BAB IV :
SIFAT AMANAT AGUNG

Amanat Agung bukan sekadar agung, melainkan kita harus mengertinya sebagai amanat yang paling agung dalam sejarah karena dibalik amanat ini ada kehendak Allah Bapa yang kekal, kehendak yang dinyatakan di dalam diri Allah Anak. Sebelum amanat ini, darah Kristuslah yang telah dicurahkan, dan sesudah amanat ini, darah orang kuduslah yang dicurahkan. Sebelum amanat ini ada pengutusan Allah Bapa terhadap Allah Anak, sesudah amanat ini ada jutaan misionaris yang diutus. Sebelum amanat ini ada semangat Kristus yang rela berkorban, sesudah amanat ini ada berjuta-juta manusia yang berkorban, yaitu mereka yang telah ditebus oleh darah Kristus. Karena amanat ini, banyak keluarga menjadi hancur, karena amanat ini banyak orang telah dibunuh. Meskipun harga yang harus dibayar demikian besar, kehendak Tuhan tidak boleh ditunda.

1. Sifat Supra-alamiah

Jika bukan Tuhan yang supra-alamiah yang sudah mengalahkan dunia alamiah, maka tidak akan ada Amanat Agung. Dia mengutus kita dengan status supra-alamiah, yaitu status Tuhan yang bangkit. Dari manakah tampak sifat supra-alamiah ini di dalam Amanat Agung? Yaitu dari tindakan rasul-rasul menyembah kepada-Nya di bukit di Galilea, yang telah ditentukan oleh Yesus (Matius 28:17). Ini menyatakan bahwa Kristus adalah Tuhan, Tuhan yang telah bangkit dari kematian. Itulah sebabnya murid-murid menyembah-Nya.

Pada saat Yesus meredakan topan dan ombak, murid-murid-Nya menyembah-Nya dan berkata, “Siapa gerangan Engkau ini, sehingga angin dan danau pun taat pada-Mu?” Dan Thomas ketika berlutut di hadapan-Nya berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Ini semua menunjukkan bahwa Kristus adalah Tuhan atas alam yang patut menerima sembah sujud kita.

Sayang sekali pada waktu mereka menyembah Kristus, sambil menyembah, mereka meragukan Dia. Bukankah ini cermin dari kita yang kurang pengertian yang sempurna tentang sifat supra-alamiah Kristus? Selama ini, teolog-teolog liberal menolak sifat keilahian Yesus dan hanya menitikberatkan sifat moral-Nya. Itulah sebabnya, gereja-gereja mereka mundur. Jika Tuhan tidak memiliki kedaulatan mutlak dalam gereja, maka Injil yang kita beritakan pun tak mempunyai dasar yang sejati. Seorang yang tidak tahu menyembah kepada Tuhan adalah orang yang tidak mengetahui Amanat Agung. Seorang yang tidak tahu menempatkan posisi Kristus yang supraalamiah dalam hatinya adalah orang yang tidak dapat menjalankan perintah pemberitaan Injil. Tuhan yang kekal dan supraalamiah adalah Tuhan yang telah menang atas semesta alam. Sifat inilah yang menjadi dasar sifat Amanat Agung.

2. Sifat Otoritas

Dengan kuasa-Nya yang melampaui segala kuasa di langit dan di bumi Dia memberikan amanat ini dan mengutus murid-murid-Nya. Yesus mendekati mereka dan berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” Ini bukan merupakan kemenangan dari sifat keilahian Kristus, melainkan kemenangan dari sifat kemanusiaan-Nya. Sifat keilahian Kristus tidak perlu ditingkatkan lagi karena Allah adalah yang tertinggi; sifat keilahian Kristus tidak perlu ditambah dengan kuasa apa pun, karena Dia sudah memiliki kuasa yang mahatinggi. Pada saat Kristus datang ke dunia dan menjadi manusia, Dia pernah menjadi seorang yang tak mempunyai kuasa, dilahirkan sebagai manusia namun tak memiliki hak asasi manusia: pada saat lahir meminjam tempat hewan, pada saat mati pun meminjam kubur orang. Tetapi puji syukur kepada Allah, sebagaimana Adam telah menjadi wakil kita menempuh jalan kegagalan, Kristus Kalam yang telah menjadi daging telah membuka jalan kemenangan bagi kita. Kemenangan sifat kemanusiaan Kristus menjadi wakil kemenangan yang agung bagi umat manusia. Apa yang dicapai oleh sifat kemanusiaan Kristus merupakan penggenapan yang sempurna, yang diidamkan dan tidak pernah mungkin tercapai oleh umat manusia.

Segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepada-Nya. Tuhan kita telah memberikan kuasa kepada gereja, itulah sebabnya kita dapat melakukan penginjilan. Hari ini, berdasarkan kuasa inilah, kita memberitakan Injil kepada massa manusia. Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Hari ini yang Tuhan berikan kepada kita adalah kuasa dan bukan pengalaman. Janganlah mengira bahwa dengan bersandar kepada gelar dan pengetahuan kita dapat melepaskan orang dari kuasa alam maut serta berpaling kepada Allah. Kita hanya dapat membuang rintangan yang terdapat dalam kepercayaan orang, namun yang menimbulkan iman pada manusia adalah Roh Kudus dan kebenaran.

Kuasa melampaui kekuatan. Kekuatan berasal dari kuasa; pada saat kekuatan terasa tidak mampu, kuasa tetap dapat melakukan pekerjaan yang ajaib. Belasan tahun yang lalu, saya pernah pergi ke Jakarta dengan kereta api. Salah seorang penumpang kereta itu telah mengajukan suatu pertanyaan yang sangat menarik dan cukup memeras pikiran orang lain: benda apakah yang didorong oleh ratusan orang sekalipun tidak akan bergerak karena terlalu berat, tetapi ketika satu orang datang dan meniup angin saja, benda berat itu langsung bergerak? Banyak orang tidak bisa menjawab pertanyaan itu, sampai akhirnya si penanya sendiri yang mengumumkan jawabannya, yaitu kereta api! Dari sini kita mendapat suatu pengertian, yaitu jika kita bekerja dengan kekuatan diri sendiri, sering kita merasa tak berdaya untuk menyelesaikannya, namun Tuhan mempunyai kuasa, bahkan kuasa yang lebih besar dari kekuatan, maka begitu Dia memberikan perintah, lingkungan pun akan terbuka. Itulah sebabnya, kita dapat berdiri di hadapan massa dengan penuh kuasa untuk memproklamasikan pada dunia bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat satu-satunya.

Ditinjau dari pandangan manusia, pengutusan Kristus adalah kejam dan sadis: “Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.” Coba bayangkan keadaan seluruh tubuh domba kecil yang dicabik-cabik oleh serigala, maka kita pun akan mengetahui apa yang disebut pengutusan. Saudara yang kekasih, jika kuasa Tuhan ada di dalam diri kita, betapa besar pun kesulitan yang harus kita tempuh, dan betapa besar pun pengorbanan yang harus kita bayar, kita tetap harus melakukannya. Sekarang ini seluruh gereja yang ada di dunia dibangunkan dan berjuta-juta orang telah melakukan pekerjaan yang indah itu, bukan bersandar pada sesuatu yang lain, melainkan hanya pada kuasa Allah di dalam Kristus.

3. Sifat Positif

Penginjilan — bukan kita mengundang orang datang, melainkan kita diutus pergi memberitakan Injil. Karena itu kita harus menegakkan konsep pergi untuk meneguhkan semangat menjalankan Amanat Agung. Itulah yang disebut sifat positif. Jika kita tidak pergi ke tengah- tengah orang yang berlawanan jalan dengan kita secara aktif, dan memberitakan Injil Kerajaan Surga kepada mereka, maka pekerjaan gereja tak mungkin mengalami terobosan untuk selamanya.

Apakah kita harus menunggu sampai orang menyenangi kita? Ataukah menanti sampai orang menyambut dan menerima kita? Tiada satu kebudayaan pun yang persis sesuai dengan jalan Alkitab, bahkan ketika Injil diberitakan, pasti akan terjadi bentrokan-bentrokan kebudayaan. Namun, sifat dasar yang positif dan sifat berinisiatif itu mengakibatkan kita pergi memberitakan Injil dengan tidak takut pada kesulitan karena “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi, karena itu pergilah!” Di sini kuasa dan pergi adalah dua hal yang saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan.

4. Sifat Universal

Yesus tidak hanya mengutus murid-murid-Nya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel, juga tidak berpesan agar mereka jangan pergi ke negara-negara lain, melainkan mengutus mereka ke seluruh muka bumi untuk memberitakan Injil kepada sekalian bangsa. Di antara seluruh umat, seluruh agama, semua filsuf, semua nabi dan semua sistem filsafat, siapa yang memberi pengutusan seperti Kristus, yang bersifat melampaui batasan-batasan nasional? Jika kita tidak memahami sifat universal dari Amanat Agung ini, bagaimana mungkin kita pergi memberitakan Injil, bagaimana mungkin kita membicarakan penginjilan, dan bagaimana mungkin kita terbeban untuk pelayanan penginjilan secara universal?

Mari kita berlapang dada dalam memberitakan Injil, agar kita tidak hanya memperhatikan diri kita, bangsa kita sendiri. Bolehkah kita menunggu sampai bangsa kita sudah menerima Injil, baru kita menginjili bangsa lain? Tidak! Jika sejak mula bangsa Yahudi berpikir demikian, tidak seorang pun dari kita bisa menjadi orang Kristen. Selama dua abad yang lampau kita sudah menerima begitu banyak utusan Injil. Berapa banyakkah utusan Injil yang seharusnya kita kirim untuk menginjili bangsa-bangsa lain?

Kiranya Tuhan menolong kita untuk mengerti sifat universal ini, supaya kita dapat keluar dari lingkungan diri sendiri, melintasi batas-batas suku, kebudayaan, dan bangsa untuk masuk ke dalam rencana Allah yang kekal dan universal itu.

5. Sifat Gerejawi (Ekklesiastik)

Yesus berkata, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid- Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (Matius 28:19). Kata “baptislah mereka” yang terdapat dalam ayat ini berarti membawa orang percaya kepada gereja yang berwujud. Melalui tanda berupa baptisan ini orang percaya masuk ke dalam kematian dan kebangkitan Kristus, supaya orang-orang yang termasuk dalam persekutuan Kristus dapat mendirikan gereja di bumi. Ini menunjukkan bahwa Amanat Agung bersifat gerejawi.

Penginjilan tanpa mengerti makna gereja, dan gereja tanpa penginjilan kedua-duanya tidak sehat. Gereja terbentuk dari hasil penginjilan. Penginjilan hanya merupakan salah satu di antara banyak fungsi gereja, tetapi penginjilan tidak bisa mencakup keseluruhan fungsi itu. Demikian juga fungsi persekutuan, fungsi persembahan, hanyalah sebagian dari fungsi yang lengkap itu. Kehidupan gereja membuat hasil penginjilan bukan hanya sekadar menabur benih saja, tetapi juga membangun rumah Allah yang kekal. Sebab itu di mana Injil diberitakan, bertambahlah satu kelompok yang bersaksi di bumi, yaitu yang disebut rumah Allah yang kekal, gereja yang merupakan tiang penopang dan dasar kebenaran. Yesus Kristus bersabda, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku di dunia ini.” Itulah sebabnya, kita harus memimpin orang kembali kepada Tuhan, dan melayani di dalam gereja- Nya.

“Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” adalah amanat yang diberikan Tuhan Yesus kepada jemaat, supaya kita mendirikan jemaat dan tubuh Kristus di dunia — suatu tubuh yang berkelimpahan, yang memiliki meterai Allah, kebenaran, Roh Kudus, dan kasih.

6. Sifat Doktrinal

“Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Bagian ini dapat disebut sebagai sifat doktrinal dalam Amanat Agung, yaitu mengajarkan doktrin yang sesuai dengan kebenaran Allah. Banyak orang yang giat dalam penginjilan sangat meremehkan doktrin, sebaliknya banyak orang yang mementingkan teologi tidak suka memberitakan Injil. Gereja yang memiliki doktrin yang benar tidak selalu berkobar-kobar semangatnya, sedangkan gereja yang bersemangat tidak memiliki doktrin yang benar. Kedua-duanya salah.

Kaum intelektual yang telah menerima pendidikan tinggi dalam zaman ini, tidak seharusnya hanya suka mendengar khotbah-khotbah gereja yang bersifat alegoris, yang menekankan emosi, tetapi harus menuntut pengajaran yang bersifat teologis, doktrinal, dan sistematis. Bila tidak, masa depan gereja akan suram.

Di manakah semangat berkobar-kobar yang pernah meluap di antara kelompok ‘Jesus People’ di Amerika? Bukankah mereka sangat berapi-api dalam penginjilan? Mengapa mereka lenyap setelah seketika lamanya? Ini semua hanya disebabkan karena mereka tidak mempunyai dasar teologi yang kuat.

Rasul Paulus berkata kepada Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu.” Sungguh hal itu bertalian dengan hidup, dengan kerohanian, bahkan hubungan antara Allah dan manusia. Jika doktrin teologi diajarkan dengan benar, maka gereja pun akan berjalan pada jalan yang benar; sebaliknya jika doktrin teologi diajarkan secara salah, maka gereja pun akan berjalan di jalan yang salah. Karena itulah setiap orang yang memberitakan Injil, tidak dapat bersemangat hanya dalam penginjilan dan pengenalan akan berita utama itu secara dangkal saja, melainkan harus mempunyai dasar Alkitab yang lebih mendalam dan kokoh. Dengan demikian, kita dapat berdiri dengan teguh pada kebenaran yang kudus, dan menjadi laskar yang benar-benar gagah dalam mematuhi Amanat Agung. Mari kita menitikberatkan doktrin yang benar dan ketat dan ortodoks, selain memiliki semangat penginjilan yang berkobar-kobar dan nyata.

7. Sifat Kekekalan

“Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Ucapan ini berarti bahwa pekerjaan penginjilan harus dilakukan terus sampai saat dunia ini berakhir. Amanat Agung ini mula-mula diucapkan kepada sebelas murid, tetapi setelah Injil disebarkan, orang yang telah menerima Injil memberitakan Injil, sehingga Injil diberitakan terus dalam tiap zaman dan generasi. Demikianlah pekerjaan gereja terbentuk di dunia ini. Selain itu, dalam Amanat Agung ini juga terdapat sebuah janji yang amat penting, yaitu penyertaan Tuhan. Bukankah penyertaan Tuhan telah dinyatakan pada saat Kalam menjadi manusia? Secara status ini memang benar. Kristus, Kalam yang menjadi manusia, menyatakan penyertaan Allah pada manusia; tetapi secara pengalaman hidup rohani, pada saat gereja melaksanakan amanat penginjilan, pada saat itulah gereja akan mengalami penyertaan Tuhan yang sesungguhnya. Mengenai perintah Tuhan dalam Alkitab selalu terdapat suatu prinsip, yaitu bahwa perintah selalu disertai dengan janji. Pada waktu Allah memberikan perintah, Dia pasti memberikan janji-Nya juga, dan ketika manusia melaksanakan perintah Allah, ia akan menikmati janji Allah yang diberikan dalam perintah-Nya. Demikian pula dengan Amanat Agung ini. Yesus bersabda, “Jika kamu memerintahkan mereka untuk melaksanakan apa yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Semoga anugerah Tuhan, kasih Tuhan sekali lagi mendorong dan menggerakkan kita, dan Roh Kudus sekali lagi menerangi kita dengan kebenaran yang diwahyukan-Nya, sehingga kita diingatkan lagi akan sifat-sifat yang begitu penting di dalam Amanat Agung yang diberikan di bukit di Galilea.

Amin.

SUMBER :
Nama Buku : Theologi Penginjilan
Sub Judul : Bab IV : Sifat Amanat Agung
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2013
Halaman : 61 – 69