Antusiasme umat muslim di Indonesia untuk menjalankan ibadah umroh sebagaimana pernah ditulis dan dipublikasikan dalam artikel berjudul “Jemaah Umroh dan Ketaatan Dalam Perpajakan”  tak dapat dipungkiri berpengaruh positif terhadap naiknya geliat usaha Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU). Ketua Umum DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia (Amphuri) Firman M. Nur mengatakan sejak tanggal 10 Agustus 2021 PPIU di Tanah Air sudah berjumlah 1.475 unit. Angka ini meningkat dari 2019 dimana jumlah PPIU di Indonesia berkisar di sekitar 1.300-an unit. Bahkan berdasarkan data jumlah PPIU pada laman Kementerian Agama, per-tanggal 31 Oktober 2022 sudah mencapai 1.793 PPIU yang terdaftar atau meningkat sekitar 22% dibandingkan Tahun 2021.  

Saat ini permintaan para Jemaah tidak hanya terbatas perjalanan ibadah umroh ke Tanah Suci namun menyertakan tawaran wisata ke negara – negara lain yang dikenal dengan Paket Umroh plus wisata. Bahkan perkembangan permintaan tanpa umroh namun serbatas  wisata religi/ halal yang tidak terbatas ke negara – negara muslim namun juga merambah ke negara – negara non-muslim  yang memiliki rekam jejak peradaban Islam jaman dahulu kala seperti ke Eropa Timur dan lainnya. Semakin berkembangnya permintaan tersebut, menjadi peluang bagi PPIU untuk berlomba-lomba menyediakan paket umroh atau wisata halal/ religi dengan variasi tujuan wisata dengan harga dan akomodasi bervariasi. Berdasarkan pantauan penulis yang dihimpun dari beberapa laman PPIU ada beberapa paket yang ditawarkan, diantaranya:

  1. Paket Umroh Plus Turkiye
  2. Paket Umroh Plus West Eropa
  3. Paket Umroh Plus Dubai
  4. Paket Umroh Plus Negara Balkan
  5. Wisata Halal Balkan dan Eropa Timur
  6. dst…

Rentang harga yang ditawarkan sangat bervariasi namun rata – rata berada pada kisaran Rp. 30 jutaan sampai dengan Rp.  60 jutaan rupiah. Dengan terbitnya Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berlaku sejak tanggal 29 Oktober 2021 (UU HPP), Pemerintah menerbitkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-71 Tahun 2022 tentang PPN Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu (PMK-71/2022). PMK-71/2022 adalah salah satu dari 14 Peraturan Menteri Keuangan yang diterbitkan Kementerian keuangan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan UU HPP. Dalam PMK-71/2022 ini, salah satunya mengatur kembali pengenaan PPN atas jasa travel dengan tujuan ibadah keagamaan, termasuk diantaranya jasa travel ibadah haji dan umrah. Ketentuan – ketentuan dalam PMK-71/2022 yang berkaitan dengan jasa travel dengan tujuan ibadah keagamaan antara lain:

  1. Pasal 2 Ayat (1) dijelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan besaran tertentu;
  2. Pasal 2 Ayat (2) dijelaskan bahwa Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salah satunya adalah jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria dan/atau rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Pasal 3 Huruf d dijelaskan bahwa besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yaitu sebesar:
  4. 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain; atau
  5. 5% (lima persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan, dalam hal tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.
  6. Pasal 5 dijelaskan bahwa PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Berdasarkan ketentuan dalam PMK-71/2022 tentang PPN Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu khususnya jasa travel ibadah haji dan umrah, maka dapat disampaikan  beberapa hal diantaranya :

  1. PPIU yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu wajib memungut dan menyetorkan PPNyang terutang dengan besaran tertentu.
  2. Apabila PPIU hanya menawarkan Paket Umroh di Tanah Suci saja maka atas penyerahannya adalah penyerahan Non Jasa Kena Pajak atau tidak dikenai PPN Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu
  3. Apabila PPIU menawarkan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan (Umroh) dan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain (wisata ke negara lain) maka apabila tagihan:
  4. Dapat dirinci tagihannya masing – masing antara paket umroh dan paket wisata ke negara lain maka perhitungan PPN Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu adalah 10% x 11% x jumlah yang ditagih/ seharusnya ditagih khusus atas paket wisata ke negara lain,
  5. Tidak dapat dirinci tagihannya masing – masing antara paket umroh dan paket wisata ke negara lain maka perhitungan PPN Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu adalah 5% x 11% x Harga Jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan (jumlah total tagihan atas umroh dan paket wisata ke negara lain)
  6. PPIU yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu.

Sebagai Penyuluh Pajak, penulis melihat potensi pajak terbuka lebar untuk dapat lebih dioptimalkan demi meningkatkannya penerimaan pajak, apalagi negara – negara lain demi meningkatkan roda perekonomian sudah membuka diri untuk kunjungan wisata religi diantaranya Turkiye, Mesir, Yordania dan masih banyak negara lain terlebih semakin membaiknya kondisi pandemi Covid 19.

 Atas hal – hal tersebut di atas, penulis memberikan beberapa usulan diantaranya:

  1. Perlunya dilakukan edukasi perpajakan khususnya PMK-71/2022 kepada para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh di seluruh Indonesia.
  2. Perlu adanya sinergi antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian Agama dalam hal ini diwakili antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengenai Data Jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh di seluruh Indonesia.

Akhirnya Penulis mengharapkan semua elemen masyarakat baik orang pribadi maupun badan bisa berkontribusi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan dengan memahami Hak dan Kewajibannya sebagai Wajib Pajak.

Artikel telah dipublish di : republiknews.co.id; Penulis : Slamet Wahyudi, S.E (Fungsional Penyuluh Ahli Muda KPP Badan dan Orang Asing Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.