Salah satu syarat apabila Wajib Pajak (WP) akan membiayakan piutang tak tertagih adalah telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri yang artinya Wajib Pajak telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Beberapa penyebabnya diantaranya adalah wajib pajak yang memiliki utang telah pailit. Dalam tulisan berikut fokusnya adalah terkait kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang telah pailit, mengingat data permohonan pailit di PN  berdasarkan SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) dibeberapa daerah terus meningkat setiap tahunnya.

Pengertian

  • Pailit adalah suatu kondisi hukum di mana debitur (orang atau perusahaan) dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo kepada kreditur. Kondisi ini ditetapkan melalui putusan pengadilan dan akan melibatkan penyerahan aset debitur kepada kurator untuk dikelola demi melunasi utang-utangnya kepada para kreditur.
  • Boedel pailit adalah seluruh harta kekayaan milik debitur (individu atau badan usaha) yang dinyatakan pailit oleh pengadilan, yang selanjutnya akan dikelola dan dibereskan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas untuk melunasi utang-utang debitur kepada para kreditur.
  • Kurator pailit adalah pihak yang ditunjuk pengadilan untuk mengurus dan membereskan seluruh harta kekayaan debitur yang dinyatakan pailit, di bawah pengawasan hakim pengawas, sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan. Tugas utamanya adalah mengumpulkan aset debitur pailit, melindunginya, dan mendistribusikannya kepada para kreditur sesuai dengan hak dan kewajiban hukum.
  • Dalam konteks hukum kepailitan di Indonesia, pengertian insolvensi ditemukan dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (1) UU 37/2004, yaitu keadaan tidak mampu membayar.

Hal yang perlu diketahui, masih terdapat berbagai potensi perpajakan yang timbul setelah tanggal pailit dan Kurator memulai pemberesan Boedel Pailit, dan terkait dengan pajak-pajak ini, tentunya Kurator menjadi penanggung pajak jika Kurator lalai atau tidak cermat dalam melakukan pekerjaannya.

Kewajiban Perpajakan WP Pailit

Yang menjadi pertanyaan adalah, apabila debitur dinyatakan insolven dan Kurator memulai proses pemberesan boedel pailit, ini artinya debitur mengakhiri usahanya. Dengan demikian apakah kewajiban-kewajiban perpajakan seperti pelaporan SPT Tahunan, SPT Masa, kewajiban Pemungutan PPN, kewajiban pemotongan PPh juga menjadi berakhir?

Tentunya selama Wajib Pajak tersebut masih memiliki NPWP dan PKP, tentunya kewajiban-kewajiban sesuai dengan  UU  dan Peraturan Perpajakan masih berlaku. Maka tugas kurator adalah menjalankan kewajiban pembuatan laporan-laporan, walaupun laporan nya Nihil. Agar kurator tidak terbeban atas kewajiban tersebut maka sebaiknya segera untuk membuat laporan ke kantor pajak terkait dengan Debitur sudah insolven dan dimulainya proses penjualan boedel pailit, dan membuat Laporan Keuangan Likuidasi yang kemudian menjadi dasar dalam permohonan pencabutan NPWP dan PKP, karena selama ini belum dilakukan, kurator tetap melakukan kewajiban pemotongan PPh atas pembayaran gaji dan pembayaran lain kepada pihak ketiga, termasuk pemungutan PPN jika Debitur adalah PKP.

Menurut Dewan Standar Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) William E. Daniel, Kurator dapat melanjutkan kegiatan usaha (going concern) debitur pailit, lanjut William, maka Kurator bertanggung jawab secara penuh atas seluruh kewajiban-kewajiban perpajakan yang terjadi dan tentunya menjadi penanggung pajak, maka Kurator bertanggung jawab secara penuh atas seluruh kewajiban-kewajiban perpajakan yang terjadi dan tentunya menjadi penanggung pajak. Going concern, artinya pabrik tetap dijalankan, maka kurator sudah mengambil posisi sebagai wakil pajak dan penanggung pajak. 

Utang Pajak Dalam Kepailitan

Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam Pasal 21 UU KUP menyebutkan negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak, meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

  • biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
  • biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
  • biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Berdasarkan hal ini, dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi maka kurator, likuidator, atau orang/badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran, atau likuidaasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang Wajib Pajak tersebut.

Namun, menjadi perhatian bahwasanya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117 Tahun 2024 tentang tata cara penghapusan piutang pajak, Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih harus memenuhi ketentuan:

  • Hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluwarsa;
  • Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan;
  • Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan dan tidak terdapat harta kekayaan yang dapat digunakan untuk membayar utang pajak; atau
  • Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Simpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kepailitan tidak dapat diartikan bahwa Wajib Pajak telah terbebas dari kewajiban pembayaran pajak yang telah ada sebelum Wajib Pajak  dinyatakan pailit. Bagi Wajib Pajak yang dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi maka kurator, likuidator, atau orang/badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran, atau likuidaasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang Wajib Pajak tersebut.

Namun, sejak terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 67/PUU-XI/2013, negara harus tunduk kepada putusan ini yang menyebutkan upah buruh mengalahkan hak mendahulu negara.