Seperti tulisan berjudul “Menemukan Ladang“, maka termasuk cerita ini dikirim oleh bos yang sama kepada setiap anak buahnya termasuk saya, begini ceritanya….
Di sebuah kelas bahasa Inggris di suatu sekolah, seorang guru bahasa Inggris yang terkenal mumpuni dan “lenyeh” ngomong sama londo Inggris, pengin menguji murid-muridnya sebelum memulai kelas.
“Anak-anak, tugas kalian hari ini adalah membuat kalimat bahasa Inggris yang baik dan benar dengan menggunakan kata I …”, kata pak guru.
“ah itu sih very little pak”, sahut murid-muridnya riuh rendah. Mungkin maksudnya eta mah kecil alias gampang! Cuma ada satu anak yang terlihat diam sambil mengerutkan dahinya. Tampak sekali dia sedang berpikir keras. Barangkali lagi berusaha mencari jawaban atas tugas yang diberikan pak gurunya. Anak ini emang dikenal paling memble di kelasnya. Nilai pelajarannya tak pernah lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas. Sialnya sang guru melihat gelagat tidak beres dari si murid meble ini.
”Boncel, kamu yang dapet giliran pertama. Coba bacakan kalimat gubahanmu sekarang. Ingat, harus dengan kata awal I…”, perintah pak guru.
Sambil gelagapan si Boncel berteriak lantang, ”I is…….”,
Namun belum selesai Boncel membacakan kalimatnya, terdengar suara riuh rendah ketawa seluruh warga kelas. Sangat melecehkan!. Pak guru pun tak kalah gemes.
”Boncel, sudah berulang-ulang saya katakan. I itu pasangannya am bukan is ! Ini kan pelajaran basic sekali, Ayo ulangi ! ”, perintah pak guru lagi.
”Baik pak…”, kemudian si Boncel melanjutkan membaca kalimatnya, ” I am the ninth letter of the alphabet !”
Pertama kali membaca guyonan itu saya nyengir-nyengir sendiri. Namun saya baru sadar belakangan bahwa sejatinya saya sedang menertawakan dan nyengirin diri sendiri, karena dalam keseharian saya, saya sering sekali bertindak seperti pak guru dan kawan-kawan sekelas Boncel. Saya sering sekali tidak memberi kesempatan orang lain untuk mengungkapkan ide, pendapat, atau argument-nya sampai tuntas. Seolah saya telah tahu apa yang akan disampaikan orang tersebut. Saya sering sekali meng-underestimate orang lain hanya karena orang tersebut sering bertindak “bodoh” dan nyeleneh dilihat dari kaca mata orang kebanyakan. Saya sering sekali meremehkan orang lain, seolah saya orang yang paling tahu segalanya. Kesombongan saya barangkali memang sudah sangat akut. Kalau sudah begitu, saya jadi inget campur sari-nya Didi Kempot :
Jarene wong pinter,
Roda iku mlakune muter,
Ojo dumeh awakmu pinter,
Kabeh uwong mbok anggep ora pener…..
==================Tantotentu -082008==================
diiringi pesan demikian :
Saudaraku :
- Sering sekali saya menilai seseorang dari tampilan luar dan “stempel” yang disematkan sebagian besar orang kepadanya. Bila sebagian besar orang berkata, “Si Boncel itu kan orangnya bodoh tapi ngeyel”, maka saya cenderung berasumsi awal bahwa si Boncel emang bodoh dan tukang ngeyel. Saya pasti lebih pinter dari dia ! Padahal belum tentu kan ?
- Mudah-mudahan saudaraku sekalian tidak seperti saya. Karena sesungguhnya kesombongan itu lahir dari hal-hal yang sangat sepele, salah satunya: merasa diri “lebih” daripada orang lain.
- Thanks God It’s Friday. Have a positive day !
Amazing