereka dan tidak bisa membereskan kesulitan anak. Tetapi yang penting adalah anak punya kesulitan yang dibereskan, bukan diri kita.
R21: Dalam satu wadah sekolah saat mendidik anak-anak itu bukan hanya dari pihak guru tapi juga dari pihak orang tua. Nah, sering kali yang menjadi kendala adalah guru ingin mendidik dan anak-anak yang memang perlu dididik, tapi orang tua mempunyai konsep pendidikan yang salah, sehingga rancu. Orang tua mungkin merasa anak saya tidak pernah salah, mengapa dihukum, atau orang tua memasukkan anaknya dengan pemikiran atau dengan prinsip pendidikan yang salah. Prinsip-prinsip pendidikan apa yang orang tua harus punya saat mereka ingin mengirimkan anaknya ke sekolah?
ST: Kalau orang tuanya adalah orang yang sangat tidak berpendidikan, tidak mau mengerti, cuma mau serahkan anak supaya lepas dari semua tanggung jawab, orang tua ini tidak mungkin membuat anaknya berhasil. Tapi kalau dia mengetahui sebagai orang tua, saya tidak sanggup mengurus semuanya, khususnya mengisi program pengetahuan yang begitu banyak, perlu guru yang mengisinya, maka dia akan menghargai guru. Tetapi jika guru memberitahukan orang tua bahwa anaknya begini begitu, orang tua harus kerja sama. Kalau tidak mau kerja sama, silakan pindah ke sekolah lain. Guru dan orang tua harus kerja sama. Kalau tidak, pendidikan akan menjadi gagal.
R21: Jadi kalau misalnya seorang tua, yang mengirimkan anaknya sekolah dan hanya berpikir bahwa sekolah Kristen mana aja boleh, yang penting sekolah Kristen, apa pesan Pak Tong bagi orang tua yang berpikir seperti ini.
ST: Hal ini sama seperti seorang laki, waktu mau nikah, dia bilang asal perempuan, sudah boleh nikah. Tidak tahu dia dapat seorang pelacur. Akhirnya mendapat AIDS dan mati. Dia mesti cari perempuan yang baik, yang cocok. Sikap “asal-asal” ini selalu merusak. Sama-sama Kristen, ada Kristen yang tidak beres, ada Kristen yang sungguh-sungguh. Tidak bisa asal Kristen. Kristen macam apa harus diuji, harus diketahui. Yudas juga murid Yesus, Petrus juga murid Kristus, Yudas menjual Yesus, Petrus mati untuk Kristus. Beda sekali!
R21: Guru mungkin ada yang bergumul sekali saat menghadapi murid-murid yang begitu banyak dan mempunyai banyak masalah. Mungkin di kelasnya, atau murid dalam didikannya itu bermasalah, mungkin dari keluarga yang bermasalah, atau yang tidak mau mendengarkan dia, tidak menghargai dia, setiap hari bergumul, dia tahu panggilannya menjadi seorang guru, tapi sulit sekali. Apa saran Pak Tong untuk guru yang menghadapi hal ini?
ST: Kalau memang sulit dididik, berarti mesti pakai waktu lebih banyak, kalau mesti pakai waktu lebih banyak, berarti perlu sabar yang lebih panjang, dan perlu kebijaksana yang lebih luas, sehingga jangan terlalu cepat melihat hasil. Kalau saya masuk satu sekolah, ini kelas nakal sekali dan saya merencanakan di dalam 1 semester, 4-5 bulan saya perbaiki, bulan pertama ada sedikit kemajuan, dipuji, belum semua mencapai apa yang saya mau jangan kecewa, karena ada sedikit kemajuan, sudah lebih baik dari tidak ada kemajuan dan hanya berhenti di situ. Dan setiap kali anak-anak ada sedikit kemajuan, dipuji, maka mereka akan maju terus. Tetapi kalau nakal, langsung dimarahi, sedangkan kemajuan tidak dipuji, mereka akan berpikir bahwa lebih baik nakal, bikin guru setengah mati dan dia tidak peduli. Sengsaramu, air matamu, itu malah dipermainkan, jadi seorang guru harus berwibawa, harus bersabar, harus tekun, konsisten, untuk mencapai apa yang dia ingin dapatkan itu.
R21: Apa yang menjadi tujuan, isi hati Pak Tong, mengadakan KIN ini?
ST: Saya rasa, kita kumpulkan hamba-hamba Tuhan tahun lalu, beri prinsip-prinsip bagaimana melayani, kita jabarkan. Tetapi di bawah hamba Tuhan, banyak anak-anak dididik oleh Guru Sekolah Minggu, alangkah baiknya kalau Guru Sekolah Minggu juga kita kumpulkan dari seluruh Indonesia, lalu kita jabarkan prinsip-prinsip. Sehingga saya ingin membuat Guru Sekolah Minggu mengerti, pertama, menghargai diri bersyukur kepada Tuhan, diberi wibawa, diberi hak istimewa untuk mendidik anak. Kalau ini mereka sudah dapat, mereka mempunyai penghargaan diri yang tinggi, lalu saya akan bikin mereka mempelajari bagaimana menjadi guru yang berwibawa, yang berkuasa, yang berbijaksana untuk mengajar. Sesudah itu, baru memberikan teknik-teknik pendidikan untuk mereka lebih maju, di dalam cara mengajar.
R21: Sebagai penutup, apa yang ingin Pak Tong sampaikan tentang pendidikan Kristen?
ST: Kalau umpama ada orang kasih satu hadiah untuk engkau, hadiah itu adalah barang bekas yang sudah mau rusak, engkau pasti tidak senang. Kenapa kasih saya barang yang sudah mau rusak? Tetapi kalau orang itu begitu mengasihi engkau membeli sesuatu yang baru, yang bagus, dan yang bermutu, yang bisa dipakai lama diberikan kepadamu, engkau akan menghargainya, inilah barang yang bermutu yang diberikan kepada saya. Sekarang saya kasih tahu, anak kecil, Tuhan serahkan ke dalam tanganmu, itu adalah hadiah yang paling besar dalam hidupnya, engkau boleh mendidik dia, kalau 50 tahun kemudian, muridmu menjadi presiden, jadi gubernur, jadi orang besar, ilmuwan, professor, dia akan ingat, dari kecil didik oleh kamu, sukacitamu waktu engkau tua, akan memuaskan engkau, tidak habis-habisnya. Tetapi kalau engkau tidak mendidik baik, akhirnya anak-anak itu besok jadi besar dan rusak karena engkau, engkau bukan saja hatinya tidak ada sukacita, engkau akan dihukum oleh Tuhan untuk selama-lamanya. Karena waktu Tuhan menyerahkan jiwa anak-anak kepada seorang guru, ini adalah penghargaan besar. Tuhan berikan kepada guru itu, boleh menjadi pendidik, instruktur, bisa mengonstruksikan jiwa itu menjadi manusia yang berguna. Biarlah semua guru, sangat mengindahkan, menghargai kesempatan dan hak istimewa yang Tuhan berikan kepada kita. Dan janji di hadapan Tuhan, saya mau jadi guru yang baik, untuk memuliakan Tuhan, untuk membagikan kebenaran, dan mendidik anak-anak menjadi manusia yang berguna. Kiranya Tuhan memberkati kita semua setia dan konsisten menjadi hamba Tuhan di dalam bidang pendidikan.
…
Sumber : sekilas-kin-2014-01.pdf