Dia bercerita, ketika pertama kali bertemu pimpinan di kantor yang baru setelah perkenalan dan mendengarkan instruksi, dia minta izin untuk berbicara empat mata. Agak aneh memang, jika kita ibaratkan dalam jabatan militer seorang Perwira Pertama minta izin berbicara empat mata dengan Jenderal bintang dua. Namun, permintaan sudah disampaikan oleh Perwira itu yang diizinkan oleh sang Jenderal.

Pembicaraan dapat disimpulkan bahwasanya sang perwira hanya ingin menyampaikan bahwa dia adalah seorang pekerja ulet yang ingin bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa adanya manipulasi baik dari segi penghasilan maupun motivasi  dalam bekerja sehingga bisa saling percaya antara bawahan dan atasan.

Sebagian orang memang menilai bahwasanya bisa saja itu bukan hal yang pantas dilakukan, namun intuisi sang perwira tidak bisa diabaikan. Walaupun sang jenderal tak dapat terhindarkan raut keterkejutannya namun dengan cepat normal kembali. Dia meninggalkan ruangan sang jenderal dengan perasaan lega dan optimis.

Terbukti dalam tiga tahun bersama, sang perwira oleh jenderal sangat diandalkan dalam hal pendapat dan perspektif keilmuan yang dimiliki. Tidak ada bulan-bulan yang dijalankan tanpa penugasan khusus yang diterima sang perwira. Hingga menjelang akhir penugasan sang jenderal, utusan jenderal datang menawarkan suatu posisi jabatan yang baik untuk sang perwira.

Dalam masa-masa penantian sang perwira atas janji tersebut, terbesit rasa optimis mengingat kesetiaan dan loyalitas sesuai dengan kode etik yang berlaku dalam pekerjaan telah tunai dilaksanakan sepanjang kebersamaan dengan sang jenderal. Dan tentu khabar sukacita tak tahan untuk diceritakan kepada kawan-kawan dekatnya.

Ketika Surat Keputusan keluar, dan ternyata janji yang disampaikan pun ternyata hanya pepesan kosong dia pun berusaha tampak tersenyum dan berpura biasa-biasa saja hingga kawan dekatnya mempertanyakan kenapa itu bisa terjadi. Segala sesuatu bisa saja terjadi tanpa ada niatan buruk dari sang jenderal, bisa saja dia sudah berusaha namun memang ada kendala teknis maupun non teknis adalah pemikiran sang perwira dalam menghibur diri.

Bertahun-tahun pun berlalu, hingga seorang teman perwira dari bumi cendrawasih mengabarkan bahwa sang jenderal terlibat skandal besar yang menyebabkan diberhentikan dari jabatan dan terancam menjadi terhukum. Bahkan, beberapa kawan dekatpun yang pernah mendengar kisah janji sang jenderal kepada perwira itu tidak tahan untuk mengkonfirmasi.

Mereka mengatakan,  bahwasanya sang perwira tersebut beruntung karena tidak jadi menduduki posisi strategis sebagaimana yang akan diberikan sang jenderal. Karena bukan tidak mungkin, posisi yang diberikan membuat sang perwira hormat dan merasa berhutang budi sehingga sulit untuk menolak perintah sang jenderal.

Dia, sang perwira tersebut pun menghela nafas panjang, “tak dapat dipungkiri dari rona wajah serta relung hatinya ada sukacita dan duka cita.” Suka cita karena apa yang menjadi pertanyaanya selama ini sudah terjawab, duka cita karena dia memahami bahwasanya sang jenderal adalah pekerja yang efektif, smart, dan militan namun entah kenapa sang jenderal selalu tergiur mengambil  lebih dari yang diperlukan.