BAB V :
CALVINISME DAN ARMENIANISME

Selanjutnya akan dibahas mengenai suatu usaha menentang Tradisi Reformed, khususnya berkenaan dengan ajaran keselamatan, yakni Armenianisme.

Setelah generasi pertama dan kedua Reformasi, seperti Martin Luther, Melanchthon, John Calvin, Farcil dan Zwingli meninggal dunia, maka gereja-gereja meneruskan api Reformasi. Gereja-gereja di Belanda dan Skotlandia menganut Calvionisme, demikian pula orang-orang Huguenots di Perancis. Sedangkan di Jerman, Skandinavia, dan Swiss menganut Lutheranisme. Meskipun demikian baik Lutheran maupun Calvinis mempunyai banyak kesamaan khususnya dalam bersikap kepada Katolikisme.

Pada tahun 1603 di Belanda muncullah seorang profesor di Leiden bernama Jacobus Arminius (1560-1609) yang menganggap pandangan Calvinis khususnya mengenai doktrin pilihan ini sangat sempit dan salah. Lalu ia berusaha menentang bersama-sama dengan pendeta-pendeta dalam gereja Reformed yang setuju dengannya. Mereka nmengadakan aksi protes menentang Calvinisme, khususnya dalam doktrin predestinasi. Tindaklan ini mengakibatkan suatu gerakan teologi dalam sejarah yang disebut Remonstrants, suatu gerakan reaksi di dalam Tradisi Reformed. Gerakan Remonstrants ini mengakibatkan diadakannya sidang sinode untuk membahas apa yang diajukan oleh orang-orang Armenius dan penganutnya yang melawan Calvinisme mengenai keselamatan dan predestinasi itu. Puncaknya adalah diadakannya pertemuan sinode di Dort (1618-1619) yang menegaskan bahwa ajaran Armenius tidak sesuai dengan seluruh prinsip Kitab Suci. Sinode Dort menegaskan ulang doktrin keselamatan dan doktrin Allah dalam suatu pernyataan lima prinsip dasar. Kelima dasar tersebut dinyatakan sebagai T U L I P, yaitu:

  1. Total Depravity (Kerusakan total manusia yang berdosa)
  2. Unconditional Election ( Pilihan Allah tanpa syarat)
  3. Limited Atonement (Penebusan Kristus atas orang-orang percaya)
  4. Irresistible Grace (Anugerah Roh Kudus yang tidak dapat ditolak)
  5. Perseverance of the saints (Ketekunan orang kudus sampai pada akhirnya)

Ke-lima prinsip ini dimulai dengan orang yang berdosa dan diakhiri dengan orang yang dikuduskan. Prinsip ini menyatakan suatu perubahan status dari orang berdosa menjadi orang kudus oleh karena penebusan Kristus. Inilah keselamatan dalam Kristus, yaitu orang berdosa mengalami pekerjaan Tuhan yang menjadikannya orang kudus. Semuanya itu berdasarkan inisiatif dari pekerjaan Allah Tritunggal. Bagaimana seorang yang berdosa dapat menjadi orang kudus? Allah Bapa memilih kita. Anak menebus kita dan Roh Kudus mengaruniakan keselamatran bagi kita. Jelaslah bahwa keselamatan tidak dapat dipisahkan dari Allah Tritunggal.

Saya menemukan ayat yang dengan jelas menyatakan siapakah orang Kristen itu, yaitu 1 Petrus 1:2 :

“yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya.”

Dalam ayat ini diuraikan pekerjaan Allah Tritunggal. Pertama disebutklan Allah Bapa, kemudian Roh Kudus, dan Anak. Urutan ini menegaskan kembali akan Ordo Solutis (Order of Salvation), yaitu dimulai berdasarkan pilihan Allah, kemudian Roh Kudus yang menjadikan kita datang kepada Yesus Kristus untuk menerima penebusan.

Prinsip yang dinyatakan dalam TULIP ini seringkali menjadi sulit dimengerti berkenaan dengan istilah yang digunakan.

Total depravity. Tidak berarti bahwa manusia yang berdosa telah sama sekali kehilangan gambar dan rupa Allah, sehingga tidak berarti pula manusia yang berdosa tidak dapat melakukan kebajikan meskipun minimal dan tidak memiliki nilai apa-apa lagi di hadapan Allah. Kerusakan total yang terjadi atas manusia yang berdosa, berarti dosa telah mencemari seluruh aspek kehidupan manusia dan pada saat yang sama, manusia telah kehilangan kebenaran, kekudusan dan pengetahuan yang benar (band. Efesus 4:25; Kolose 3:10).

Uncdondistional Election. Armenian mengatakan bahwa Allah memang memilih kita namun Ia memilih oleh karena telah mengetahui terlebih dahulu bahwa kita memiliki kemauan untuk percaya. Hal ini berarti Allah memilih berdasarkan kemauan percaya kita kepada-Nya. Namun pernyataan ini sebenarnya berarti bukannya Allah yang memilih kita tetapi kita yang terlebih dahulu memilih Allah, barulah Allah memilih kita. Pandangan sedemikian ini jelas ditolak oleh Alkitab, oleh karena bukan kita yang memilih Allah melainkan Allah yang memilih kita terlebih dahulu tanpa syarat, oleh karena kita tidak akan dapat memenuhi persyaratan Allah. Allah mengasihi kita terlebih dahulu barulah kita dapat mengasihi Allah.

Limited atonement. Tidak berarti bahwa kuasa Kristus dibatasi atau kuasa Kristus tidak sanggup menyelamatkan semua manusia yang berdosa atau kuasa Kristus kurang sempurna. Sebaliknya istilah ini berarti bahwa Kristus datang untuk menebus kaum pilihan Allah. Acap kali orang yang tidak setuju dengan ajaran mengenai predestinasi mengutip 2 Petrus 3:9

“….Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” Namun pengertian ayat ini perlu diimbangi dengan pengertian Alkitab secara menyeluruh. Dalam Yohanes 12:32 : “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.”

Perkataan Yesus ini, menunjuk kepada peristiwa penyaliban-Nya. Apakah ketika Yesus disalibkan, seluruh dunia menjadi orang Kristen yaitu orang yang percaya Yesus Kristus? Maka istilah “semua” tidak menyatakan semua orang melainkan semua orang yang dipilih Allah akan beroleh keselamatan. Pengertian seperti ini berdasarkan pada perkataan Yesus Kristus dalam Yohanes 6:37 “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.”

Jadi pengertian Limited atonement artinya bahwa Ia datang untuk menyelamatkan kaum pilihan Allah (Matius 1:21). Alkitab menolak pandangan universalisme yang menyatakan Allah menyelamatkan semua orang yang berdosa, baik percaya maupun tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Irresistible Grace, artinya anugerah dan gerakan Roh Kudus itu tidak dapat ditolak. Apakah Saudara pernah mendiamkan gerakan Roh Kudus? Dalam pengalaman kita seolah-olah kita dapat menolak pekerjaan Roh Kudus. Tetapi mengapa dikatakan tidak bisa menolak? Hal ini menyatakan bahwa sampai tiba waktu yang ditetapkan Allah maka rencana Allah pun pasti terjadi. Sebelum itu Allah memperbolehkan kita menolak terus namun akhirnya kita sebagai kaum pilihan tidak bisa tidak menerima pekerjaan-Nya dalam hidup kita. Sebagaimana halnya dengan Paulus yang tidak pernah memiliki rencana menjadi orang Kristen akhirnya menyerahkan dirinya kepada Tuhan Yesus.

Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). Beberapa theolog menjelaskan arti lain dari konsep ini, yaitu ketekunan Allah bagi orang-orang kudus. Orang-orang kudus di sini berarti umat pilihan-Nya (yang percaya kepada Kristus dengan sungguh-sungguh). Dr. Palmer menjelaskan arti sederhana konsep ini sebagai “sekali diselamatkan selamanya diselamatkan.” Artinya, semua umat pilihan yang telah diselamatkan, otomatis tidak akan pernah mungkin bisa hilang keselamatannya. Konsep ini baru bisa dimengerti setelah kita mengerti ketekunan dan kesetiaan Allah.

Di dalam Alkitab, kita mempelajari banyak konsep tentang Allah yang Setia. Bahkan Paulus di Roma 3:3-4 berani menantang jemaat Roma, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: “Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi.” Mereka di sini menunjuk kepada orang Yahudi. Meskipun orang Yahudi banyak yang tidak setia, Allah tetap setia pada janji-Nya menyelamatkan umat pilihan-Nya (termasuk beberapa orang Yahudi).

Kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajarkan, “Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” (1Kor. 1:8-9) Jika di Roma 3:3, Paulus menggunakan kata Yunani pistis, maka di 1Kor. 1:9, Paulus menggunakan kata pistos, yang keduanya memiliki akar kata Yunani peithō yang bisa diterjemahkan keyakinan, persetujuan, jaminan, dll. Dengan kata lain, Allah yang setia adalah Allah yang bisa dipercayai dan dijamin (trustworthy). Allah yang bisa diandalkan ini adalah Allah yang juga bisa diandalkan di dalam hal keselamatan. Ia yang telah memulai keselamatan, Ia pulalah yang akan menggenapinya. Oleh sebab itu, mari kita akan menelusuri apa yang Alkitab ajarkan tentang hal ini sehingga kita makin lama makin mengerti apa yang Alkitab ajarkan tentang kesetiaan Allah.

Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes 6:39 berfirman dengan jelas, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” Kata “hilang” dapat diterjemahkan binasa. Dengan kata lain, semua umat pilihan yang telah dibawa oleh Allah Bapa kepada Kristus tidak mungkin binasa, melainkan mereka akan dibangkitkan oleh Kristus pada akhir zaman (bdk. Yoh. 3:16b). Inilah jaminan keselamatan kekal Allah bagi umat-Nya.

Selanjutnya, Tuhan Yesus pula di dalam Yohanes 10:27-29 berfirman, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.” Ketiga ayat ini berada di dalam konteks pembahasan Tuhan Yesus tentang Gembala dan domba. Domba mendengarkan suara gembalanya, demikian juga umat pilihan-Nya mendengar suara Kristus sebagai Gembala mereka. Antara Gembala dan domba, saling mengenal, sehingga mereka tidak mungkin tertipu. Sebagai wujud kasih Gembala kepada domba, Ia mau menyerahkan hidup-Nya bagi domba-domba itu (baca ayat 11) dan kemudian, Ia memberikan hidup kekal kepada domba-dombanya itu.

Apakah hidup kekal itu? Hidup yang tidak bisa binasa (Yoh. 3:16b). Wujudnya adalah domba-domba-Nya tidak akan bisa direbut dari tangan Kristus dan Bapa. Lebih tegas lagi dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di ayat 29 bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berkuasa dari Bapa yang telah memberikan umat pilihan-Nya kepada Kristus. Dengan kata lain, hanya Allah Trinitas yang berkuasa mutlak atas keselamatan umat-Nya, dan iblis pun tidak bisa merebut umat pilihan-Nya itu. Itulah jaminan keselamatan kekal umat pilihan-Nya. Jika Arminian yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan-Nya bisa hilang itu benar, maka patutkah Kristus di ayat 29 mengatakan bahwa Bapa-Nya lebih besar dari siapapun?

Sebagai jaminan bahwa keselamatan kita tidak akan pernah hilang, maka Roh Kudus diutus untuk menjadi saksi. Rasul Paulus mengajarkan hal ini di dalam Efesus 1:13-14, “Di dalam Dia kamu juga–karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu–di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.” Roh Kudus adalah jaminan (bisa diterjemahan stempel sah) bagi umat-Nya bahwa mereka tidak akan binasa. Mengapa? Karena Roh Kudus itu yang menjamin kita memperoleh seluruhnya, yaitu penyempurnaan penebusan yang menjadikan kita milik Allah (baca ayat 14). Sungguh sangat jelas, Roh Kudus menjadi saksi dan jaminan bagi kita bahwa kita benar-benar anak-anak Allah dan tidak akan pernah ditinggalkan sendirian (Rm. 8:16, 28).

Para theolog Arminian menyanggah pandangan ini dengan dua argumentasi, yaitu: pertama, doktrin ini tidak “cocok” dengan fakta bahwa ada banyak orang Kristen yang akhirnya murtad, lalu kedua, doktrin ini mengakibatkan orang Kristen hidup seenaknya sendiri. Bagaimana tanggapan Reformed?

Pertama, kalau ada orang Kristen yang murtad, kita perlu klarifikasikan makna Kristen itu sendiri pada diri orang itu. Apa arti Kristen? Kristen berarti pengikut Kristus (atau bisa diterjemahkan “Kristus-kristus kecil” yang menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Untuk menjadi saksi Kristus, hidup orang Kristen sejati harus berpusat kepada Kristus dan firman Allah (Alkitab). Hidup yang berpusat kepada Kristus dan Alkitab adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan memuliakan-Nya SAJA. Benarkah orang Kristen sejati tiba-tiba bisa murtad? Dari definisi yang sudah saya paparkan secara jelas ini, kita dapat menjawab dengan pasti, bahwa orang Kristen SEJATI tidak pernah akan mungkin bisa murtad, mengapa? Karena keselamatannya adalah anugerah Allah dan Roh Kudus sendiri yang menjamin kepastian keselamatannya.

Kedua, yang bisa murtad lagi tentu BUKAN orang Kristen sejati, tetapi orang yang memakai aksesoris dan mengklaim diri “Kristen”. Bedakan antara aksesoris Kristen dengan iman Kristen. Aksesoris Kristen adalah tempelan-tempelan “Kristen” yang dipakai oleh orang yang sebenarnya tidak pernah beriman Kristen. Contoh, setiap Minggu, rajin ke gereja, ikut Persekutuan Doa, Pendalaman Alkitab, berpuasa, dll, mereka hanya mengenakan aksesoris “Kristen”, tetapi benarkah hatinya berpusat dan tunduk mutlak kepada Kristus? TIDAK! Kalau disuruh belajar Alkitab, ia pasti mau, tetapi kalau disuruh mengubah karakter dan motivasinya, ia belum tentu mau. Saya agak takut dengan banyak orang yang mengaku diri Reformed, studi theologi Reformed di luar negeri, tetapi hidup rohaninya kering, yang dipentingkan debat sini sana (bukan berarti tidak perlu debat), tetapi tidak pernah mengalami anugerah Allah di dalam hidupnya. Otaknya penuh dengan berbagai teori yang dipelajari, tetapi hatinya kering, tidak ada semangat lagi melayani, bahkan ke gereja pun menjadi rutinitas. Tidak heran juga, bahkan seorang pemimpin gereja dari gereja yang mengaku bertheologi “Calvinis” tiba-tiba bisa menulis satu artikel yang membuktikan Kristus tidak bangkit, meskipun kemudian setelah ditegur oleh gerejanya, ia “bertobat” secara akademis.

Kedua, benarkah orang Kristen sejati yang telah diselamatkan hidupnya bisa seenaknya sendiri? Tidak mungkin. Mungkin untuk beberapa saat, iya, tetapi kalau untuk selama-lamanya, tidak. Mengapa? Sekali lagi, karena Roh Kudus yang menjamin kepastian keselamatan umat pilihan-Nya dengan cara memimpin, menegur, dan mengarahkan langkah hidup mereka supaya mereka makin memuliakan Allah (progressive sanctification/pengudusan terus-menerus). Orang Kristen yang hidup seenaknya sendiri jelas bukan orang Kristen sejati, tetapi, seperti yang sudah saya kemukakan di atas, adalah orang yang memakai aksesoris “Kristen” tanpa mengerti arti Kristen sesungguhnya. Terlalu banyak model orang “Kristen” palsu seperti ini di dalam gereja. Marilah kita masing-masing mengintrospeksi diri.

Apa signifikansi doktrin ketekunan orang kudus ini?

Pertama, kedaulatan Allah melebihi semua keterbatasan manusia. Dengan melihat apa yang Alkitab paparkan dengan sangat jelas tentang keselamatan umat pilihan yang tidak mungkin binasa, kita semakin mengerti bahwa Allah adalah Allah yang Berdaulat yang melebihi semua keterbatasan manusia, sehingga ketika umat-Nya di satu saat mengalami penurunan spiritualitas atau hidup tidak beres di saat tertentu, Roh Kudus aktif mengingatkan mereka melalui Firman Tuhan (Alkitab) atau khotbah yang disampaikan oleh pendeta yang bertangggungjawab atau melalui buku-buku rohani yang bermutu. Roh Kudus memakai banyak cara untuk membuat hati kita dimurnikan kembali untuk memuliakan dan menikmati Allah selama-lamanya. (bdk. Katekismus Singkat Westminster Pasal 1).

Kedua, realita pembeda. Doktrin ini mengantarkan kita untuk lebih teliti dan tajam lagi membedakan mana orang Kristen sejati dengan orang yang katanya “Kristen” (saya menyebutnya: pseudo-Christian/Kristen palsu). Bedanya adalah orang Kristen sejati dari titik awal sampai penghabisannya tidak akan pernah murtad lagi. Meskipun di kala tertentu sempat murtad, Allah yang berdaulat akan “memukul” dia untuk kembali kepada Kristus. Salah satu contoh artis Indonesia yang menggambarkan realita ini adalah Nafa Urbach. Menurut berita, Nafa Urbach dari kecil adalah Kristen, kemudian ikut neneknya (kalau tidak salah), maka ia menjadi Islam, lalu kira-kira 1-2 tahun lalu, ia “dipukul” Tuhan sehingga ia menjadi Kristen lagi. Sedangkan, orang yang mengaku diri “Kristen” dijamin akan murtad selama-lamanya. Saya belum bisa memastikan contoh praktis di Indonesia, karena mereka yang murtad juga belum meninggal. Yang saya tahu, mereka yang mengaku diri “Kristen” kemudian murtad kebanyakan dari Gereja Katolik, meskipun ada juga dari gereja-gereja Protestan arus utama, sebut saja: Dian Sastrowardoyo (dari Gereja Katolik menjadi Islam), Dewi Lestari dan Marcell Siahaan (suami istri yang dulunya Protestan akhirnya menjadi Buddhis), dll. Mereka yang murtad justru membuktikan iman seperti apa yang mereka miliki. Benarkah mereka beriman sungguh-sungguh kepada Kristus? Atau sebaliknya, mereka sebenarnya “beriman” kepada diri meskipun mengaku di depan umum sebagai “Kristen”? Oleh karena itu, jangan sembarangan mempergunakan nama Kristen (apalagi anak Tuhan) kepada diri atau pun orang Kristen lain, jika kita sendiri (atau orang-orang Kristen lain) belum (layak) mencerminkan hakekat anak Tuhan sejati. Tidak semua orang yang mengaku diri “Kristen” adalah anak Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah kita benar-benar menunjukkan bahwa kita adalah anak Tuhan sejati dengan beriman hanya kepada Kristus? ]

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : Reformasi & Teologi Reformed
Sub Judul : Calvinisme dan Armenianisme – Exkursus : Teologi Reformasi Dan Relevansinya bagi Gereja Masa KiniPenulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : LRII, 1994
Halaman : 73 – 90