Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Rekening Bank Diawasi Oleh Pajak, Siapa Takut?!” ditulis saat terbitnya UU No 9 tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan menjadi UU. Dimana saat dikeluarkan cukup menarik banyak perhatian, khususnya para pemilik rekening gendut. Namun, tidak berlangsung lama karena setelah itu pun tenggelam tak berbekas.

Baru-baru ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengindikasikan lebih dari 500 ribuan rekening tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kadang terpikir, apakah ini juga merupakan pertimbangan kenapa dalam rancangan perubahan kelima UU KUP terdapat rencana pengampunan pajak (Amnesti Pajak), padahal faktanya tahun 2016 Amnesti Pajak telah dilakukan dan konon katanya pengampunan pajak tersukses dalam sepanjang sejarah berdirinya DJP.

NPWP dan Rekening Bank

Rekening bank, siapa sekarang ini yang tidak memilikinya. Namun, betulkah NPWP adalah salah satu syarat jika ingin membuka tabungan? bagaimana jika semua tidak mau memiliki NPWP apakah perbankan akan berdiam diri?. Faktanya penyertaan NPWP saat pembukaan rekening bukan hal yang mutlak dan perlu diketahui bahwa batasan memiliki NPWP adalah usia 18 tahun dan Indonesia mengenal istilah NPWP Kepala Keluarga dimana anggota keluarga otomatis memiliki NPWP yaitu NPWP Kepala Keluarga.

Berkaca dari ketentuan yang ada, bahwa setiap masyarakat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP, mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (PER-04/PJ/2020). Adapun fungsi NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan. Permohonan pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara elektronik dengan mengisi dan menyampaikan formulir pendaftaran dan mengunggah (upload) salinan digital yg disyaratkan (KTP/paspor) dalam aplikasi registrasi yang tersedia pada laman Direktorat jenderal Pajak. Hal inilah yang mendasari Direktorat jenderal Pajak bekerjasama dengan perbankan agar pembuatan NPWP dapat juga dilakukan melalui bank terdekat.

Ekonomi Bawah Tanah

Ekonomi bawah tanah adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang sengaja disembunyikan untuk menghindari pembayaran pajak, dan hampir disemua negara termasuk di Indonesia, bahkan konon katanya besarnya persentase kegiatan ekonomi bawah tanah di negara berkembang dapat mencapai 35 – 44% PDB. Oleh karena itu, atas laporan PPATK pada semester I/2021 dimana transaksi atas 500 ribuan rekening tak ber NPWP yg terbilang cukup besar dan diindikasikan sebagai aktivitas pada sektor e-commerce dan praktik pencucian uang berbasis perdagangan yang juga merupakan dari bagian ekonomi bawah tanah harus ditindaklanjuti.

Penegakan Hukum Masa Pandemi

Dapat dipastikan bahwasanya atas transaksi tersebut tidak pernah dilaporkan sebagai harta atau penghasilan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan), sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak yang merupakan tindak pidana. Sebagaimana diketahui bersama, tindak pidana dalam perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara, pelakunya diancam dengan hukuman pidana. Bahkan jika kita membaca UU KUP Pasal 39, Pasal 39A, dan Pasal 44 ayat (1) terhadap mereka dikenai sanksi dan berlaku juga bagi wakil, kuasa atau pihak lain yang menyuruh melakukan serta melakukan, menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Oleh karena itu, sebaiknya Direktorat Jenderasl Pajak membentuk tim melibatkan PPATK untuk menelesuri 500 ribuan rekening tersebut secara transparan sehingga masyarakat dapat melihat secara terang benderang tindak lanjut dari laporan tersebut. Apabila data telah valid terhadap pengempalng pajak tersebut dapat diberikan opsi untuk mengikuti program Amnesti pajak yang rencananya akan diberlakukan kembali. Hal ini adalah merupakan cara bijaksana terlebih dalam kondisi pandemi covid 19 ini. Ketentuan yang sama juga berlaku bagi seluruh masyarakat yang  selama ini tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, lengkap, dan jelas.