Ketika manusia menikah, tiga kalimat penting muncul, tidak peduli engkau sekolah tinggi atau rendah, engkau dari Harvard atau dari kampung, atau dari sekolah negeri, semua sama. Ketika akan menikah, yang pria akan berkata, “Aku mencintaimu.” Yang perempuan akan bertanya, “Sungguhkah?” Jika ditanya demikian pasti yang pria tidak menjawab, “Tidak, hanya main-main.” Kalau engkau jawab hanya main-main, berarti tidak usah menikah. Jadi kalimat pertama adalah: sungguh-sungguh. Kalimat kedua, “Hanya saya? Engkau tidak punya lima pacar, bukan?” Jika punya pacar banyak, engkau akan berkata, “Enyahlah engkau, saya tidak mau menikah dengan orang yang pacarnya lima!” Kalimat ketiga, “Sampai kapan?” Maka akan dijawab, “Cinta sampai selamanya!” Tiga hal ini: sungguh, hanya satu, dan sampai selamanya.
Jika sekarang engkau sudah menikah, tetapi ada orang lain, berarti engkau kurang ajar, engkau melanggar ciptaan Tuhan. Jika ketiga hal ini tidak diperhatikan, engkau tidak pernah menghargai pernikahan. Ibrani 13:4 menuliskan bahwa setiap orang harus menghargai pernikahan. Di dalam pernikahan, ada tiga hal yang dituntut. Pertama, sungguh-sungguh; kedua, hanya satu; ketiga, selamanya. Ketika suami istri cekcok, berkelahi, berbeda pendapat, tidak apa-apa, pokoknya tetap sungguh-sungguh, tetap hanya satu, dan sampai selamanya. Dalam menghormati pernikahan, bagaimanapun sulitnya hubungan suami istri tetap dapat diselesaikan. Tetapi jika sudah bercabang hati, sudah tidak sungguh-sungguh, hanya main-main dan sudah banyak orang yang ikut campur, sudah membuang janjinya, itu sudah bukan pernikahan, karena itu yang mutlak dari Tuhan, yang kekal adalah Tuhan.
Tuhan berkata, “Aku menciptakan engkau, Aku memberikan kekekalan di dalam hatimu.” Manusia menjadi makhluk yang dapat mengabdi kepada Allah, makhluk yang dapat berjanji kepada Allah, dan makhluk yang merindukan, meminta, dan menginginkan keadaan abadi. Di situ timbullah yang kedua, yaitu pengharapan. Cinta yang setia kepada Tuhan mengakibatkan iman yang kembali kepada Tuhan. Iman yang setia kepada Tuhan menghasilkan pengharapan kepada Tuhan. Iman yang kembali kepada Tuhan harus setia dan kembali kepada-Nya. Dan setelah iman kepada Tuhan, akan menghasilkan permintaan, kerinduan, dan keinginan untuk diakui Tuhan. Maka iman menghasilkan pengharapan. Jika iman menghasilkan pengharapan, tindakannya akan sesuai dengan arah yang diharapkan. Apa yang engkau inginkan, engkau harapkan, engkau garap, akan membuat engkau berjalan di situ. Engkau bertindak sesuai dengan arah, sesuai dengan permintaan, sesuai kerinduan, karena engkau ingin berharap dengan kekal.
Pengharapan penting sekali, karena tanpa adanya pengharapan tidak ada hari depan. Hari depan ditentukan dengan pengharapan yang sungguh-sungguh mau mengabdi dan melaksanakan apa yang dirindukan. Ketika engkau mencari Kerajaan Allah, laksanakanlah semua kelakuan sesuai kehendak yang Allah wahyukan. Ketika engkau sungguh-sungguh mau menyenangkan Allah, lakukan setiap tindakan untuk mencari kesukaan Allah. Semua yang menyedihkan Roh Kudus dibuang. Semua yang berlawanan dengan kehendak Tuhan dibuang. Semua yang sesuai dengan rencana Tuhan dilaksanakan dengan tekun, dengan sehati, dan dengan setia. Sepenuh hati dan konsisten kita melakukan apa yang menyenangkan Allah. Dengan demikian engkau mempunyai pengharapan yang sesuai dengan imanmu.
Seseorang yang mempunyai iman yang sesuai dengan rencana Tuhan akan mendapatkan yang selamanya berarti dan abadi. Inilah pengharapan! Orang yang beriman menghasilkan pengharapan dan pengharapan meneguhkan hidup orang beriman tersebut. Karena pengharapan berpadu dengan iman, maka pengharapan memberikan arah yang benar, memberikan hari depan yang cerah, dan memberikan sasaran yang teguh. Engkau tidak menyimpang ke kanan, tidak serong ke kiri, karena engkau mempunyai satu tujuan pasti di depan. Pengharapan membawa engkau menuju kepada tujuan tersebut dan kekuatan memberikan engkau kemampuan melaksanakan dan menggenapkan semua hal tersebut. Dengan demikian iman dan pengharapan tidak dapat dipisahkan. Pengharapan adalah ekspresi dari iman dan iman menjadi dasar dari teleskop rohani akan pengharapan. Saya sudah beriman, maka saya akan berdiri teguh, saya berpengharapan, saya melihat dengan jelas sekarang dari langkah dasar ini saya mau menuju ke mana. Melalui teleskop rohani saya melihat masa depan saya, saya melihat masa depan saya di dalam tangan Allah. Melalui pengharapan saya bersandar kepada Tuhan.
Orang Kristen adalah orang yang beriman kepada Tuhan. Dan orang Kristen juga adalah orang yang berharap kepada Tuhan. Kita berharap kepada Tuhan dan menginginkan hari depan yang Tuhan karuniakan berdasarkan iman kita yang sekarang. Kita mengharapkan janji yang telah Tuhan beri tahu untuk hari depan kita. Dengan demikian pengharapan menentukan dan mengisi makna hidup kita. Jika ditanya, mengapa ada orang yang bunuh diri? Orang bunuh diri karena tidak mempunyai pengharapan. Orang bunuh diri bukan karena ia kurang cantik, karena ada bintang film yang cantik sekali, tetapi akhirnya bunuh diri. Orang bunuh diri bukan karena tidak ada uang, karena ada konglomerat yang kaya sekali, akhirnya bunuh diri. Orang bunuh diri bukan karena tidak ada pengetahuan, karena ada profesor yang cerdas sekali, akhirnya bunuh diri. Setelah mereka bunuh diri lalu ditelusuri, ditemukan bahwa semua penyebab mereka bunuh diri itu sama. Hanya satu penyebab: mereka kehilangan pengharapan.
Jika seorang laki-laki melihat istrinya tidak ada pengharapan bertobat, maunya selingkuh terus, pelan-pelan ia kecewa lalu bunuh diri, itu tindakan yang bodoh. Tetapi ada orang yang melihat istrinya menyeleweng, akhirnya ia menikah lagi. Orang yang pesimistis memilih bunuh diri karena ia terus mengharapkan yang tidak mungkin diharapkan. Jika harapan tidak mungkin terlaksana, jika harapan tidak mungkin terwujud, manusia akan mulai berpikir bahwa hidupnya sudah tidak ada arti lagi. Jika orang sudah merasa bahwa hidupnya tidak berarti, ia akan berani untuk bunuh diri. Jadi sebab utama bunuh diri adalah tidak adanya pengharapan. Oleh karena itu, jika tidak ada pengharapan, bahayanya lebih besar daripada tidak ada uang, tidak ada kesehatan, tidak ada kecantikan, atau tidak ada reputasi. Salah satu musuh terbesar manusia adalah tidak adanya pengharapan. Oleh karena itu, Alkitab berkata, engkau memerlukan iman dan pengharapan. Dengan adanya iman, akan ada pengharapan, maka hari depan engkau cerah adanya.
Di dalam 1 Petrus ada tertulis kalimat, “Orang-orang demikian hidup di dunia dengan tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan.” Mereka memang hidup, dan mereka hidup seperti engkau dan saya, berada di dunia ini. Bedanya mereka hidup di dunia ini tetapi tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Dua istilah ini melukiskan kehampaan hidup. Barang siapa hidup di dunia tetapi tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan, orang itu seperti binatang yang mati adanya. Tetapi jika orang tersebut hidup di dunia ini dengan mempunyai Allah dan pengharapan, hidupnya penuh dengan makna, diisi dengan arti, dan semua kegiatannya menuju kepada sasaran yang benar, karena Allah dan pengharapan akan mengisi dan menyediakan substansi hidup yang paling hakiki kepada manusia. Hidup di dunia ini yang paling menakutkan adalah tidak ada Allah dan tidak ada pengharapan. Tetapi jika hidupnya diisi dengan Allah dan janji-Nya, firman dan kebenaran-Nya, hidup menjadi berarti. Hidup diisi dengan pengharapan dan sasaran yang benar, maka usaha mereka tidak sia-sia.
Kita bekerja karena kita mengetahui bahwa bekerja ada hasilnya. Kita berusaha dengan keras karena kita mengetahui hari depan kita cerah. Jika kita tidak ada hari depan, tidak ada hasil apa pun dari semua usaha, tidak ada sasaran, untuk apa manusia hidup? Oleh karena hidup mempunyai sasaran, mempunyai arti, dan mempunyai hari depan, maka kita berjuang setengah mati pun tidak takut, bagaimana lelah tetap rela. Anak-anak kita menjanjikan hari depan kita. Ada orang yang miskin sekali, ketika melahirkan bayi ia mulai mengangankan, “Anak ini jika besar, saya harap ia mendapat pendidikan yang baik, saya harap ia bertubuh sehat, saya harap ia bekerja yang rajin, saya harap ia mempunyai moral yang tinggi.” Karena adanya harapan dan sasaran tersebut, ia jadi bergairah. Pengharapan menggairahkan hidup. Di dalam hidup kita, beriman saja tidak cukup, tetapi juga harus menggairahkan pengharapan. Jika engkau sudah mendapat pengharapan dengan sasaran yang benar, melalui janji Tuhan yang tidak mungkin diingkari, hari depanmu akan cerah dan sukses di dalam Tuhan. Amin.
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-17-pengharapan-1