Reformasi UU Perpajakan dan Reformasi Perpajakan terus berjalan sebagai upaya memberikan layanan terbaik, terstandar, adil, dan terintegrasi adalah tujuan dan harapan terlebih Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan tekanan perlambatan ekonomi secara global dimana peranan APBN sebagai instrumen dalam perekonomian menjadi sangat penting. Disamping tekanan ekonomi global, tantangan dinamika perekonomian berupa disrupsi bisnis, pertumbuhan pesat ekonomi digital, tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah, basis perpajakan yang belum optimal maupun tantangan tersendiri dari pandemi Covid 19 membutuhkan sistem administrasi perpajakan yang dapat memperluas basis perpajakan dan sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

Untuk itulah diperlukan simbiosis mutualisme antara reformasi UU Perpajakan dan reformasi perpajakan dapat berjalan secara konsisten suistanable sesuai dengan apa yang sudah dirancang sejak tahun 1983 dalam menghadapi dinamika perubahan saat ini dan masa yang akan datang.

Reformasi UU Perpajakan

Ada masa ketika Reformasi UU Perpajakan ketika terjadi perubahan sistem perpajakan dari sistem official assessment menjadi self assesment ditahun 1983 adalah sejarah ketika pemerintah hadir memenuhi tuntutan dan kebutuhan rakyat tentang perlunya seperangkat peraturan perundang-undangan perpajakan secara fundamental, antara tahun 1983 s.d. 1985 disebut sebagai era Reformasi UU Perpajakan Pertama karena sepanjang tahun tersebut dikeluarkan serangkaian UU Perpajakan meliputi :

  1. UU No. 6 1983 tentang KUP
  2. UU No. 7 1983 tentang PPh
  3. UU No. 8 1983 tentang PPN & PPnBM
  4. UU No. 12 1985 tentang PBB
  5. UU No. 13 1985 tentang Bea Meterai

Setelah itu tahun 1994 dengan pertimbangan dan dalam rangka penyempurnaan sistem perpajakan dilakukan Reformasi UU Perpajakan Kedua dengan mengeluarkan beberapa perubahan dalam UU perpajakan meliputi :

  1. UU No. 9 Tahun 1994 tentang KUP
  2. UU No. 10 Tahun 1994 tentang PPh
  3. UU No. 11 Tahun 1994 tentang PPN & PPnBM
  4. UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB

Tidak menunggu lama pada tahun 1997 juga dikeluarkan beberapa Undang-Undang terkait perpajakan yang bertujuan melengkapi UU sebelumnya, tahun ini disebut sebagai Reformasi UU Perpajakan Ketiga, UU tersebut meliputi :

  1. UU No. 17 tahun 1997 tentang Penyelesaian Sengketa Pajak
  2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang PDRD
  3. UU No. 19 Tahun 1997 tentang PPSP
  4. UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP
  5. UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

Dengan pertimbangan yang sama yaitu dalam rangka penyempurnaan ketentuan perpajakan maka dilakukan Reformasi UU Perpajakan Keempat ditahun 2000 yang mengeluarkan aturan perubahan meliputi :

  1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP
  2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh
  3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN & PPnBM
  4. UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP
  5. UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB

Setelah reformasi UU Perpajakan Keempat selanjutnya penyempurnaan ketentuan perpajakan tidak lagi seragam ditahun yang sama namun kepada dinamika perubahan ekonomi, reformasi UU perpajakan merupakan perubahan mendasar dalam mengevaluasi kelemahan yang perlu dibenahi. Beberapa perubahan yang masuk dalam reformasi UU Perpajakan Kelima (Periode 2002 s.d. 2009) adalah :

  1. UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP
  2. UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh
  3. UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM

Reformasi UU Perpajakan selanjutnya atau bisa kita sebut sebagai Reformasi UU Perpajakan Keenam meliputi tahun 2010 s.d. 2020, yang dimulai dengan UU Pengampunan Pajak, diantaranya perubahan UU Perpajakan meliputi :

  • UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  • UU No. 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan
  • UU No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
  • UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang juga merubah UU perpajakan meliputi :
    • Pasal 111 tentang PPh
    • Pasal 112 tentang PPN & PPnBM
    • Pasal 113 tentang KUP
    • Pasal 114 tentang PDRD

Pilar Reformasi Perpajakan

Dalam tulisan tahun 2011 yang berjudul “Reformasi Perpajakan : Konsep Pensiun Dini?” berawal dari wacana Agus Martowardjojo (Menteri Keuangan saat itu) terkait Pensiun Dini bagi PNS yang dimulai dari Kementerian Keuangan yang notabene tidak ada dalam pilar reformasi. Dalam buku “Dynamic Stavility” (Abrahamson 2000) mengatakan agar perubahan yang dilakukan dapat berhasil, dan tidak menimbulkan dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasi, organisasi tidak boleh melakukan perubahan secara terus-menerus, organisasi harus mengetahui kapan saat yang tepat untuk melakukan perubahan. perubahan besar dan perubahan kecil harus dilakukan pada interval waktu yang tepat.

Lalu bagaimana selanjutnya kontinuitas dan dinamika Tiga Pilar Reformasi yang dicanangkan dalam perpajakan yang meliputi :

  1. Reformasi Bidang Administrasi Perpajakan
  2. Reformasi Bidang Peraturan Perpajakan
  3. Reformasi Bidang Pengawasan Perpajakan

a. Reformasi Perpajakan Jilid I (2002 s.d. 2008)

Dengan dasar mempertimbangkan perbaikan akhlak, moral, dan tanggung jawab, maka secara terus menerus dilakukan perbaikan sistem administrasi dan kebijakan perpajakan yang dapat mengurangi pertemuan antara Wajib Pasjak dan Petugas. Maka, dilakukanlah pembukaan kantor Wajib Pajak Besar, diikuti uji coba untuk Wajib Pajak menengah dan kecil dengan sistem perpajakan modern. Pada Kantor wajib pajak besar tersebut, dibentuk Account Representative yang bertujuan mengetahui segala tingkah laku, ruang lingkup bisnis, dan segala sesuatu yang berkaitan dangan hak dan kewajiban wajib pajak yang diawasinya (knowing your taxpayer).

Reformasi Perpajakan jilid I ini kemudian hari dianggap sebagai Modernisasi Administrasi Perpajakan, dan Amandemen UU Perpajakan. Jika melihat reformasi UU Perpajakan di atas dalam rentang ini hanya dua perubahan UU yang dilakukan. Maka dua dari tiga pilar reformasi perpajakan yang dicanangkan selesai dalam Reformasi Perpajakan dalam Jilid I ini.

b. Reformasi Perpajakan Jilid II (2009 s.d. 2024)

Dalam satu kesempatan, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menyatakan bahwasanya tahun 2009 merupakan reformasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan awal dari Reformai Perpajakan Jilid II. Reformasi bidang SDM ini meliputi pembenahan mutu, integritas serta militansi SDM perpajakan melalui peningkatan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.

Reformasi Perpajakan Jilid II ini dikemudian hari dicanangkan sebagai Peningkatan Pengendalian Internal, bisa jadi untuk mencakup banyak hal dan tidak sebatas Sumber Daya manusia juga meliputi bidang pengawasan perpajakan sebagaimana bunyi pilar reformasi ketiga.

Transformasi Kelembagaan (2014 s.d. 2016)

Kementerian Keuangan telah menetapkan strategic outcomes yaitu terjaganya kesinmabungan fiskalmelalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan efektif, dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas dan sustainable.

Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan transformai kelembagaan khususnya penataan kelembagaan dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam satu kegiatan Roadshow Transformasi Kelembagaan Kemenkeu tahun 2016 dengan tema “Penguatan Partisipasi Pegawai kemenkeu dalam implementasi Inisiatif Program Transformasi Kelembagaan”, Menteri Keuangan menekankan pentingnya inovasi yang dilakukan dalam rangka menyederhanakan proses bisnis dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada publik. Selanjutnya, para pimpinan di jajaran Kemenkeu juga diminta memberikan kesempatan kepada setiap pegawai untuk melakukan inovasi.

Program Transformasi Kelembagaan di Kementerian Keuangan yang dilaksanakan sejak tahun 2014 dimaksudkan untuk:

  • mewujudkan budaya berorientasi outcome;
  • merampingkan proses bisnis dan digitalisasi dalam skala besar;
  • mewujudkan organisasi yang fit-for-purpose;
  • menghargai dan mempertahankan talent;
  • proaktif menciptakan terobosan nasional.

Reformasi Birokrasi (2016 s.d. 2019)

Reformasi perpajakan ini adalah bagian dari Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) yang sedang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dengan melibatkan seluruh unit eselon satu di dalamnya. Pelibatan seluruh unit eselon satu ini dimaksudkan untuk menghilangkan sekat-sekat dan mengikis ego sektoral yang menjadi penghalang tercapainya strategic outcomes yang telah ditetapkan.

Dalam 20 (dua Puluh) inisiatif baru RBTK, program ini terbagi dalam 4 tema besar salah satunya adalah Tema Penerimaan, dengan pemilik inisiatif unit eselon satu yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan BKF. Tema Penerimaan fokus pada tercapainya pendapatan negara yang optimal.

Program Reformasi Perpajakan (2017 s.d. 2018)

Lebih kepada penekanan terkait konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas reformasi perpajakan. Melalui KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 menetapkan tanggal 14 Juli sebagai hari Pajak (baca 14 Juli = Hari Pajak).

PSAP dan PSIAP (2018 s.d. 2024)

Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Reformasi Perpajakan Melalui Pembaruan Sistme Administrasi” disebutkan bahwasanya melalui Peraturan Presiden RI nomor 40 tahun 2018 tentang pembaruan sistem administrasi perpajakan maka Direktorat jenderal Pajak memiliki landasan yang mantap untuk menjalankan reformasi perpajakan secara kredibel, konsisten, dan tentu saja dengan didukung oleh seluruh komponen masyarakat yang bertujuan agar institusi perpajakan menjadi kuat, kredibel, akuntabel dan memeiliki proses bisnis yang efektif dan efesien serta dapat membangun sinergi yang optimal antar berbagai lembaga.

Adalah Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (PSAP) yang fokusnya menjadikan DJP sebagai institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel. Salah satu bagian dari program PSAP adalah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax System) yang dibangun untuk mendukung proses bisnis utama dilingkungan DJP. Penggunaan Commercial Off the Self (COTS) sebagai aplikasi utama yang ditargetkan dapat berkontribusi dalam pencapaian sasaran strategis DJP.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sistem yang digunakan DJP yang bernama Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) memang sudah tidak bisa lagi dipoles sehingga harus mengganti sistem yang baru? Apakah PSIAP  dibawah naungan Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai manajer proyek mampu mewujudkan impian menjadikan DJP sebagai institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel? Apakah banyaknya suara sumbang proses recruitment SDM dalam program PSIAP yang kurang informatif dan transparan karena besaran remunerasi personilnya yang besar dapat dibuktikan dengan hasil yang optimal?

Penutup

Sebagai pemerhati reformasi dalam perpajakan walaupun tampaknya tiga pilar reformasi perpajakan yang dicanangkan yaitu reformasi dalam bidang administrasi, bidang peraturan, dan bidang pengawasan telah dianggap berakhir pada Reformasi Jilid II, yang selanjutnya diganti menjadi transformasi kelembagaan dan seterusnya meligitimasi bahwasanya tidak ada namanya Reformasi Perpajakan Jilid III.

Loading…