Saya tidak percaya takdir, begitulah kata-kata yang saya keluarkan yang secara spontan ketika menanggapi pernyataan seorang kawan dalam sebuah perjalanan. Sambil menyetir kendaraan, kami pun terlibat diskusi yang hangat. Hal ini muncul kembali dalam benak penulis ketika anak sulung saya mendapati bahwa namanya tidak tercantum dalam salah satu yang lulus UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) untuk masuk perguruan tinggi negeri.

Memahami sifat anak, saya meminta agar si Sulung memilih salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di kota penulis tinggal. Namun, dengan egonya dia memilih kampus negeri di luar kota, awalnya agak ragu karena setiap ujian percobaan nilainya kurang stabil walau tetap diatas rata-rata. Dan keraguan tersebut terbukti, ketika dia dinyatakan tidak lulus, melihat nilainya yang tinggi seyogyanya dia diterima apabila mendengarkan arahan orang tua. Tiba-tiba, dia berencana mengambil jalur mandiri di kampus yang sebelumnya di tolak yaitu perguruan tinggi yang ada di kota kami, lalu sayapun berfikir…. Apakah iniĀ  yang disebut takdir, atau kebebasan pilihan.

Saya memberi contoh, bahwasanya jika saya memilih mati dengan menembakkan senjata tepat di jantung dan akhirnya mati pada hari itu, itu adalah takdir atau kehendak saya. Kawan saya mengatakan bahwa itu adalah takdir, lalu saya tegaskan “artinya, Tuhan menakdirkan saya mati karena bunuh diri?.” ya, jawab kawan saya.

Saya berguman, jika saya diciptakan dan akhirnya ditakdirkan untuk mati karena bunuh diri?, kok Tuhan tega banget ya. Karena, pernah saya dengar orang Agung mengatakan, bahwa Tuhan merencanakan hal yang baik kepada manusia ciptaanNya.

Lalu, kawan saya bertanya… Jikalau itu bukan takdir lalu apa namanya?

Kehendak bebas sebagai manusia ciptaanNya, bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih. Pastinya Tuhan telah merencanakan sesuatu yang baik pada kita manusia ciptaanNya, karena Dia mencintai kita sangat, namun Dia tidak ingin mengekang kita, dia memberikan kebebasan. Dia tetap menunggu sampai akhirnya kita sadar dan kembali taat pada Dia.

Mungkin jawaban saya ini adalah hal yang menggelikan bagi teman saya, sampai saat ini itulah yang saya pahami. Terlebih kisah yang baru saja terjadi. Anak sulung saya akhirnya mau memilih apa yang Orang Tua inginkan, setelah berliku jalan panjang yang dia lalui, yang semuanya tetap saya izinkan, sampai akhirnya dia sadar dan kembali.