Definisi iman yang pertama adalah arah dari jiwa seseorang, arah dari kerohaniannya. Alkitab berkata bahwa seseorang yang percaya kepada Allah akan mati terhadap dosa dan hidup terhadap kebenaran. Terhadap dosa ia sudah mati, tetapi terhadap kebenaran dia hidup. Jika dalam menghadapi kehidupan di dunia ini, engkau menganggap dirimu sudah mati, dosa yang berada di dunia tidak akan menggodamu. Engkau melihat orang berzinah, tidak suka. Ketika melihat orang berkelahi, engkau tidak suka. Melihat orang yang curang, mencuri, dan berbuat kejahatan, engkau benci, karena dirimu sudah mati terhadap dosa. Karena sudah mati, maka daya tarik terhadap dosa sudah tidak ada. Engkau mau ditarik untuk berzinah, engkau mengatakan, “Tidak, si aku yang suka berzinah sudah mati.” Terhadap dosa, melihat diri sendiri sebagai orang mati. Terhadap perzinahan, judi, kerakusan, egoisme, dan segala kejahatan, menganggap diri sudah mati dan tidak akan berkecimpung lagi di dalamnya. Saya sudah mati terhadap hidup lama saya, tidak lagi memiliki keinginan atau semangat untuk mencobai dosa.
Tetapi terhadap yang benar, suci, adil, bajik, dan penuh kasih, engkau selalu tertarik, karena hatimu menghadap kesucian, keadilan, kebajikan, dan kebenaran dari Tuhan. Karena hidup terhadap kesucian Tuhan, maka semua yang suci menarik engkau. Engkau dipimpin dan ditarik melakukan hal-hal yang benar, jujur, suci, dan adil karena hidupmu sudah berubah. Iman berarti arah rohani, arah hidup seseorang, arah dari jiwanya. Orang yang beriman adalah orang yang berarah kepada kebenaran, orang yang berarah kepada kebenaran adalah orang yang berarah kepada Tuhan, dan arah ini disebut iman.
Definisi kedua, orang yang beriman kepada Tuhan, matanya melihat hal-hal rohani, melihat segala sesuatu benar atau tidak benar hanya dari Tuhan, tidak tertarik kepada hal-hal yang merusak matanya. Orang yang beriman matanya jeli, melihat apa yang dilihat Tuhan. Jika engkau tidak diperanakkan oleh air dan Roh Kudus, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah. Dalam 2 Korintus 4:4, dikatakan bahwa di dalam dunia ini, orang yang tidak beriman itu sudah dibutakan mata rohaninya sehingga tidak bisa melihat Tuhan dan kemuliaan Kristus yang memancarkan kuasa dari Tuhan Allah. Tetapi orang yang sudah dicelikkan matanya, sudah disembuhkan oleh Roh Kudus, ia dapat melihat kemuliaan, keindahan, dan pimpinan Tuhan; mata rohaninya terbuka. Mereka yang tidak mempunyai iman kepada Tuhan, matanya seperti orang buta, tidak dapat melihat apa-apa karena tidak mempunyai pimpinan Roh Kudus. Jika engkau beriman, engkau akan melihat apa yang ditunjukkan oleh Roh Kudus serta Kerajaan-Nya.
Pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah visi rohani. Ketiga, iman adalah pegangan rohani, kepastian rohani. Orang yang percaya Tuhan di dalam rohaninya memegang bahwa Tuhan itu suci, adil, bajik, dan membuat manusia melihat. Kita memegang janji Tuhan. Allah adalah Dia yang memegang janji, dan Ia berjanji di dalam kebenaran-Nya, di dalam kesetiaan-Nya. Allah mau kita bersandar kepada-Nya, Allah yang adil, suci, dan tidak berubah sampai selamanya. Orang beriman adalah orang yang berarah, bermata penglihatan rohani. Orang beriman adalah orang yang memegang janji dan pimpinan Tuhan yang tidak pernah berubah.
Karena Allah tidak berubah, maka janji Allah juga tidak berubah. Karena Allah kekal, maka janji Allah kekal. Barang siapa yang memegang tangan dan rencana Tuhan, orang itu diberikan kebebasan beriman dan kepastian bersandar. Jika kita beriman, kita tidak perlu takut kehilangan apa-apa. Jika kita beriman, walaupun banyak yang melawan, kita berdiri dengan bersandar kepada Tuhan yang tidak berubah. Siapa yang dapat mengalahkan dunia ini kecuali mereka yang percaya?
Ketika Yesus di dunia, Ia adalah Firman yang menjadi daging dan Ia tidak berubah. Oleh karena itu, tidak perlu takut jika manusia berubah dan meninggalkan engkau karena engkau sedang dipegang dan engkau memegang-Nya dengan erat. Kita memegang tangan Tuhan yang tidak kelihatan dengan tangan kita yang kelihatan. Dunia ini dapat guncang. Ekonomi, politik, ilmu, dan keamanan masyarakat dapat guncang. Kekuatan militer dan uang dapat guncang. Tetapi di antara semua yang dapat dan sedang berguncang, ada janji Tuhan yang tidak berguncang, yaitu Ia akan menyertai kita. Yang menjaga Israel adalah Tuhan, jangan engkau mendengar suara tentara Mesir ketika mengejar bangsa Israel. Yang menjaga Mesir adalah dewa-dewa yang dapat diguncangkan sehingga tidak dapat menjadi pegangan yang kokoh. Tetapi orang yang bersandar kepada Tuhan yang tidak berubah, ia mempunyai pegangan untuk selamanya. Karena rencana-Nya kekal dan Tuhan tidak berubah, maka kita bersandar kepada Tuhan. Ini namanya iman.
Definisi iman yang keempat adalah iman yang bersandar kepada Tuhan. Iman yang sejati adalah peristirahatan di dalam Tuhan. Mengapa Tuhan setelah menciptakan segala sesuatu dalam enam hari, pada hari ketujuh Ia beristirahat? Ia beristirahat untuk menjadi perteduhan yang menaungi dan menarik semua orang beriman untuk menikmati perdamaian dari Tuhan. Orang-orang yang tidak memiliki perteduhan adalah mereka yang hidup di luar kehendak Allah. Allah tidak mau kita bekerja mati-matian tanpa istirahat; Allah mau enam hari kita bekerja dan hari ketujuh beristirahat. Hari ketujuh adalah hari Sabat. Sabat berarti perhentian. Sabat berarti berhentilah bekerja. Tuhan tidak bekerja pada hari Sabat dan Tuhan ingin orang-orang yang percaya kepada-Nya mengalami perhentian dan perdamaian dari Tuhan. Tuhan mengajak kita menikmati peristirahatan dengan Tuhan sendiri.
Inilah empat definisi penting. Pertama, iman adalah arah rohani. Kedua, iman adalah visi rohani. Kita melihat apa yang dilihat oleh Tuhan sebagai iman yang membuka mata di hadapan Tuhan. Kita tidak sama seperti orang yang dibutakan oleh Iblis. Dalam 2 Korintus 4:4, orang yang tidak percaya adalah orang yang sudah dibutakan oleh setan sehingga mereka tidak pernah melihat kemuliaan Injil. Mata mereka sudah dibutakan oleh Iblis. Jika belum dibuka kembali oleh Tuhan, belum ada iman. Melalui iman kepada Tuhan, kita memiliki penglihatan baru, melihat pencelikan mata rohani baru dan mengetahui rencana Tuhan di dunia ini. Ketiga, iman adalah pegangan rohani. Keempat, iman adalah peristirahatan dalam kerohanian. Tuhan mau kita betul-betul menikmati perhentian Tuhan yang sifatnya lain dengan dunia. Kita berhenti dan memiliki pegangan serta sejahtera di hadapan Tuhan.
Kita berkata kepada Tuhan, “Berilah aku kunci-Mu. Bawalah aku ke gudang-Mu karena dengan iman aku akan membuka pintu gudang melihat semua kemuliaan, kekayaan, dan semua tabungan yang Tuhan sudah siapkan bagiku.” Orang tua yang mencintai anaknya akan menabung uang bukan untuk kenikmatan sendiri, tetapi untuk anaknya. Jika anaknya sudah besar, dapat dikirim ke sekolah yang baik. Saya berkata kepada anak-anak saya, kalau sekolahnya jelek, jangan kira mereka dapat sekolah ke luar negeri. Kalau sekolahmu baik sekali, saya mati pun akan siapkan uang untuk engkau bisa sekolah di tempat yang baik. Akhirnya mereka di Amerika sambil kuliah sambil bekerja, karena uang yang saya kirim hanya cukup sepertiga perongkosan mereka. Saya tahu tidak cukup, tetapi saya bukan orang kaya, saya tidak sanggup memberikan sepenuhnya kepada mereka. Saya tidak setuju mereka dimanja, ke luar negeri seenaknya pakai uang yang dikirim dari sini, karena saya sendiri harus kerja berat.
Sampai sekarang berusia 79 tahun (red. 2019), saya belum berhenti bekerja. Saya masih harus mengisi kebutuhan ribuan orang, memberikan pikiran saya, siang malam merenungkan firman Tuhan, harus mengisi kebutuhan, kehausan rohanimu dengan firman Tuhan yang tidak henti-hentinya. Sebagai pendeta dan pendiri Gereja Reformed Injili Indonesia, saya tidak pernah mengambil uang gereja untuk mendukung anak saya sekolah di luar negeri. Keempat anak saya yang kuliah di luar negeri, saya sendiri yang kerja susah payah mendapatkan uang yang sangat minim dan hanya mengirim sepertiga dari kebutuhan mereka.
Jika ada uang, saya membeli barang untuk ditaruh di museum. Saya mengisi museum dalam menjalankan mandat yang Tuhan berikan kepada saya. Kini kita memiliki museum yang indah. Saya tidak memakai uang gereja, tidak memakai uang persembahan untuk satu pun barang di museum. Semua itu dari uang pribadi saya dan juga persembahan dari beberapa orang lain yang terbeban. Kita menggunakan uang dari STEMI untuk membangun Aula Simfonia Jakarta dan menyelenggarakan konser. Semua tugas berat ini dikerjakan mati-matian.
Jika Tuhan masih memberi saya uang lebih, saya harus mengetahui bagaimana memakainya. Saya tidak memakai untuk kenikmatan sendiri. Kita harus merencanakan jika uang lebih harus bagaimana. Saya sudah merencanakan jika mempunyai uang lebih, saya akan membuat kebahagiaan untuk dinikmati semua anggota gereja ini. Engkau boleh mendengar musik yang baik walaupun kadang-kadang harus membayarnya, karena para musikus perlu hidup dan kita tidak bisa tidak memedulikannya. Namun untuk menikmati barang-barang di museum engkau tidak pernah ikut membayar, bahkan engkau belum pernah membeli satu barang pun untuk ditaruh di museum.
Bersambung…
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/artikel/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-14-doktrin-iman#