Sudah genap 12 hari kerja, saya tidak keluar rumah dan tidak berangkat kerja, entah sampai kapan wabah virus corona ini berakhir dan berlalu. Dalam 12 hari ini suasana kota dimana penulis tinggal tampak biasa-biasa saja, walau sudah ditetapkan sebagai zona merah wabah Covid-19. Saya berharap bahwa mereka yang berada diluar sana dan bekerja seperti biasa untuk tetap waspada akan wabah ini, penulis percaya mereka melakukannya karena tuntutan untuk dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka.

Tadi pagi saya menerima video WA yang berisikan seorang yang katanya ahli penyakit, berbicara tentang corona yang hanya penyakit biasa seperti flu pada umumnya, sambil tak lupa mengebulkan asap rokoknya ketika diwawancarai, sungguh miris sekali. Memang sikap khawatir berlebihan itu tidak lah baik, tapi bersikap sembrono sangatlah tak elok. Video WA sejenis sangat banyak berseliweran yang akhirnya membuat kita harus bijaksana dan tetap selalu waspada, karena setiap hari ada saja berita yang meninggal akibat korona ini dan itu terjadi di negara kita.

Ada sesuatu yang berbeda, ketika berkumpul dengan keluarga di rumah. Kebetulan penulis setahun terakhir ini tinggal di Rumah Toko (ruko) kawasan bisnis sehingga bisa dikatakan tidak memiliki tetangga kiri dan kanan. Setiap 2 (dua) hari sekali kami berkumpul untuk saat teduh (renungan) bersama, sesuatu yang jarang saya lakukan, yang  diakhir renungan ditutup dengan doa berantai. Ketika kali pertama saya memahami ada kecangungan dari anak-anak namun tidak dikali kedua dan seterusnya. Dan sebagai pengajar saya bisa memahami bahwa relasi anak-anak terhadap Tuhan cukup baik terlihat dari doa-doa mereka, mungkin karena setiap Minggu kami memang tidak pernah absen untuk beribadah ke gereja bersama. Tetapi, secara tindakan ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam keluarga kecil ini.

Saya menjadi memahami kharakter si bungsu, si tengah, dan si sulung jauh lebih dalam lagi. Si sulung memiliki problema yang sangat pelik karena dia akan mengakhiri masa-masa SMA-nya, pergaulan sekolah sekarang yang jauh berubah membuat kita orang tua harus lebih dekat lagi kepada anak-anak agar tidak mengambil keputusan-keputusan yang fatal bagi mereka. Dan salah satu hikmah dibalik wabah Covid-19 ini adalah, ketika kita bisa melihat keseharian keluarga kita masing-masing dan kepedulian mereka terhadap peristiwa ini.

Wabah covid-19 ini harus diakui sangat mengerikan, karena kita tidak pernah tahu wujud dari musuh kita. Bahkan kita tidak pernah tahu apakah orang yang kita ajak komunikasi sudah terpapar atau tidak. Walau pahit kadang berita buruk adalah berita baik disuasana seperti ini, kemarin saya menerima pesan WA salah satu warga dikomplek saya tinggal meninggal akibat virus ini, bahkan anaknya masih dirumah sakit karena terpapar bahkan dikabarkan juga meninggal seperti ayahnya, dan seluruh keluarganya masuk dalam pengawasan, berita ini membuat kami seidh dan juga semakin waspada.

Beberapa hari ini, disetiap media sosial terlihat bagaimana masing-masing keluarga melakukan ibadah keluarga sendiri, memanjatkan doa-doa dan permohonan, bahkan bukan hanya di Indonesia melainkan seluruh dunia melakukannya. Berharap doa-doa di dengar oleh Tuhan pencipta langit dan bumi, beberapa berjanji untuk melakukan kehidupan yang lebih baik lagi jika masih diberi kesempatan.

Senin, 30 Maret 2020