William Shakespeare (lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 26 April 1564 – meninggal di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 23 April 1616 pada umur 51 tahun) yaitu seorang penulis Inggris yang seringkali disebut orang sebagai salah satu sastrawan terbesar Inggris. Dia menulis sekitar 38 sandiwara tragedi, komedi, sejarah, dan 154 sonata, 2 puisi naratif, dan puisi-puisi lainnya. Dia menulis selang tahun 1585 dan 1613 dan karyanya telah diterjemahkan di nyaris semua bahasa hidup di dunia dan dipentaskan di panggung lebih daripada semua penulis sandiwara lainnya.

Kehidupan

Shakespeare lahir di Stratford-upon-Avon, Inggris, pada bulan April 1564, sebagai putra John Sekspeare dan Mary Arden. Ayah William cukup kaya ketika dia lahir dan mempunyai bidang usaha pembuatan sarung tangan namun pengahabisan dia dibuat menjadi persangkaan miskin setelah menjual wol secara ilegal. Shakespeare tidak mengikuti jejak ayahnya.

Pada masa waktu seratus tahun itu, sekolah umum baru dimulai di Inggris. Sebelumnya, nyaris semua anak tidak kenal perkara membaca dan menulis, mereka hanya berusaha bisa suatu keterampilan atau bertani. Shakespeare pergi ke salah satu sekolah umum yang baru ini. Dia berusaha bisa Latin, yang merupakan bahasa semua kaum terpelajar, acuh dari negara mana mereka berasal. Dari London ke Lisbon, dari Aleksandria ke Konstantinopel, dari Tunis ke Yerusalem, semua orang terpelajar berkata Latin dan bahasa ibu mereka. Semua dokumen penting, patut dokumen negara, gereja, atau perdagangan, ditulis menggunakan Latin.

Shakespeare juga mempelajari karya-karya para penulis dan filosofer dari Yunani Lawas dan Romawi. Lebih dari masa waktu seratus tahun berlalu sejak Johannes Gutenberg memperkenalkan percetakan ke Eropa pada tahun 1452. Shakespeare dan orang Inggris lain yang dapat membaca ─ dan mampu membeli ─ buku-buku dibuat menjadi erat dengan kisah-kisah dari beragam tempat seperti Italia, Perancis, Asia Minor, dan Afrika Utara. Beberapa kisah-kisah ini dibuat menjadi dasar cerita-cerita terbesar Shakespeare. Contohnya, The Golden Ass karya Apuleius, suatu kisah lawas dari Afrika Utara, kemungkinan merupakan kisah yang menginspirasikan Impian di Tengah Musim. Shakespeare meminjam kisah sebagai Romeo dan Juliet dari seorang penulis Inggris lain, yang mendapatkannya dari seorang penulis Perancis, yang menerjemahkannya dari kisah seratus tahun ke-16 oleh Luigi da Porta dari Italia yang bersumpah bahwa kisah tersebut yaitu berlandaskan kisah nyata.

Di dalam dunia Shakespeare, terdapat susunan-susunan yang telah diterima secara umum. Nyaris semua orang di Inggris yaitu Kristen. Di hierarki terbawah terdapat kaum pekerja, di atasnya para petani dan pedagang, lalu para pendeta dan pengawal, lalu naik lagi para kesatria, tuan tanah, uskup besar, dan para raja muda. Sang monarki bertakhta di puncak tatanan sosial. Di Inggris, monarki tersebut yaitu Ratu Elizabeth I (yang dilanjutkan dengan kemenakannya, James I).

Elizabeth I memerintah Inggris nyaris selama hidup Shakespeare. Pada masa waktu seratus tahun tersebut tidak mempunyai peperangan. Diplomasi sang ratu membuat kedua seterunya Perancis dan Spanyol terjaga seimbang. Perdagangan mengembang. London dibuat menjadi kota yang padat, ramai, dan penuh dengan peluang. Rumah-rumah sandiwara didirikan di London; teater-teater tersebut yaitu tempat yang populer dikunjungi warga.

Sistem kelas pada masa waktu seratus tahun Shakespeare dapat saja sudah mempunyai susunan-susunan, namun hal tersebut tidak statis. Orang-orang mulai berpikir tentang mereka sendiri. Shakespeare hidup di masa waktu seratus tahun Renaisans yang berfaedah “kelahiran kembali” yang terjadi pada seratus tahun ke-15 hingga seratus tahun ke-17 di Eropa.

Renaisans Eropa menghidupkan kembali pembelajaran klasik. Pada masa waktu seratus tahun tersebut terdapat gerakan kebangkitan minat terhadap seni, musik, dan arsitektur. Suatu dunia yang tua dan stagnan tiba-tiba berganti dibuat menjadi hidup dan vibran. Walaupun nyaris semua orang percaya bahwa susunan matahari, bulan, bintang, dan planet memengaruhi nasib mereka, beberapa orang mulai mengubah perkara berpikir mereka tentang diri mereka dan dunia yang mereka tinggali. Mereka mulai memahami kekuasaan dan posisi pemerintahan dibuat oleh manusia, bukan ditentukan oleh Tuhan sejak lahirnya. Mereka menyadari bahwa kekristenan bukanlah satu-satunya agama di dunia. Dan karena banyak di selang mereka mulai dapat membaca, karenanya banyak juga yang tidak ingin tinggal di kelas sosial tempat mereka dilahirkan. Banyak petualang Renaisans menggunakan perkara mereka sendiri-sendiri sebagai mencari rezeki dan mengembangkan kehidupan mereka. Shakespeare yaitu salah satu dari orang-orang tersebut.

Pada awal 1590-an, William Shakepseare mengokohkan dirinya sebagai seorang penulis sandiwara dan aktor di London. Selain itu, dia juga mempunyai ronde dari rumah sandiwara tempat dia dan teman-temannya jadi pemain. Itu mungkin yaitu sumber penghasilannya. Shakespeare menikahi Anne Hathaway, yang delapan tahun lebih tua darinya, pada tanggal 28 November 1582 di Temple Grafton, tidak jauh Stratford. Anne kala itu hamil tiga bulan. Bersama-sama mereka dikaruniai tiga anak: Susanna, dan si kembar Hamnet dan Judith. Istri dan ketiga anaknya tinggal di Stratford, dan kemungkinan besar Shakespeare pergi mengunjungi mereka setahun sekali. Pada tahun 1596 Hamnet tutup usia. Karena kemiripan nama, banyak orang berpikir bahwa hal ini mengilhaminya sebagai menulis The Tragical History of Hamlet, Prince of Denmark.

Shakespeare dibuat menjadi orang teater yang sangat terkenal, sangat populer, dan sangat kaya. Ratu Elizabeth I sangat menyukai karya-karyanya; begitu pula dengan Raja James I, penerusnya. Pada pemerintahan James I, Shakespeare dan kawan-kawan terkenal dengan sebutan “Orang-orang Raja” karena Raja James I yaitu pengunjung mereka yang spesial. Shakespeare dan Orang-orang Raja jadi pemain di istana kerajaan, di teater Globe dan di rumah sandiwara mereka, dan teater Blackfriars. Sebagai mendapatkan lebih banyak uang, mereka juga mengadakan tur keliling Inggris, terutama pada saat-saat wabah penyakit menjangkit Inggris.

Orang-orang masa waktu seratus tahun Elizabeth tidak memandang pemain atau penulis sandiwara yaitu pekerjaan yang terhormat. Pergi ke teater pada masa waktu seratus tahun tersebut tidak sama seperti pergi ke teater pada ketika ini, hal itu lebih seperti pergi menonton aduan sepak bola!

Teater-teater masa waktu seratus tahun Elizabeth merupakan kontruksi kayu yang bertingkat-tingkat. Para penonton duduk di ketiga sisi atau berdiri di tengah-tengah lantai. Ronde tengah teater buka atapnya karena pada masa waktu seratus tahun itu belum mempunyai penerangan hasil pekerjaan. Ribuan orang berjejalan di teater sebagai pertunjukan sore hari. Para penonton berteriak-teriak di belakangan para aktor. Teater Globe yaitu tempat yang padat pengunjung, bising, dan berjejal-jejalan.

Puluhan ribu orang yang memadati sebagai melihat sandiwara Shakespeare hendak dapat mendengar 1700 kata yang dibuat oleh Shakespeare. Banyak kata-kata ciptannya yang ketika ini sedang dipakai. Contohnya: “deafening” (menulikan), ” hush”, ” hurry” (lekas), ” downstairs” (di bawah), ” gloomy” (sedih), ” lonely” (sendirian), ” embrace” (pelukan), ” dawn” (senja). Ejaan yang dipakai Shakespeare pun berbeda dari masa waktu seratus tahunnya. Orang-orang masa waktu seratus tahun Elizabeth mengeja kata-kata seperti yang tertulis, seperti Latin dan Indonesia. Tidak mempunyai perkara “yang benar” sebagai mengeja. Orang-orang menulis suatu kata seperti ejaan yang mereka inginkan. Bila ingin menulis “me” (saya) tapi ingin memberikan penekanan pada kata tersebut, karenanya kata tersebut hendak dituliskan “mee”. Bila sang penulis ingin kata tersebut dibaca seperti orang berteriak dari atap rumah, karenanya kata tersebut hendak dituliskan “Meee”.

Dalam teks Shakespeare hendak dijumpai kata “stayed” (tinggal) dieja “stay’d”, karena Shakespeare ingin mengucapkan kata tersebut sebagai satu suku kata (baca: ‘steid’) seperti ejaan bahasa Inggris sekarang, bukan dua suku kata (baca: ‘stei-ed’). Bahasa Inggris modern banyak menggunakan penulisan dari masa waktu seratus tahun dahulu namun dengan menggunakan ejaan yang baru. Misalnya kata “knight” (kesatria) dulunya dieja sama seperti tulisannya (baca: ‘k-ni-gh-t’ 4 suku kata). Di dalam adat oral seperti masa waktu seratus tahun Shakespeare, orang-orang memedulikan detail intonasi, nada suara, dan bunyi yang ditimbulkan pada waktu mereka berkata sehingga bahasa lisan yang dipakai lebih kaya pada masa waktu seratus tahun dahulu daripada masa waktu seratus tahun sekarang.

William Shakespeare menulis selama dua puluh lima tahun, membuat tiga puluh enam hingga tiga puluh sembilan karya yang dikenal hingga ketika ini. Topik yang dicakup beragam mulai dari roman komik hingga perang saudara, dari permainan domestik hingga peristiwa politis yang menggegerkan dunia. Namun tiga hal yang mendasari semua karyanya yaitu pertanyaan-pertanyaan: Apa gunanya sebagai hidup? Bagaimana perkara kita hidup? Apa yang harus kita lakukan?

Sandiwara Shakespeare menawarkan pemahaman yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Itulah karenanya mengapa ahli-ahli literatur mempelajari karyanya, politikus-politikus mengutipnya, filosofer-filosofer menemukan perkara berpikir yang baru dari membaca dan membaca ulang karyanya. Mempelajari Shakespeare yaitu seperti mempelajari hidup dari beragam sudut pandang: psikologis, politis, filosofis, sosial, spiritual. Ritme yang dipakainya dalam kata-katanya terefleksi dalam ritme tubuh kita. Memainkan peranan sandiwara Shakespeare di panggung membuat seseorang menyadari seberapa dalam seseorang harus menarik napas supaya suaranya dapat terdengar sampai ujung ruangan.

Shakespeare bubar menulis pada tahun 1611 dan tutup usia beberapa tahun pengahabisan pada 1616. Sampai wafatnya dia tetap menikah dengan Anne. Pada batu nisannya tertulis: “Blest be the man who cast these stones, and cursed be he that moves my bones.” (bahasa Indonesia: “Terbekatilah dia yang menaruh batu-batu ini, dan terkutuklah dia yang memindahkan tulang-tulangku.”)

Tulisan

Shakespeare menulis tentang kondisi manusia yang sangat manusiawi. Dia memahami apa yang nyaris semua orang ingini: sebagai menyayangi orang lain, dan disayangi oleh orang lain; makan, minum, dan tidur dengan tenang; sebagai hidup di tengah dunia yang besar dan mempunyai guna di dalam hidup. Shakespeare juga memahami bahwa manusia mempunyai kelemahan-kelemahan yang kadang-kadang jauh dari rencana-rencana mereka yang terhormat (atau tidak terhormat). Shakespeare yaitu seorang jenius yang menunjukkan pada kita diri kita sesungguhnya.

Sumber : http://p2kp.stiki.ac.id/id3/1-3060-2956/William-Shakespeare_26759_p2kp-stiki.html