Tahun 2021 sudah berjalan 47 hari, sebagian besar sektor usaha sedang berusaha bangkit setelah mencoba mengakrabkan diri dengan situasi pandemi covid 19. Sementara pemerintah dibawah Kementerian Keuangan mencoba mengambil langkah-langkah optimis khususnya kaitan dengan primadona penerimaan negara yang sering disebut pajak. Tahun 2021 ini, dengan mantap memutuskan bahwasanya penerimaan pajak akan tumbuh 2,6% dari target tahun sebelumnya atau sekitar Rp. 1.229,6 triliun. Optimisme ini sejalan dengan proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir tahun 2020 lalu sekitar 6,1%, walau sejujurnya saya pribadi agak kurang setuju dengan proyeksi pertumbuhan tersebut. Pertama tidak setuju dengan pertumbuhan pajak sebesar 2,6% serta yang kedua tidak setuju dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1%, “boleh kan?”
Situasi 2020
Rencana penerimaan pajak pusat (PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai) ditahun 2020 penuh dengan drama, dari rencana sebelumnya sebesar Rp. 1.642,6 triliun kemudian setelah terasa pandemi semakin menjadi-jadi maka di bulan Juni 2020 melalui Perpres 72 tahun 2020 tentang perubahan atas Perpres 54 tahun 2020 tentang perubahan postur dan rencana APBN tahun anggaran 2020 diubah menjadi Rp. 1.198.8 triliun turun sekitar 27% dari rencana semula.
Dan dari rencana Rp. 1.198,8 triliun realisasi penerimaan pajak dalam tahun 2020 (PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai) adalah sebesar Rp. 1.069,97 triliun (89%), capaian yang cukup menarik melihat dampak dari pandemi sepanjang 2020.
Rencana 2021
Pada tanggal 26 Oktober 2020 lalu Presiden Republik Indonesia melalui Undang-undang nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggara 2021 menargetkan penerimaan pajak pusat (PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai) sebesar Rp. 1.229,6 triliun atau tumbuh 2,6% dari tahun lalu. Adapun pertimbangan pertumbuhan target perpajakan kali ini adalah yang terkecil sepanjang sejarah perpajakan, akibat dari Pandemi Covid 19 yang menyebabkan terjadinya pelemahan kinerja perdagangan dan konsumsi dan berefek besar pada penerimaan perpajakan.
Perbandingan Rincian Penerimaan Perpajakan 2020 dan 2021
(Dalam Ribuan Rupiah)
No | Uraian | Perpres 54 APBN 2020 | Perpres 72 Perubahan Perpres 54 2020 | UU Nomor 9 Tahun 2020 Tentang APBN 2021 |
Pertum buhan |
1 | PPh | 929.902.819.000 | 670.379.543.400 | 683.774.638.899 | 2% |
2 | PPN & PPnBM | 685.874.886.800 | 507.516.237.696 | 518.545.224.367 | 2.2% |
3 | PBB | 18.864.632.000 | 13.441.937.380 | 14.830.603.344 | 10.3% |
4 | Bea Meterai | 7.927.838.000 | 7.485.667.699 | 12.430.549.730 | 66.1% |
Total | 1.642.570.176.382 | 1.198.823.386.175 | 1.229.581.016.340 | 2.6% | |
1 | Cukai | 180.530.000.000 | 172.197.172.827 | 180.000.000.000 | 4.5% |
2 | Bea Msk/Klr | 42.602.640.000 | 33.486.946.770 | 34.960.548.454 | 4.4% |
Total | 1.873.630.654.382 | 1.411.993.173.471 | 1.456.972.114.524 | 3.2% |
Pertumbuhan Pajak 2021
Jika kita membandingkan target penerimaan perpajakan sepanjang tahun 2020 menurut Perpres 54 tahun 2020 dengan realisasinya diketahui bahwa terdapat penurunan penerimaan pajak sebesar Rp. 572,6 triliun atau sekitar 34,7% dari target yang sudah ditetapkan. Nilai yang sangat fantastis untuk sebuah negara yang sedang berkembang. Walaupun akhirnya dilakukan perubahan melalui Perpres 72 2020, tetap saja mengalami penurunan sebesar Rp. 128,9 triliun atau sekitar 10,75% dari target pasca revisi.
Bagaimana dengan tahun 2021, apa memang demikian sulit memprediksi suatu target penerimaan pajak dalam situasi masa pandemi covid 19 ini mengingat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tumbuh minus 2,07% secara tahunan (yoy).
Parah ahli sepakat dan memutuskan melalui APBN 2021 dalam Undang-undang nomor 9 Tahun 2020, dimana penerimaan pajak (PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai) sebesar Rp. 1.229,6 triliun atau tumbuh 2,6% dari tahun lalu, dan dengan pertimbangan ekonomi makro yang terjaga nilai tukar rupiah pada tahun 2021 diperkirakan stabil pada Rp. 14.600,- dengan laju inflasi diperkirakan terkendali pada tingkat 3,0%.
Sejujurnya untuk melihat kinerja penerimaan perpajakan tidak hanya dilihat dan mengkambinghitamkan kondisi ekonomi yang lemah, tetapi kepada pengawasan yang baik kaitannya dengan patuh atau tidaknya wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak. Jika saja institusi terkait yang menaungi kinerja perpajakan tidak sibuk mengurusi kepentingan sesaat, meminjam istilah yang dipakai dalam film “Jack Reacher”. “They work one city at a time, acquiring a local construction concern just ahead of mayor civic redevelompment. They build briges no one needs. Highways no one use”. Maka, target penerimaan tahun 2021 akan jauh melampaui nilai sekedar Rp. 1.229,6 triliun.
loading…
Download :
- Perpres 54 Tahun 2020 tentang APBN 2020
- Perpres 72 Tahun 2020 tentang Perubahan APBN 2020
- UU 9 Tahun 2020 tentang APBN Tahun anggaran 2021