Lahir tahun 1942, Anita Lucia Perella adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Orangtuanya adalah imigran Italia yang pindah ke Littlehampton, Inggris. Ibu Anita tadinya mengarahkan anaknya untuk menjadi guru. Namun kesukaan Anita pada petualangan membuatnya tidak bisa lama-lama berada di kelas. Ia misalnya pernah menjadi guru bantuan di beberapa negara, lalu pernah bekerja di perpustakaan International Herald Tribune di Paris, atau bekerja untuk PBB di Geneva. Pekerjaan-pekerjaan itu membuatnya berkeliling Eropa, Pasifik Selatan, dan Afrika. Dalam perjalanan-perjalanan itu, Anita berkenalan dengan berbagai ritual dan kebiasaan di budaya-budaya yang ia temui, termasuk bagaimana merawat tubuh.

Saat ia kembali ke Inggris, ia bertemu Gordon Roddick, pria Skotlandia dengan semangat bohemian yang suka menulis puisi dan bertualang. Keduanya menikah tahun 1970. Untuk mencukupi kebutuhan, mereka membuka hotel kecil, dan pernah juga membuka restoran.

Tahun 1976, Gordon ingin menjalani salah satu cita-cita pribadinya, yakni berkuda dari Buenos Aires, Argentina, ke New York. Guna membiaya perjalanan itu, Anita setuju menjual restoran mereka. Untuk memenuhi kebutuhannya dan dua anaknya selama Gordon berkelana, Anita yang kini memakai nama Roddick, memutuskan membuka toko kecil di mana ia bisa menjual produk perawatan tubuh alami berdasarkan pengetahuan yang ia dapatkan dahulu saat bepergian.

Toko di Brighton itulah yang menjadi awal kelahiran Body Shop. Karena keterbatasan uang, Anita melakukan segalanya dengan hemat. Ia mengecat tokonya dengan warna hijau untuk menyamarkan bercak-bercak di dinding. Ia juga menawarkan diskon bagi pembeli yang membawa kembali wadahnya — hal yang masih terjadi hingga saat ini. Agar lebih irit, ia juga menggunakan kemasan sederhana yang ramah lingkungan, serta mengandalkan kedekatan dengan pembeli untuk membuat produknya dikenal.

Saat itu, pembeli bisa memilih aroma yang disukai untuk produk perawatan tubuh. Mereka memilih langsung di toko, dan Anita akan menambahkan pada produk yang memang fragrance free. Itu memberi kesempatan keduanya untuk berbincang-bincang. Kombinasi produk yang unik dan pelayanan istimewa membuat bisnisnya berkembang, sehingga ia bisa membuka toko kedua.

Saat Gordon kembali tahun 1977, The Body Shop sudah menjadi nama populer sehingga Roddick bisa mulai menjual franchise. Lalu pada tahun 1982, toko-toko baru Body Shop dibuka dengan laju dua toko tiap bulan! Apa rahasianya? Salah satu kunci kesuksesan itu adalah kegiatan sosial yang dilakukan Anita Roddick. Dukungannya terhadap lingkungan, pemberdayaan perempuan, hingga penolakan terhadap animal testing menciptakan pelanggan yang setia.

Orang membeli produk karena mereka mendukung nilai-nilai dan perjuangan yang dilakukan Roddick. Mereka ingin menjadi bagian dari hal-hal positif itu. Suatu ketika Roddick pernah berkata: “If I can’t do something for the public good, what the hell am I doing?” Maka ia pun merangkul berbagai komunitas, utamanya perempuan, untuk menjadi bagian dari bisnis Body Shop lewat Community Trade. Lewat kampanye Enrich Not Exploit, Body Shop membeli bahan-bahan dengan harga yang pantas agar petani dan perajin bisa hidup berkecukupan.

Moringa yang digunakan misalnya berasal dari komunitas petani di Rwanda, madu dari Ethiopia, Marula dari Namibia, tea tree dari Kenya, aloe vera dan kaktus dari Meksiko, dan masih banyak lagi.

Jejak di Kathmandu

Selain itu, untuk kemasan, Body Shop juga merangkul komunitas perajin kertas di Kathmandu, Nepal. Kompas Lifestyle sempat mengunjungi para pembuat kertas handmade untuk kemasan, dan terharu mendapati perempuan-perempuan dengan senyum merekah dan mata berbinar karena mereka diberdayakan. Pembuatan kertas bernama Get Paper Industry itu berada di pinggiran Kathmandu, Nepal. Untuk menuju ke sana, kami melewati jalanan kota yang berdebu, lalu memasuki jalan becek dan bergelombang. Kami harus turun dari bus dan menaiki mobil lebih kecil untuk melewati jalan itu. Namun sesampai di tempat pembuatan kertas, kami mendapati suasana yang berbeda. Bangunan yang sederhana tapi sangat bersih itu seolah bukan bagian dari kota yang semrawut. Para perempuan dengan busana sari menanti di sepanjang koridor yang menanjak. Mereka berhias senyum dan bunga untuk dibagikan. Ucapan Namaste, Namaste, Namaste… dengan tulus mengalir seolah kedatangan tamu mulia di hari yang cerah dan sejuk itu.

Get Paper Industry (GPI) didirkan oleh Milan Bhattarai tahun 1987 bersama dengan 14 pekerja. Mereka membuat kertas dari bahan-bahan alami dengan cara tradisional. Tahun 1989, saat Anita Roddick mengunjungi Nepal, ia tertarik untuk mengajak kerjasama GPI dalam membuat kemasan untuk produk Body Shop. “Itu adalah saat yang istimewa bagi kami.

Sebagai usaha kecil yang dirangkul oleh perusahaan internasional adalah sesuatu yang ajaib,” ujarnya saat menyambut kami hari Rabu (7/3/2018). Lewat kerjasama itu, GPI berkembang dari hanya 14 orang menjadi puluhan. Dan yang luar biasa, industri sederhana itu menyumbang 4 persen dari ekspor Nepal! Tidak hanya itu, terinspirasi dari “mantra” yang dibawa Anita Roddick soal pemberdayaan perempuan, Milan Bhattarai juga menularkan kebaikan untuk komunitas di sekitarnya. Ia meyakini bahwa pendidikan untuk perempuan merupakan hal yang sangat penting untuk mengubah nasib komunitas, karena anak-anak perempuan di sana mengalami diskriminasi dalam pendidikan.

Bersama Anita, Milan menawarkan program beasiswa bagi anak-anak miskin agar mau sekolah. Ia juga mengkampanyekan program “Send your daughter to school” agar makin banyak perempuan berpendidikan. Lewat kampanye itu tujuh sekolah mendapat bantuan, dan 300 anak mendapat beasiswa. Salah satu jejaknya adalah sekolah Anita Milan International Academy. Sekolah dengan bangunan tiga lantai ini tergolong sederhana, berada di pinggiran jalan yang menanjak dan halaman mungil. Namun murid-muridnya adalah anak-anak yang antusias untuk belajar. Saat mengunjungi sekolah itu, murid-murid menyambut dengan tari-tarian dan permainan musik. Bukan keindahan atau kualitas lagunya yang membuat kami terpesona, namun keceriaan dan ketulusan mereka menyambut membuat beberapa orang meneteskan air mata. Hampir semua dari mereka berasal dari keluarga tidak mampu, yang merasa bahagia bisa sekolah. Kami disambut seolah dewa penolong. Mata-mata kecil anak-anak itu menatap takjub dan penuh dengan harapan untuk masa depan.

Saya jadi teringat kata-kata Anita Roddick soal apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain. “If you think you’re too small to have an impact, try going to bed with a mosquito.” Ini adalah sebuah kalimat yang menegaskan bahwa tiap orang –betapa pun kecilnya dia– sebenarnya bisa memberi dampak bagi orang lain. Artinya apa yang dilakukan seorang perempuan seperti Anita Roddick bisa juga dilakukan oleh semua perempuan di dunia. Semua orang bisa berarti bagi orang lain serta bagi dunia. Dan Anita membuktikan hal itu melalui tatapan indah para perempuan kecil di Kathmandu.

Anita menghembuskan nafas terakhirnya di tahun 2007 lalu di usia 64 tahun karena pendarahan di otaknya. Walau begitu, ia tetap ingin memberi dampak pada dunia. Secara mengejutkan, ia mendonasikan seluruh harta kekayaannya sejumlah 51 juta Pound Sterling (atau sekitar Rp974 milliar).

Sumber : https://lifestyle.kompas.com/read/2018/03/08/101816820/berarti-bagi-sesama-kisah-anita-roddick-dan-perempuan-di-kathmandu?