Dr. Lin Ting Tung adalah orang Taiwan pertama yang menjadi dokter. Ini terjadi pada akhir abad ke-19. Ia bekerja di rumah sakit kecil yang dirintis oleh Dr. Maxwell, seorang misionaris Inggris. Ketika itu tingkat kesehatan masyarakat di Taiwan sangat rendah dan cara pengobatan masih sangat sederhana.
Pada suatu hari seorang anak datang ke rumah sakit itu dan meminta obat untuk ibunya yang sedang demam akibat malaria. Anak ini berjalan lebih dari dua jam dari desanya ke rumah sakit melalui jalan setapak melewati hutan dan sawah.
Ketika nama ibunya dipanggil, anak ini langsung bangkit dari bangkunya,meraih botol obat dan bergegas pulang. Sore harinya pukul lima, ketika kamar obat akan ditutup, seorang perawat tampak bingung dan berbisik,
“Dokter Lin,botol obat untuk pasien malaria masih ada disini. Tetapi ada satu botol yang hilang.
Isinya disinfektan.
Dr. Lin terkejut,diperiksan ya botol yang tertinggal, benar isinya obat malaria. Jadi, anak tadi membawa botol yang salah! Botol-botol dikamar obat itu memang berbentuk sama dan berwarna sama lagipula, baik obat malaria maupun disinfektan sama-sama cairan.
“Celaka kita. ibu itu bisa mati. Disinfektan itu obat keras pembunuh kuman untuk kamar operasi. Kalau sampai diminum, usus bisa terbakar dan orang itu akan mati” ujar Dr. Lin dengan wajah pucat. Segera mereka melaporkan peristiwa ini kepada Dr.Maxwell.
Ia juga terkejut. “Sekarang pukul lima, anak itu pergi dari sini pukul tiga jadi Ia sudah hampir tiba. Tidak mungkin kita mengejarnya. Kita tidak tahu jalan kedesa itu” ujar Dr.Maxwell.
Dr.Maxwell termenung. lalu ia berkata, “Mulai hari ini semua obat keras
tidak boleh diletakkan diatas meja. sekarang panggil semua karyawan untuk berkumpul.Kita akan berdo’a.”
Begitulah semua orang yang bekerja di rumah sakit itu berkumpul dan berdoa.
Dr. maxwell berdo’a, “Tuhan, kami telah membuat kecerobohan. Ampunilah kami. Nyawa seorang ibu sedang terancam. Tolonglah dia, cegahlah dia agar tidak meminum obat yang salah itu……”
Malam harinya Dr. Lin berdinas malam. Ia harus bertanggung jawab atas kematian ibu ini. Esok harinya, ketika masih subuh pintu diketuk. Ternyata itu anak yang kemarin membawa botol yang keliru. Mukanya pucat ketakutan. Dr. Lin juga takut. Kedua orang itu berdiri saling memandang dengan gugup.
Kemudian anak itu berkata, “Ma’af dokter. Kemarin saya bawa botol itu sambil berlari, lalu saya jatuh botol itu pecah dan isinya tumpah”.
Dr. Lin yang masih terpaku karena gugup langsung bertanya, Kapan Jatuhnya? anak itu menjadi makin ketakutan,
“Ma’af, dokter. Saya baru datang sekarang. jatuhnya kemarin sore,
menjelang gelap,”
Dr. Lin langsung ingat : Menjelang gelap….itu adalah saat ketika semua karyawan rumah sakit berkumpul mendo’akan ibu anak ini!
Jiwa ibu anak ini tertolong, isi botol yang salah itu tidak sampai terminum, karena botol itu pecah ditengah jalan.
Kita bisa lihat peristiwa ini dari sudut si anak. Ia pulang membawa botol obat ini sambil berlari. Ia ingin cepat-cepat memberikan obat ini kepada ibunya. Ia ingin menunjukan baktinya kepada ibunya. Ia ingin ibunya cepat sembuh. Anak ini tidak mengetahui bahwa botol yang sedang dipegangnya berisi racun. Ia tidak bisa membaca tulisan dibotol itu. Ia buta huruf Anak ini berlari terus.
Jalan dari desa ke rumah sakit di kota sangat jauh. Perginya dua jam, pulangnya dua jam. Ia letih. Lalu, tiba-tiba ia tersandung. Ia jatuh. Mungkin Ia terluka, tetapi yang paling celaka: Botolnya jatuh dan pecah, cairan isinya tumpah ditanah.
Bayangkan bagaimana perasaan anak itu. Ia kecewa, sedih dan takut. Bagaimana kalau penyakit ibunya makin parah. Bagaimana kalau dokter itu marah? Anak ini sangat terpukul oleh kejatuhan ini. Saat itu ia belum tahu bahwa justru terjatuhnya dia ini menolong nyawa ibunya.
Mungkin orang lain akan tersenyum, “Ah, itu cuma kebetulan,” namun orang percaya akan bersaksi, “Tuhan bisa bekerja melalui sebuah kebetulan”.
…
Sumber : https://deedee87.wordpress.com/2008/12/06/botol-yang-pecah/