Sebelumnya ….

Kembali kepada Tuhan akan saya bicarakan dalam beberapa point.

1). Kembali kepada kebenaran Tuhan.

Bukankah selama ini kita suka menjadi free-thinker? Apalagi orang-orang yang mempunyai original thinking capacities. Orang yang mempunyai kemampuan kreativitas yang tinggi. Saya kadang mempunyai pemikiran luar biasa banyaknya dan coba menguraikan sendiri, menganalisa sendiri, lalu saya mengharapkan untuk mempunyai pemikiran orisinil sendiri. Tapi selalu ada teguran dari Roh Kudus: bagaimana pun engkau bebas berpikir, pikiran itu harus tunduk kepada prinsip Alkitab. Banyak bidat dihasilkan oleh orang yang berpikiran kreatif. Banyak ajaran dipimpin oleh orang yang pemikirannya sangat tajam sekali. Banyak pemikir-pemikir yang telah ikut membentuk arus filsafat dan kebudayaan modern adalah orang yang jenius luar biasa. Tetapi mereka selalu hidup di dalam keadaan tidak mau dikendalikan kreativitasnya. Daya kreatif yang diciptakan Tuhan ke dalam diri mereka selalu dipergunakan untuk diperalat oleh kebebasan tanpa kendali. Akibatnya mereka menemukan kebenaran yang hanya separuh, kelihatan seperti betul tapi secara keseluruhannya tak bisa diuji oleh zaman. Semua pemikiran-pemikiran kreatif yang keluar dari zaman pasti digeser oleh zaman selanjutnya. Kita perlu melihat banyak pemikiran yang secara temporal diterima oleh orang sebagai ide yang hebat tetapi di dalam beberapa puluh tahun lagi akhirnya layu.

Di sepanjang abad 20 kita telah melihat dominasi beberapa pemikiran yang penting sekali. Setelah Perang Dunia I, mulai bergejolak keluarnya Eksistensialisme. Setelah Perang Dunia II selesai, Eksistensialisme makin menghebat. Lalu timbul Logical Positivism. Lalu timbul lagi ajaran-ajaran yang mau melawan Modernisme, yaitu Post-modernisme. Sekarang kita melihat manusia berada di dalam kekacauan pemikiran yang luar biasa karena tidak ada otoritas mutlak yang bisa mempersatukan dunia pikiran. Dan manusia sekarang justru sudah dilanda secara paling fundamental yaitu tidak percaya adanya kemutlakan. Maka orang-orang yang tidak percaya kemutlakan mengatakan, “The only absolute is nothing absolute.”

Yang tidak percaya kemutlakan tetap memakai semangat kemutlakan untuk menegakkan pernyataan mereka bahwa tidak ada kemutlakan. Jadi mereka sendiri telah self-defeating. Kekacauan yang akan melanda abad 21 yaitu semua yang menganggap tidak ada kemutlakan telah memutlakkan ketidak-mutlakan. Dan waktu itu ajaran dari Buddhisme akan menjadi salah satu ajaran yang berpengaruh terbesar di dalam sejarah manusia.

Bagaimana seharusnya orang Kristen bertindak? Di dalam masyarakat seperti ini, di dalam arus pikiran seperti ini, di dalam keadaan gejala filsafat dan gejala kebudayaan seperti ini, kita harus tetap kembali kepada Alkitab. Kembali kepada Tuhan! Kembali kepada Tuhan bukan hanya datang ke gereja. Kalau secara teratur datang ke gereja, tapi bukan bertujuan kembali kepada Tuhan, engkau hanya dengar khotbah supaya kalau bersaksi ada isinya saja. Engkau datang ke gereja bukan mau kembali kepada Tuhan, hanya cari orang supaya perdaganganmu lancar. Engkau datang ke gereja karena pacarmu ada di sini, motivasimu bukan mau kembali kepada Tuhan. Engkau menjadi anak terhilang yang berada di dalam rumah!

Yesus berkata, ada seorang mempunyai 2 anak. Yang besar di rumah, anak ke dua keluar. Anak terhilang waktu kembali pulang, baru kita sadar melalui pengakuan dari kakaknya menyatakan bahwa kakaknya terhilang di rumah. Ia tidak pernah mencintai adiknya dan dia tidak menyambut adiknya pulang. Berarti hatinya tidak kembali seperti perasaan ayahnya. Orang yang berada di rumah tetapi tidak mempunyai perasaan ayah yang menjadi kepala di rumah itu, anak itu telah menjadi anak terhilang di dalam rumah. Di dalam gejala kita selalu tertipu bahwa yang di luar itu yang terhilang, yang di dalam tidak. Justru di dalam banyak yang hilang; yang di luar, banyak yang pulang. Anak terhilang pulang, langsung kakaknya berkata demikian, membuktikan yang sulung hilang dari pengertian pikiran kebenaran dari ayahnya.

Mari kita berkata kepada hati kita dengan jujur, “Tuhan saya datang, saya mau mengembalikan pikiranku ke dalam wahyu dari kitab suci.” Itulah iman. Sudah lama pikiran kita semau sendiri, kita tidak mau belajar firman Tuhan baik-baik. Kita hanya mau memakai pikiran sebebas mungkin karena kita kreatif. Kita free thinker. Bound on your wild freedom! Kebebasan yang liar akan membuatmu terbelenggu sehingga pikiranmu akan binasa, akan dimusnahkan beserta kebebasanmu. Mari kita taklukkan pikiran kita kepada kebenaran dan berkata, “Tuhan, kalau saya mau kembali kepada-Mu pertama aku kembalikan pikiranku yang tidak bertanggung jawab untuk takluk kepada kebenaran.”

2). Kembali dengan emosimu disesuaikan dengan kasih suci dari Tuhan.

The return of your prodigal emotion to surrender yourself to the holy love of God. Ini saya sebut sebagai suatu proses yang besar sekali yang disebut sanctification of Christian emotion. Bagaimanakah proses penyucian emosi terjadi? Begitu banyak orang Kristen pada waktu marah-marah luar biasa, yang dia marah hanya karena dirinya tersinggung. Dan dia tidak marah kalau kebenaran dinjak oleh orang lain. Pada waktu nama Tuhan dipermalukan, ia tidak merasa sedih. Tetapi kalau namanya dicela, ia marah luar biasa. Kalau ia dirugikan, ia marah luar biasa. Berarti emosinya belum diselamatkan dengan sungguh.

Banyak orang mengaku sudah born again, sudah diselamatkan, lalu merasa damai. Saya tidak peduli berapa banyak yang mengaku demikian. Penginjilan yang dangkal telah mengakibatkan banyak orang telah mengganti inti-inti esensi rohani dengan perasaan yang tidak bertanggung jawab. Justru banyak orang yang emosinya belum dimatangkan, belum dikuduskan. Mereka terlalu jauh dari apa yang menjadi sifat ilahi.

Tuhan mempunyai cinta kasih yang suci, Holy God, divine love of God, yang membenci dosa. Kalau engkau tidak membenci dosa, engkau belum menjadi orang Kristen yang baik. Kalau benci dosa sudah menjadi akar di dalam hatimu, barulah engkau kembali kepada emosi Tuhan. Emosi kita yang termasuk kemarahan, kebencian, kesenangan yang tidak terkendali, sekarang kembali diikat oleh cinta kasih yang suci dari Tuhan, yang di dalamnya mengandung kebencian yang mutlak terhadap dosa.

Yang Tuhan cinta, saya juga harus mencintainya. Yang Tuhan benci, saya juga harus membencinya. Dengan demikian, emosi kita kembali kepada Tuhan. Jangan cuma jadi orang Kristen superficial. Mari kita menjadi orang Kristen yang mendalam. Dengan demikian, maka kita beremosi sesuai dengan cinta kasih dan kemarahan Tuhan. Yang Tuhan marah, aku marah. Yang Tuhan benci, aku benci. Yang Tuhan senang, aku senang. Yang Tuhan sedih, aku sedih. Jangan waktu kita bersukacita, Roh Kudus bersedih di dalam hati kita. Waktu kita bersedih, kita tidak sesuai dengan sukacita yang akan Roh Kudus berikan kepada kita. Itu sebab kalau keadaan seharusnya kita bersuka cita, kita sedih dan seharusnya sedih, kita bersukacita, berarti kita bukan orang yang dipenuhi Roh Kudus.

Suatu kali saya berkhotbah di Semarang, saya mengajak jemaat untuk berdoa. Mereka langsung berdoa dengan menangis, melolong luar biasa. Saya menjadi heran, mengapa doa mesti menangis seperti itu? Tapi saat itu saya tidak berkomentar. Lalu saya ajak jemaat menyanyi, mereka langsung tepuk tangan seperti histeris. Padahal lagu itu tidak terlalu bersangkut paut dengan kesenangan. Hal ini terjadi karena mereka sudah dipengaruhi ajaran yang tidak benar: kalau doa harus menangis, kalau menyanyi harus senang. Sesudah itu saya bertanya, “Di mana ayat Alkitab, kalau berdoa harus menangis? Di mana Alkitab mengatakan menyanyi mesti senang?” Mereka berhenti dan mulai berpikir. Hal demikian dulu begitu melanda seluruh Indonesia, sekarang sudah mulai reda. Itu adalah emosi yang belum dipimpin kepada kebenaran. Jadi kalau kita sekarang di dalam kesusahan, doa dengan menangis, itu tidak salah. “Tuhan ampuni dosaku. Tuhan ini salahku.” Itu justru gerakan emosi dari Roh Kudus yang harus ada. Kalau tidak ada emosi, maka jadinya hanya doktrin, rasio, pikiran yang dominan. Tapi kalau tidak ada dasar kebenaran, doktrin, rasio dan pikiran, apa bedanya kita dengan babi?

Jadi apa artinya emosi yang dipimpin Roh Kudus? Ada pikiran yang dipimpin oleh kebenaran firman Tuhan. Ini semua penting sekali. Jadi ada waktu engkau bertobat menangisi dosa, silahkan sedih. Sebaliknya, waktu Tuhan memberikan sukacita pengharapan, meskipun orang yang paling kaucintai meninggal dunia, engkau tetap boleh bersukacita, bukan seperti orang gila tertawa-tawa, tetapi karena ada pengharapan dan tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkan engkau. Sukacita pada waktu perlu sukacita, dukacita pada waktu harus berdukacita. Sedih karena pimpinan Roh Kudus engkau harus sedih. Senang karena pimpinan Tuhan, engkau harus senang. Di dalam kesulitan besar, engkau tetap mempunyai pengharapan, maka sukacita itu timbul secara supra-alami. Di dalam keadaan orang begitu berfoya-foya, engkau sedih karena engkau tahu masyarakat sudah rusak moralnya, itu kesedihan supra alami. Ini semua disebut penyucian emosi, sanctification of emotion.

3). Kembali menaklukkan diri kepada keadilan Tuhan.

Kembali kepada Tuhan berarti semacam penilaian keadilan kita kembali taklukkan diri kepada keadilan Tuhan. Alkitab memakai bahasa Yunani dikaiosune, mengenai keadilan. Jadi hal yang benar, harus dibicarakan benar. Yang salah, harus kaukatakan salah.

Saya bersyukur ada seorang seperti Christianto Wibisono, yang diberi sejumlah uang untuk berceramah, lalu mengatakan, “Saya hanya mau berbicara sesuai hati nurani saya.” Lalu amplop uang itu dikembalikan. Saya berterima kasih di gereja ini ada orang seperti demikian. Inilah cara kita mengembalikan diri kepada Tuhan. Kembali kepada Tuhan berarti di dalam diriku yang ditanam oleh Tuhan harus sesuai dengan sifat Tuhan. Penilaian benar atau tidak benar, memihak sini atau sana, itu bukan karena keuntungan pribadi. Penilaian yangbenar berarti harus sesuai dengan kehendak Tuhan, tahu apa itu keadilan.

Kalau di Indonesia saya berhak memilih, saya akan meilih orang-orang yang benar-benar takut kepada Tuhan. Kalau tidak ada yang sesuai standar itu, saya kan memilih yang paling baik dari yang jelek. Jadi di dalam penilaian-penilaian kepada orang lain, kita harus sesuai dengan keadilan Tuhan. Bolehkah kita terus memihak orang jahat lalu mengakibatkan seluruh bangsa Indonesia berada di dalam kemiskinan? Tidak boleh. Bolehkah karena keuntungan kita sendiri kita membungkam mulut dan tidak membicarakan sesuatu untuk mengatakan kebenaran, karena takut diri dirugikan? Tidak boleh.

Jadi di sini, kembali kepada Tuhan bukan membius diri di dalam ketidak-sadaran. Engkau menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab. Pikiranmu dicipta oleh Tuhan untuk kembali kepada kebenaran. Emosimu dicipta untuk membela yang benar. Engkau dicipta dalam keadaan bisa membela benar atau tidak benar, engkau harus adil sesuai Allah yang adil. Itu baru kembali kepada Tuhan. Tuhan mau ada kualitas dari sekelompok orang yang sungguh-sungguh kembali kepada Tuhan, return to God, membela kebenaran, membela hal yang ditetapkan Tuhan, memberitakan sesuatu sebagaimana yang tertulis dalam Yesaya 42:1-4.

Yesus Kristus di dalam dunia tidak akan kecewa dan putus asa, tidak berteriak untuk membela diri. Ia terus bertahan untuk melihat kebenaran ditegakkan di atas bumi ini. Itulah semangat Kristen.

4). Kehendak kita kembali kepada kehendak Tuhan.

The return of your will to surrender before the will of God. Menaklukkan diri di bawah kehendak Tuhan yang lebih tinggi daripada segala sesuatu, itu menjadi wilayah kehendak saya. Semua orang mempunyai keinginan, tetapi kita harus menginginkan kehendak Tuhan yang dijadikan di dunia. Inilah isi doa Bapa kami. Let Thy will be done in his earth as in Heaven. Kehendak-Mu dijalankan di dunia ini seperti di sorga. Kalau itu terlaksana, akan dimulai dari diriku dulu, kehendak-Mu menjadi keinginanku. Aku mau meletakkan kehendakku ke bawah kehendak-Mu. Aku menjalankan kehendak-Mu, itu adalah praktek dari doa Bapa kami.

Doa Bapa kami menjadi pengarahan hidup setiap hari. Kita berdoa, Tuhan biarlah kehendak-Mu jadi, berarti penaklukkan kehendak kepada kehendak, the surrender of human will in the will of God. Ini menjadi penyerahan, menjadi dedikasi, menjadi spiritualitas, menjadi iman. Apa itu iman? Iman berarti menaklukkan diri dan kehendakmu di bawah kehendak dan rencana Allah. Orang yang berkata ia beriman besok pasti hujan, saya tidak mengerti iman apa itu? Iman dalam pengertian sesungguhnya adalah di dalam seluruh hidupku kehendakku ditaklukkan di bawah kehendak Allah.

5). Kelakuan dan hidup sehari-hari di dalam pimpinan Roh Kudus.

Inilah arti kembali kepada Tuhan. Saya kembalikan kelakuanku, tindak-tandukku, hidupku, di bawah pimpinan Tuhan. “Tidak berjalan di jalan orang fasik, tidak duduk di tempat orang menghujat, tidak berdiri di tempat orang berdosa. Orang semacam ini siang malam memikirkan Taurat Tuhan. Dia akan menjadi pohon yang selalu hiujau dan berbuah pada musimnya.” (band. Mazmur 1:1-6). Bolehkah kita pergi ke tempat perjudian? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat perzinahan? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat menghujat? Tidak. Bolehkah pergi ke tempat yang melawan Tuhan? Tidak. Di mana saya pergi, tindak-tanduk saya, pekerjaan saya, kelakuan saya, perkataan saya, semua sesuai dengan pimpinan Tuhan dan prinsip kebenaran.

Mari kita betul-betul memperdalam apa yang dikatakan Alkitab untuk kita terapkan dalam hidup sehari-hari. Mulai hari ini, katakanlah kepada Tuhan, “Pikiranku takluk kepada kebenaran-Mu. Perasaan hatiku takluk kepada perasaan-Mu.” To think after God’s thinking, to feel after God’s feeling, to act of God’s planning, to judge og God’s rigfhtousness. Ini semua menjadikan kita kembali kepada Tuhan. Inilah teriakan dari para nabi dan para rasul, jauh lebih dalam daripada khotbah-khotbah yang dangkal.

Zaman ini perlu dididik, dan orang Kristen perlu mengerti lebih tuntas apa arti firman Tuhan, dan semua itu membawa kita menjadi orang yang berarah hanya kepada satu hal: melayani Tuhan, memuliakan Tuhan, hidup bagi Tuhan dan hidup menyatakan sifat ilahi di dalam dunia ini. Maukah engkau sekali lagi minta kepada Tuhan membalikkan arahmu, membawa engkau kembali kepada Dia sendiri?

Amin.
SUMBER :
Nama buku : Iman Dalam Masa Krisis
Sub Judul : Kembali Kepada Allah
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2010
Halaman : 3 – 23