Iman sebagai dasar, pengharapan sebagai ekstensi, dan kasih sebagai titik akhir yang diisi oleh kasih Tuhan untuk mengubah dan memberkati sesama manusia. Iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar dari ketiganya adalah kasih. Yang paling penting di antara ketiga ini adalah kasih. Iman memberikan kekuatan untuk mengalahkan dunia yang berdosa ini. Pengharapan memberikan kekuatan menikmati dunia yang akan datang. Kasih memberikan kekuatan untuk mengubah dan menolong dunia keluar dari kejahatan, kembali kepada Tuhan. 

Di dalam pengharapan, kita meninggalkan titik permulaan, titik alfa, dan berharap menuju titik omega. Di dalam pengharapan, kita memandang menuju kekekalan, karena Allah menjanjikan anugerah kekekalan untuk mendapatkan anugerah, berkat, dan janji yang telah diberikan kepada kita. Kekekalan Allah menjadi tujuan pengharapan kita. Manusia berpengharapan, karena manusia memiliki kekekalan yang diberikan Allah. Allah adalah Allah yang memiliki pengharapan, Allah yang memberikan janji yang kekal untuk mengisi pengharapan kita, dan Allah menciptakan kekekalan di luar diri-Nya, yang menjadikan esensi hidup kita bernilai. 

Karena mempunyai kekekalan, maka kita mempunyai pengharapan. Karena mempunyai pengharapan, maka kita menuju kepada janji Allah yang kekal. Janji Allah yang kekal yang diberikan kepada manusia tidak mungkin kosong, karena Allah jujur, tidak menipu, dan tidak berubah. Allah yang jujur, setia, dan tidak berubah, Allah yang terus ada, akan menggenapkan janji-Nya kepada manusia. Kita hidup dalam pengharapan, menuju kepada penyesuaian dan penggenapan dari Allah atas apa yang dijanjikan kepada kita, karena itu kita dapat hidup bergairah dan dinamis, tanpa lesu, putus asa, dan tidak ada pengharapan. Kita hidup penuh pengharapan di dalam janji Allah karena Allah yang berjanji adalah Allah yang akan menggenapi segala yang dijanjikan-Nya, karena itu firman Tuhan tidak menjadi kosong dan sia-sia. Firman Tuhan akan menggenapi segala sesuatu yang telah dikatakan kepada kita. Karena itu, iman, pengharapan, dan kasih menuju kepada Allah yang sama. Iman menuju kepada kesetiaan pada firman yang diwahyukan kepada kita. Pengharapan ditujukan kepada janji yang akan digenapkan oleh-Nya. Kasih kembali kepada sumbernya, yaitu Tuhan yang memberikan kasih, agar kita membagikan hidup dan anugerah sehingga orang lain mendapat berkat Tuhan melalui kita. 

Kita hidup di dalam pengharapan yang berdasarkan iman dari titik permulaan menuju titik akhir yang pasti akan datang. Dengan demikian, pengharapan memberitahukan bahwa ada titik akhir dan penggenapan janji Allah bagi masa depan kita. Mempunyai pengharapan berarti Allah akan menggenapi apa yang dimulai dari iman menuju kepada penggenapan pengharapan, sehingga mendapat kesempurnaan Tuhan. Pengharapan juga mengajarkan kita bahwa dunia ini tidak terus-menerus berotasi; dunia mempunyai titik akhir, dan titik akhir tersebut memberhentikan segala keberadaan di dunia ini di hari kiamat. Karena ada kiamat, dunia mempunyai akhir, maka segala sesuatu yang terjadi di dunia ini bukan selamanya. Segala sesuatu yang terjadi di dunia tidaklah berjalan seterusnya. Segala sesuatu akan lewat. Sejarah akan tiba di titik akhir dan berhenti pada hari terakhir (hari kiamat) dari sejarah. Sejarah akan tiba pada hari akhir dari seluruh dunia, namanya kiamat. Ketika kiamat sudah tiba, semua pengadilan yang tidak beres akan dibereskan, semua penghakiman yang tidak adil akan diselesaikan. Allah akan mengakhiri sejarah ini dengan penghakiman terakhir untuk mengoreksi semua hal yang salah, semua tindakan dan keputusan yang salah. Penghakiman dunia yang tidak adil, tidak benar, dan tidak sesuai prinsip Alkitab, semuanya akan dibereskan pada akhir zaman ketika kiamat. Saat itu, semua akan kembali kepada kebenaran Allah yang tidak ada diskriminasi, dan akan mendapat kesempurnaan pelaksanaan keadilan Tuhan. 

Ketika engkau dijahati orang atau diperlakukan tidak adil, jangan menangis, jangan kecewa, melainkan berpengharapan bahwa semua akan dibereskan pada hari kiamat itu. Ketika tiba hari penghakiman, datangnya penghakiman terakhir, titik akhir dari sejarah, segala sesuatu akan ditegakkan dan dikoreksi, semua akan dikembalikan kepada kebenaran. Alkitab mengatakan, “Mari kita mengharapkan langit dan bumi baru yang akan turun dari atas.” Ketika langit baru dan bumi baru turun, di dalamnya penuh dikaiosune, kebenaran Allah. Allah akan membereskan dunia berdosa, memperbarui, mengoreksi, dan membawa kita kembali kepada kebenaran Allah. Oleh karena itu, kita bukanlah orang yang tidak mempunyai pengharapan, hidup di dalam kekecewaan, dan putus asa, tetapi sebaliknya hidup dalam pengharapan—segala kesalahan akan diperbarui, segala kerusakan akan dihentikan, dan keadilan akan dilaksanakan ketika kiamat. Kita bukan orang yang berharap kepada orang dunia, pemimpin pemerintah yang menyeleweng, atau kepada hakim-hakim yang tidak jujur, tetapi kita berharap kepada Tuhan yang sejati, yang akan melaksanakan kebenaran dan keadilan-Nya yang mutlak dan sempurna. 

Yesaya 42 menulis bagaimana Tuhan Allah memberikan kesaksian untuk memuji Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, “Lihatlah Hamba-Ku yang tidak menyaringkan suara, tidak berteriak di tengah jalan, tidak memasyhurkan nama-Nya supaya didengar. Ia begitu tenang, diam, tekun, dan setia menjalankan kehendak Allah. Lihatlah Hamba-Ku yang tidak putus asa dan kehilangan pengharapan, tetapi menolong orang lain dengan segala kekuatan untuk memberikan kontribusi, untuk membangkitkan, menegakkan, dan meneguhkan rekan-rekan-Nya. Buluh yang terkulai tidak dipatahkan-Nya, sumbu yang berasap tidak dipadamkan-Nya.” Terus-menerus dengan tidak kecewa dan putus asa, Ia menjalankan keadilan di bumi ini sampai kebenaran Tuhan ditegakkan di seluruh dunia. Ia sendiri tidak akan tawar hati, tidak putus asa, terus menjalankan kehendak Tuhan hingga kiamat, sampai rencana Tuhan digenapi. Ini adalah pujian Allah Bapa, Oknum Pertama, kepada Allah Anak, Oknum Kedua Allah Tritunggal, dan menunjukkan bagaimana mereka yang adalah hamba Tuhan harus belajar setia melayani Tuhan, belajar dari Kristus. Ketika keadilan Allah dilaksanakan di dunia ini dan kebenaran-Nya digenapkan di tengah masyarakat dengan jujur dan menunggu sampai rencana Allah digenapi, maka orang-orang seperti ini adalah orang yang penuh pengharapan, menuju pada titik akhir di mana Tuhan datang menggenapi rencana-Nya di dunia ini. 

Kita adalah manusia yang dapat berhenti, mati, dan tidak kekal. Tubuh kita hanya beberapa puluh tahun saja, tetapi jiwa kita mempunyai kekekalan. Prinsip pengharapan ini harus kita pegang dan tujukan pada kekekalan Allah, sehingga kita hidup menghadapi kemuliaan Allah, menghadapi murka Allah, dan sekaligus janji Allah yang akan digenapi. Karena pengharapan kita menuju kepada kekekalan di depan, maka pengharapan kita bukan hanya memperhatikan hidup sekarang saja, hanya hidup menanti berkat di dunia ini saja, melainkan kita hidup di dalam pengharapan menuju penggenapan janji Tuhan di dalam kekekalan. Kita harus sabar dan tekun, karena orang yang sabar dan tekun menanti sampai akhir akan diselamatkan dan tidak akan dikecewakan Tuhan. 

Mari kita mempertahankan iman yang telah diberikan Tuhan kepada kita dan memegang teguh janji yang telah diberikan kepada kita. Di dalam perjalanan yang panjang ini, kita memerlukan kebijaksanaan, keadilan, dan keberanian dari Tuhan, serta tahan nafsu dari Roh Kudus. Keempat hal ini tercantum dengan jelas dalam Alkitab. Dalam sejarah orang Gerika, mereka memikirkan empat hal ini sebagai prinsip hidup yang membangun bangsa dan meneguhkan pribadi manusia, yaitu: manusia membutuhkan hikmat, membutuhkan kebenaran-keadilan, membutuhkan keberanian, dan membutuhkan penguasaan diri. Dengan empat unsur ini, bagi orang Gerika, manusia mendapatkan makna tertinggi dan hasil hidup terindah. 

Orang Gerika memengaruhi Kerajaan Romawi dengan filsafat dan prinsip hidup mereka. Tetapi ini semua akan disempurnakan hanya melalui Kitab Suci. Mengapa orang Gerika mempelajari filsafat? Karena mereka menganggap kebijaksanaan sebagai prinsip pertama. Filsafat atau filosofi berasal dari kata filo dan sofos, filia dan sofia. Filia artinya love (cinta), sofia artinya wisdom (kebijaksanaan). Maka filosofi berarti the love of wisdom (cinta akan kebijaksanaan). Aku mencintai kebijaksanaan untuk menggenapkan kehidupanku. Aku merindukan kebijaksanaan, aku mencintai kebijaksanaan, karena kebijaksanaan memenuhi dan memberikan bobot hidup. Oleh karena itu, orang Gerika berprinsip, 1) kebijaksanaan; 2) kebenaran-keadilan (dikaiosune), di mana dikaiosune adalah kebenaran, keadilan yang selalu dipakai dalam pengadilan. Seorang hakim ketika menegakkan peraturan, harus berdasarkan dikaiosune. Keadilan membuat engkau besar, signifikan, dan penting karena tidak memandang bulu. Keadilan penting sekali, ini prinsip kedua orang Gerika; 3) keberanian. Orang yang sudah mengerti semua prinsip, mempunyai pengertian secara nalar akan hukum, tetapi ketika melaksanakannya dengan berani, pasti rusak, penghakimannya tidak adil. Kebijaksanaan tidak cukup, keadilan tidak cukup, harus ada keberanian, tetapi tidak boleh kelebihan karena dapat menjadi liar, ganas, dan biadab. Mempunyai keberanian tanpa mempunyai 4) penguasaan diri, kekuatan menahan nafsu yang berlebihan, akan merusak kehidupan. Empat hal ini membuat orang Gerika berwatak tinggi, berkarakter agung, dan membuat bangsa tersebut hidup di dalam dunia dengan konsistensi spirit dan ketekunan. 

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-19-pengharapan-3#hal-1