Sebelumnya…

“Aku percaya kepada Roh Kudus” adalah hak istimewa orang Kristen. Di antara semua agama, hanya di dalam kekristenan ada Kristus yang memberikan janji dan mengirimkan Roh Kudus untuk mendampingi, memimpin, dan menghibur orang Kristen. Oleh sebab itu, orang yang benar-benar menikmati Roh Kudus dan mengalami pekerjaan Roh Kudus berada di dalam kebahagiaan yang besar sekali. Siapakah yang dapat mendampingi kita terus-menerus selain Roh Tuhan? Siapa yang dapat menjalankan tugas menolong kita sampai meninggal dan tidak pernah meninggalkan kita selain Roh Kudus?

Apakah Roh Kudus hanya untuk kenikmatan pribadi saja? Tidak. Kita tidak diperkenankan memonopoli Roh Kudus sebagai pengalaman hak istimewa pribadi karena Dia beserta kita. Kita bukan menikmati Roh Kudus untuk diri kita saja, tetapi kita harus melihat lingkup yang lebih luas dari pekerjaan Roh Kudus, Roh yang disebut oleh dan diberikan kepada Kristus ketika Dia berada di dalam dunia. Di dalam Yohanes 3:34, dituliskan bahwa Roh yang diberikan Allah kepada Kristus tidak terbatas. Kristus menerima Roh secara tidak terbatas, sehingga Yang Tidak Terbatas berada dengan manusia yang terbatas. Firman yang menjadi daging, menjelma menjadi manusia, yang disebut Kristus. Kristus berjanji memberikan Roh Kudus dan itu terjadi pada Hari Pentakosta. Roh turun memenuhi setiap orang percaya.

Di sepanjang sejarah, begitu banyak hamba Tuhan yang menjelaskan dan mengkhotbahkan firman dengan topik Roh Kudus, tetapi banyak yang tidak sadar bahwa di abad ke-20 setan bekerja lebih dahsyat untuk mengacaukan pengertian orang tentang Roh Kudus melalui orang yang tidak paham tetapi berani sekali membicarakan Roh Kudus. Yang paling banyak berbicara tentang Roh Kudus justru orang yang tidak mengerti Roh Kudus. Timbullah kesulitan seperti badai besar yang tidak mudah diselesaikan, karena begitu banyak orang ditipu dengan kelihatan, merasa, dan menganggap diri memiliki Roh Kudus, tetapi hidup tidak kudus.

Roh Kudus adalah Roh strategi. Banyak yang ditipu oleh ajaran yang salah, yang menganggap Roh Kudus tidak berhubungan dengan fungsi rasio. Roh Allahlah yang menciptakan segala sesuatu termasuk rasio manusia, maka Roh Allahlah satu-satunya yang mungkin menguasai, mampu mengatur, dan mencerdaskan pikiran manusia. Mengapa Roh Kudus hanya dianggap sebagai fenomena supranatural yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pikiran manusia? Banyak orang Kristen lebih bodoh dari mereka yang belum Kristen. Banyak orang Kristen yang berbuat segala sesuatu lebih sembarangan dibanding dengan yang belum menerima Tuhan Yesus. Hal-hal seperti ini akan menimbulkan pertanyaan, “Untuk apa menjadi orang Kristen?” Bukankah pendidikan non-Kristen lebih pandai dari pendidikan Kristen? Bukankah etika perdagangan orang yang belum Kristen lebih baik dari orang Kristen? Bukankah orang yang melawan Kristus lebih bijaksana dari orang yang sudah percaya Kristus? Untuk apa saya menjadi Kristen atau percaya kepada Yesus, jika orang Kristen justru lebih bodoh, lebih sembarangan, dan lebih tidak berhasil memakai rasionya?

Allah kita adalah Allah yang paling bijaksana, yang adalah Pencipta manusia sesuai peta-teladan-Nya, maka tentulah bukan hal yang aneh jika Allah mencipta manusia yang berintelektualitas, yang lebih tinggi dari semua makhluk apa pun juga. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta lebih tinggi, lebih berintelektual, dan lebih berpengetahuan dibanding dengan semua makhluk lainnya. Karena itu, jika dengan menjadi orang Kristen tidak ada peningkatan fungsi intelektual, percumalah menjadi orang Kristen.

Allah adalah Kebenaran, maka manusia yang dicipta menurut peta-teladan Allah adalah satu-satunya makhluk yang mampu memikirkan kebenaran. Yang Mencipta adalah Kebenaran, sehingga yang dicipta menurut gambar dan rupa-Nya mencari, menuntut, mampu, dan mau mengerti Yang Mencipta. Allah tidak mungkin membunuh dan menghapus fungsi berpikir. Kita adalah manusia karena kita mampu berpikir. Kita adalah manusia karena Tuhan memberikan kepada kita kapasitas untuk memikirkan kebenaran. Ketika kita berpikir, kita memikirkan segala hal yang ada di sekitar kita, tetapi juga yang lebih tinggi lagi, yaitu kita berpikir tentang kebenaran itu sendiri.

Allah adalah Kebenaran. Allah Anak menyatakan, “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup.” Di dalam 1 Yohanes 5:6, dicatat bahwa Roh Kudus adalah Kebenaran. Jadi tidak mungkin fungsi Roh Kudus tidak berkaitan dengan kebenaran yang dipikirkan manusia. Kita dicipta dengan fungsi rasio, sehingga dengannya kita memiliki keinginan untuk mengerti kebenaran. Kita dicipta untuk mencari kebenaran sesuai prinsip Kitab Suci.

Orang-orang Karismatik yang radikal berusaha memisahkan Roh Kudus dari kebenaran, Roh Kudus dari rasio, Roh Kudus dari intelektualitas, dan Roh Kudus dari cara berpikir. Ada kalimat, “Jangan terlalu memakai pikiran seperti itu, itu bukan pimpinan Roh Kudus.” Kalimat-kalimat seperti ini telah menyelewengkan banyak orang Kristen, sehingga mereka melupakan hak istimewa di mana kita boleh memikirkan dan menikmati Roh Kudus yang memimpin pikiran kita. Orang yang meniadakan fungsi intelektualitas, mengabaikan, menghina, serta menginjak fungsi rasio, adalah orang yang lebih bodoh dari orang yang belum mengenal Tuhan. Tipuan Iblis mengajarkan, “Jangan gunakan pikiranmu; jangan gunakan intelektualitasmu; atau jangan gunakan kemampuan berpikirmu, karena itu bukan dari Allah.”

Mengontraskan manusia dengan Tuhan dan memisahkan manusia dari Sang Pencipta bukanlah pekerjaan Tuhan, tetapi pekerjaan Iblis. Allah adalah Kebenaran, maka Allah memungkinkan manusia untuk dapat memikirkan dan mencari kebenaran. Allah adalah Kebenaran yang mengisi keinginan manusia untuk menemukan kebenaran. Pikiran kita harus kembali kepada Tuhan. Pada waktu pikiran kita kembali kepada Tuhan, maka emosi kita kembali kepada cinta Tuhan dan kehendak kita kembali kepada rencana Tuhan. Ketiga hal ini, jika digabungkan, merupakan iman. Iman adalah “si pikiran yang hilang” yang kembali kepada Allahnya sebagai Kebenaran. Iman adalah “si makhluk emosional” yang kembali kepada kasih kudus Allah sendiri. Kasih dan iman adalah juga “si manusia delusional” yang kembali kepada kehendak Allah. Sehingga iman itu tidak membuang rasio, tidak membuang emosi, dan tidak mendidihkan emosi sampai menjadi tidak terkontrol. Iman mengatur rasio supaya pikirannya di dalam jalan Tuhan. Iman mengatur emosi supaya terkontrol oleh cinta yang suci. Jika engkau mencintai sesuatu sampai berlebihan, meluap sampai mendidih, rasio dan emosimu tidak beres.

Allah tidak mau kita kacau. Allah mau kita teratur, seperti kereta api yang ketika berjalan secepat apa pun tidak keluar dari relnya. Jika kereta api keluar dari relnya, ia akan binasa. Demikian pula rasio, emosi, dan kemauan, jangan keluar dari rel. Kebebasan perlu dikontrol oleh prinsip kesucian Tuhan. Prinsip ini diperoleh dari pimpinan Roh Kudus. Ketika pikiran seseorang dipimpin oleh Roh Kudus, emosinya dikontrol oleh Roh Kudus, dan keinginannya diarahkan dan ditahan oleh Roh Kudus, maka orang tersebut akan berjalan dalam kebenaran Tuhan. Kita tidak boleh memisahkan Roh Kudus dari fungsi rasio kita.

Gereja Katolik Roma dalam Konsili Vatikan II memberikan pernyataan, “Tanpa pertolongan yang lain, tanpa tambahan anugerah dari Tuhan, hanya dengan rasio, manusia dapat membuktikan dan menemukan Tuhan.” Dari sejak ribuan tahun yang lalu hingga sekarang, mereka masih memegang pemikiran ini. Mereka percaya bahwa tanpa pertolongan dari luar, tanpa tambahan anugerah Tuhan, manusia yang dicipta oleh Tuhan, hanya dengan rasionya saja sudah cukup untuk menemukan Tuhan melalui bukti-bukti yang masuk akal. Itu memberi indikasi bahwa sejak kejatuhan Adam hingga saat ini, rasio manusia masih berfungsi normal seperti sebelum kejatuhan. Manusia dengan pikiran yang dicipta, meskipun sudah jatuh ke dalam dosa, masih sanggup membuktikan bahwa Allah itu ada. Hal ini ditolak oleh para reformator.

Martin Luther mengatakan agar rasio jangan dipercaya, dipegang, dan disandari karena rasio adalah pelacur. Rasio tidak mutlak, tidak sempurna, dan tidak konsisten. Rasio suka mengikuti teori yang dianggapnya benar dan menguntungkan dirinya, lalu menikah dengan teori itu. Hal ini seperti pelacur yang menjual diri dan tidur dengan laki-laki entah siapa.

Di dunia ini tidak ada kebenaran mutlak kecuali kembali kepada Tuhan dan memegang kebenaran-Nya. Semua teori manusia berubah, baik itu teori Karl Marx, Friedrich Engels, atau Charles Darwin. Teori Positivisme atau Eksistensialisme juga berubah. Semua kebenaran yang dipegang manusia bukan kebenaran mutlak. Rasio mempunyai kelemahan. Jika melihat yang bagus, dia ikuti. Lihat perempuan lebih cantik, menikah lagi. Lihat pria lebih ganteng, maka ia tidak setia kepada suaminya lagi.

bersambung