Yang selalu menjadi pertanyaan ketika membahas Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh dalam materi Pajak Penghasilan adalah “Bila CSR dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam penentuan Penghasilan Kena Pajak?”
Maka kali ini penulis mencoba mengangkat kembali bahasan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dihubungkan dengan ketentuan pajak terkait sebagai pengurang penghasilan bruto dengan judul kali ini adalah “Bila CSR Menjadi Pengurang Pajak?.” Semoga tulisan ini memberikan informasi yang bermanfaat.
Muasal Istilah CSR
Adalah pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pasal 15 (b) Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sehingga Corporate Social Responsibility menjadi begitu dikenal.
Pasal 74 UU Perseroan Terbatas
Ayat (1) “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.”
Ayat (2) “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.”
Ayat (3) “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.”
Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 15 UU Penanaman Modal
“Setiap penanam modal berkewajiban b) melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.”
Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), CSR adalah keterpanggilan dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut masyarakat setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Tanggung jawab utama sebuah perusahaan secara historis adalah untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dan meningkatkan nilai pemegang saham (maximize shareholders value). Namun seiring perubahan adanya tren globalisasi maka tanggung jawab perusahaan juga untuk lingkungan, penduduk sekitar, kondisi lingkungan kerja, praktik etika.
Dengan adanya ketentuan CSR maka perusahaan memiliki dua beban yang prinsipnya hampir sama yaitu beban pajak dan beban CSR. Prinsip yang sama dimaksud adalah ujungnya meningkatkan ekonomi kerakyatan. Atas prinsip inilah banyak kalangan mengharapkan adanya insentif perpajakan terkait CSR ini.
CSR Dalam UU PPh
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipastikan bahwa CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan merupakan biaya tambahan perusahaan. Karena biaya yang dikeluarkan dalam bentuk CSR dapat bersumber dari :
- Penghasilan Neto setelah pajak, maka keinginan perusahaan agar biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang pajak di masa berikutnya.
- Penghasilan Neto sebelum pajak, maka keinginan perusahaan agar biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang.
UU Pajak Penghasilan mengatur bahwa terkait biaya CSR dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l, dan m, di mana ditegaskan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap BUT), ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk di antaranya adalah :
- huruf i : sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- huruf j : sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- huruf k : biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
- huruf l : sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
- huruf m : sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
CSR Dalam Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Pasal 1 menjelaskan tentang bentuk dari CSR yaitu :
- Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
- Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
- Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
- Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
- Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
Untuk dapat dikurangkan dari penghasilan bruto maka Sumbangan dan/atau biaya harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
- Pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
- Didukung oleh bukti yang sah; dan
- Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
Disamping syarat tersebut di atas, besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
Penutup
Pertanyaan lanjutan setelah penjelasan tersebut di atas adalah :
- Terkait sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, siapa lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana dimaksud?;
- Terkait sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, siapa lembaga penelitian dan pengembangan dimaksud?;
- Terkait sumbangan fasilitas pendidikan, siapa lembaga pendidikan dimaksud?
- Terkait sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, siapa lembaga pembinaan olah raga dimaksud?;
Hal ini sering menimbulkan pertanyaan dan sebagai fiskus penulis menjawab untuk mendapatkan kepastian Wajib Pajak sebaiknya meminta penegasan melalui surat ke Peraturan Perpajakan. 😛