Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru” telah dituangkan apa yang menjadi semangat dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.03/2018 tentang penghitungan angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat perbedaan pandangan karena dianggap kurang mendekati jumlah yang akan terutang pada akhir tahun pajak.  Oleh karena itu Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 24 September 2019 mengeluarkan Surat Edaran nomor  SE-25/PJ/2019 tentang petunjuk lebih lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan nomo 215/PMK.03/2018 tentang penghitungan angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Poin Perubahan 

Angsuran PPh Pasal 25 diharapkan dapat lebih mendekati jumlah yang akan terutang pada akhir tahun pajak. Pengaturan Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak tertentu dilakukan perubahan antara lain:

  • Perubahan tata cara penghitungan bagi Wajib Pajak bank, masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala.
  • dasar penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak bank yang semula berdasarkan laporan triwulanan menjadi berdasarkan laporan bulanan;
  • Wajib Pajak baru yang semula dihitung berdasarkan penghasilan neto sebulan disetahunkan ditetapkan menjadi nihil pada tahun berjalan.

Penegasan Setelah Perubahan

Penghasilan Neto Wajib Pajak bank, Masuk Bursa, dan Wajib Pajak Lainnya.

Penghasilan neto sebagai dasar penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 merupakan penghasilan neto komersial, tidak termasuk:

  • penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (berupa penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak di luar negeri dan/atau penghasilan yang dikenai pajak di luar negeri);
  • penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan; dan
  • biaya terkait penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan yang dilakukan secara proporsional atau berdasarkan pembukuan yang terpisah antara penghasilan yang bersifat final dan yang bersifat tidak final serta penghasilan yang bukan objek pajak.

Dasar penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 

  • Wajib Pajak bank adalah penghasilan neto komersial dalam laporan keuangan bulanan sesuai dengan laporan bulanan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan atau yang dipublikasikan pada situs web bank.
  • Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak Lainnya adalah penghasilan neto komersial dalam laporan keuangan triwulanan sesuai dengan laporan triwulanan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
  • Bagi Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak Lainnya, yang tidak memiliki kewajiban menyampaikan laporan keuangan triwulan ke-empat, Angsuran PPh Pasal 25 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Maret tahun berjalan sama dengan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan terakhir Tahun Pajak sebelumnya.
  • Dalam hal Wajib Pajak Lainnya tidak memiliki kewajiban laporan bulanan atau triwulanan, maka penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 mengikuti ketentuan umum.

Kerugian Fiskal

Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dalam menghitung Angsuran PPh Pasal 25 adalah berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan. Dalam hal terbit surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sesuai dengan surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding tersebut dengan mengacu ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 31A ayat (1) huruf c UU PPh.

WP Masuk Bursa & WP Lainnya Yang Mendapat Fasilitas Pengurangan

Bagi Wajib Pajak masuk bursa yang tahun pajak sebelumnya mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 menggunakan tarif Tahun Pajak sebelumnya.

Bagi Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A UU PPh, penghasilan neto yang menjadi dasar penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 adalah penghasilan neto dikurangi jumlah fasilitas yang diterima sesuai dengan Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas.

WP Yang Menggunakan Tarif Pasal 31 E

Wajib Pajak dengan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya sampai dengan Rp50.000.000.000.00 (lima puluh miliar rupiah) yang mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), berlaku ketentuan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 sebagai berikut :

  • batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha tahun pajak berjalan, meliputi penghasilan yang:
    • dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
    • dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
    • dikecualikan dari objek pajak.
  • penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak berjalan dihitung berdasarkan tarif dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh untuk peredaran bruto tahun pajak berjalan sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
  • dalam hal peredaran bruto tahun pajak berjalan pada Masa Pajak tertentu telah melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak tersebut dan seterusnya dihitung berdasarkan tarif yang berlaku umum.

Wajib Pajak BUMN/BUMD

Penghasilan neto fiskal sebagai dasar penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah selain:

  • Wajib Pajak bank;
  • Wajib Pajak masuk bursa; dan/atau
  • Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,

adalah laba/rugi menurut RKAP tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setelah dilakukan penyesuaian fiskal termasuk memperhitungkan kerugian yang dapat dikompensasikan.

Wajib Pajak PP 23

Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 termasuk yang memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum adalah sebagai berikut:

  • bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut sebagaimana telah diatur dalam PMK-215;
  • bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak  di atas, besarnya angsuran pajak untuk tahun pertama adalah nihil.

Wajib Pajak OPPT

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto masing-masing tempat usaha termasuk tempat usaha yang berada di tempat tinggal Wajib Pajak.

Hal Lainnya

  • Wajib Pajak yang melakukan permohonan pemindahbukuan atas kelebihan setoran Angsuran PPh Pasal 25 ke Angsuran PPh Pasal 25 Masa-Masa Pajak berikutnya wajib melampirkan dasar perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 yang sebenarnya.
  • Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan PMK-215 berlaku sejak Masa Pajak Januari 2019.
  • Dalam hal terdapat kesalahan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 yang mengakibatkan timbulnya sanksi administrasi dalam masa transisi pemberlakuan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK-215 yaitu Masa Pajak Januari 2019 sampai dengan Masa Pajak Maret 2019, dihapus secara jabatan oleh pejabat yang berwenang karena bukan merupakan kesalahan Wajib Pajak.

Loading…