BAB IV :

PENENTANG REFORMASI DAN TRADISI REFORMED

Bagian 1 : Gerakan Kontra Reformasi (Counter Reformation)

Kini kita akan membahas mengenai gerakan-gerakan yang muncul sezaman dengan gerakan Reformasi. Gerakan yang pertama adalah Counter Reformation dan kedua adalah gerakan Radical Reformation”.

Gerakan Kontra Reformasi yang berasal dari gereja Roma Katolik ini merupakan reaksi terhadap gerakan Reformasi, sedangkan gerakan Reformasi Radikal berasal dari orang-orang yang menentang gereja Roma Katolik tetapi yang juga tidak setuju dengan Reformasi. Gerakan Reformasi menghadapi dua arus, yaitu dari pihak gereja Roma Katolik dan juga dari orang-orang yang tidak setuju dengan gereja Roma Katolik dan merasa bahwa gerakan Reformasi kurang berani dan tuntas dalam melawan gereja Roma Katoilik. Gerakan terakhir ini disebut Radical Reformation (Reformasi Radikal) atau oleh Paul Tillich (1886-1965) disebut sebagai Sekterianisme.

Gerakan Kontra Reformasi muncul oleh karena gerakan Reformasi dianggap merupakan gerakan yang memisahkan diri dari kekuasaan Paus yang diterima sebagai wakil Kristus. Namun sebenarnya gereja Roma Katolik bukanlah satu-satunya gereja. Oleh karena pada saat kita mengaku percaya akan gereja yang kudus dan am atau katolik, tidak berarti yang dimaksud adalah Gereja Roma Katolik. Katolik atau am berarti gereja yang universal yang meliputi segala orang percaya di sepanjang zaman dan tempat, yaitu gereja yang tidak kelihatan. Sedangkan gereja Roma Katolik adalah gereja dalam versi Roma sehingga tidak mewakili seluruh gereja. Gereja yang terdiri dari orang-orang yang sungguh diperanakkan pula ini tidak semuanya berada dalam gereja Roma Katolik. Jadi istilah ‘katolik’ tidak sama dengan gereja Roma Katolik yang berpusat di Roma dan Vatikan.

Jauh sebelum Reformasi, yaitu pada abad 11 telah terjadi skisma atau perpecahan yang besar, yaitu perpecahan gereja Ortodoks Timur (Eastern Orthodox Church) atau disebut juga gereja Ortodoks Yunani dari gereja Roma Katolik. Gereja Ortodoks Yunani berpusat di Konstantinopel dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Yunani. Maka gereja ini disebut juga The Greek Orthodox Church. Sedangkan gereja Roma Katolik menggunakan bahasa pengantarnya bahasa Latin.

Apakah penyebab skisma antara gereja Ortodoks Yunani dengan gereja Roma Katolik? Penyebabnya adalah perdebatan mengenai pengertian ‘filique’. Perdebatan mengenai filique muncul berdasarklan perdebatan mengenai apakah Roh Kudus datang dari Bapa atau datang dari Anak. Maka gereja Ortodoks Timur mempertahankan pendapat bahwa Roh Kudus datang dari Bapa dan bukan dari Anak. Sedangkan gereja di Roma menegaskan bahwa Roh Kudus datang dari Bapa dan Anak. Istilah ‘filique’ ini sebenarnya berasal dari tesisnya Agustinus mengenai Tritunggal yang menegaskan bahwa Roh Kudus datang dari Bapa dan Anak. Dan oleh karena gereja Ortodoks Timur tidak menerima pandangan ini, maka terjadilah skisma yang besar dalam sejarah gereja.

Jikalau pada abad 11 telah terjadi skisma oleh karena berkenaan dengan salah satu ajaran, maka pada abad 16 Reformasi bukanlah suatu skisma melainklan suatu perombakan total yang berkenaan dengan keseluruhan ajaran yang kembali kepada Alkitab. Sejak abad 11 gereja Roma Katolik lebih memperhatikan penginjilan daripada gereja Ortodoks Timur. Sehingga sampai pada abad 16, gereja Roma Katolik lebih dominan daripada gereja Ortodoks Timur. Dan pada abad 16, gerakan Reformasi merupakan gerakan yang berhadapan gereja Roma Katolik. Gerakan Reformasi merupakan gerakan yangmeliputi negara-negara Eropa seperti Jerman, Perancis, Jenewa, Bohemia, Inggris dan Skandinavia Utara. Reformasi merupakan api yang menjalar ke seluruh Eropa bahkan ke seluruh dunia.

Ketika gereja mengalami Reformasi maka gereja dapat segera berusaha memadamkannya atau segera memperbaiki diri. Dan segera gereja Roma Katolik mengadakan Kontra Reformasi, baik untuk memadamkan Reformasi maupun memperbaiki diri sendiri. Gerakan Reformasi diperlukan agar gereja Roma Katoilik boleh dibangunkan dan diperbarui lagi. Dan sejarah menyatakan itu.

Ketika terjadi Reformasi maka 2/3 tetap tinggal di dalam dan 1/3 keluar. Sampai sekarang statistik menunjukkan kira-kira 2/3 berada dalam gereja Roma Katolik dan 1/3 orang Protestan. Dan angka ini sama dengan angka bintang yang jatuh adalah 1/3 sedangkan yang bertahan 2/3 nya. Agustinus pernah berusaha menjelaskan mengenai jumlah kaum pilihan. Maka ia mengatakan bahwa angkanya sama dengan jumnlah malaikat yang jatuh. Alkitab memang tidak mengatakan dengan jelas mengenai hal itu tetapi pemikiran ini didasarkan pada suatu pemikiran teologis yang dalam. Jumlah kaum pilihan sama dengan jumlah malaikat yang jatuh menyatakan bahwa tugas malaikat yang jatuh sebagai saksi Tuhan digantikan oleh kaum pilihan.

Selanjutnya gerakan Reformasi segera mengalami masa penganiayaan yang muncul dari kesetiaan yang membabi buta. Kesetiaan kepada pusat yang didasarkan kepada anggapan bahwa keselamatan hanya terdapat dalam gereja Roma Katolik. Maka segala gerakan yang melawan gereja Roma Katolik harus dimusnahkan. Pada waktu kesetiaan yang membuta terjadi, maka orang-orang tidak lagi memakai akal sehatnya sehingga mengakibatkan penganiayaan yang ganas dan tidak berperi-kemanusiaan. Keadaan ini membuat orang-orang Reformasi berkumpul secara kelompok agar dapat melangsungkan hidup tanpa dihantui dengan penganiayaan dan inquisisi, yaitu tindakan resmi gereja atau semacam mahkamah agama resmi untuk mengadili dan menghukum mereka yang dianggap bidat. Namun tindakan inquisisi ini tidak dapat dijalankan dengan sepenuhnya oleh karena orang-orang yang menangani inquisisi jauh lebih sedikit daripada orang-orang yang akan diadili oleh karena gerakan Reformasi telah tersebar di seluruh Eropa dan juga orang-orang Reformasi akhirnya berkumpul pada beberapa daerah yang menjadi daerah Reformasi di mana gereja Roma Katolik tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Namun di beberapa daerah yang masih dikuasai oleh gereja Roma Katolik saja yang dikuasai oleh aristiokrat Timur yang setia kepada Vatikan seperti Spanyol, Perancis Utara, sebagian Inggris, orang-orang Reformasi mengalami penganiayaan yang berat.

Kontra Reformasi yang dilakukan oleh gereja Roma Katolik berusaha menghentikan bahkan memusnahkan gereja Reformasi melalui tindakan penganiayaan dan pembunuhan. Pada waktu itu agama menyatakan kekejamannya yang kadangkala melebihi kekejaman orang yang belum beragama.

Di pihak lain, Kontra Reformasi juga berusaha memperbaiki diri, tetapi perbaikan itu tidak dalam hal-hal yang prinsip atau doktrinal, melainkan kebanyakan hanya dalam hal moral. Maksudnya, orang-orang Katolik merasa bahwa mereka memang kurang baik dan harus memperbaiki kehidupan moral namun sampai sekarang selama 472 tahun sejak Martin Luther mengadakan Reformasi, kita hampir tidak menemukan adanya doktrin-doktrin pokok Roma Katolik yang mengalami perubahan. Bolah dikatakan perubahan yang paling besar hanya dalam satu hal, yaitu mereka mulai menganggap orang-orang Protestan pun adalah saudara mereka. Sehingga boleh diterima baik seperti halnya anak terhilang boleh kembali kepada persaudaraan. Ketika hal itu dinyatakan pada tahun 1953, orang-orang Protestan memberikan dua reaksi, yaitu: yang pertama tidak dapat menerima dianggap anak terhilang, dan yang kedua bersyukur kepada Tuhan oleh karena masih dianggap saudara. Dan Reformed Traditional tidak dapat menerima hal itu oleh karena tidak terjadinya perubahan doktrin kembali kepada Alkitab.

Kontra Reformasi didirikan pada tahun 1534 oleh Ignatius Loyola. Enam tahun kemudian diresmikan dan diakui oleh Paus Paul III. Ignatius Loyola ketika berusia 20 tahun pernah menjadi tentara dan dalam peperangan mengalami luka-luka yang mengakibatkan kakinya timpang. Pada usia 30 tahun, Loyola menyerahkan dirinya untuk menjadi imam dan kemudian dididik dalam biara. Sebenarnya ia memiliki kerinduan untuk pergi ke Turki melayani orang Islam supaya menjadi orang Kristen. Tetapi terjadinya Reformasi telah merubah arah hidupnya. Ia akhirnya menjadi orang yang melawan gerakan Reformasi. Perubahan ini terjadi oleh karena ia merasa seluruh gereja Roma Katolik menghadapi ancaman yang hebat dan menakutkan dari gerakan Reformasi. Maka Loyola menyerahkan hidupnya untuk melawan Reformasi dengan mendirikan Jesuit. Loyola memiliki semangat yang perlu kita hargai tetapi secara moral kita sangat ngeri menyaksikan cara-cara dan sepak terjang orang-orang Jesuit dalam sejarah ketika melawan gerakan Reformasi.

Orang-orang Jesuit adalah orang-orang yang luar biasa pengabdiannya. Kita harus mengakui ini. Mereka menyerahkan diri untuk berjuang tanpa menghiraukan untung rugi mereka sendiri. Mereka bersedia menderita bagi Yesus untuk memberitakan Injil di samping bersedia dilatih dan didisiplin dengan ketat. Sistem latihannya dimulai pada umur 14 tahun tetapi juga mereka menerima dari berbagai jenjang pendidikan dan usia. Meskipun mereka yang masuk tidak lulus SMA namun setelah dilatih dapat menyamai kepintaran seorang profesor. Seorang yang masih muda dilatih untuk kerja berat dan menanggung segala kesulitan sampai usia 16 tahun. Kemudian mereka masuk ke tingkat menengah. Sesudah umur 16 tahun, mereka mulai dilatih liberal arts yaitu pengetahuan umum yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Sekarang ini malah kita mendapati banyak orang Protestan yang tidak belajar dengan serius dan mendalam lalu segera berkhotbah bahkan ditahbiskan menjadi pendeta. Mereka hanya mengetahui Alkitab dan tidak perlu belajar yang lain dan bahayanya justru pengetahuan mereka akan Alkitab juga salah. Jesuit melatih orang-orang dengan sangat ketat dan baru pada umur 21 tahun mereka dinaikkan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian mereka belajar teologi dan filsafat.

Jikalau kita mengadakan perbandingan sederhana antara Katolik, Protestan dan Pantekosta, maka kita dapat melihat bahwa pastor gereja Roma Katolik mengetahui banyak hal namun anggota jemaatnya tidak terlalu banyak tahu. Pendeta gereja Protestan mengetahui sedikit demikian pula jemaatnya meskipun kadangkala jemaatnya lebih tahu banyak. Sedangkan gereja Pantekosta, pendetanya mengetahui sedikit, dan jemaat mula-mula juga mengetahui sedikit namun semakin lama mereka semakin mengetahui. Pada awalnya mereka hanya tahu jika datang kepada Tuhan Yesus maka segala masalah dapat diselesaikan, sakit tidak perlu ke dokter; namun kemudian banyak anggota jemaat gereja Pantekosta yang berpendidikan tinggi dan memberikan perubahan dan perkembangan.

Sistem pendidikan Jesuit dilakukan dengan ketat. Setelah dididik pengetahuan umum barulah dididik dalam teologi selama kira-kira 6 tahun. Kemudian mereka baru diterima menjadi anggota dari Jesuit. Seorang anggota Jesuit diwajibkan mementingkan beberapa hal:

  • Pertama, berjanji untuk menjaga hidup yang jujur baik dalam hal keuangan, maupun moral.
  • Kedua, memelihara keteguhan imannya tanpa kompromi, dan berani mati.
  • Ketiga, setia dan kesediaan untuk taat sampai mati.

Apabila seseorang bersedia mementingkan hal-hal ini barulah ditahbiskan menjadi anggota Jesuit. Di samping semuanya ini, Jesuit memiliki keunggulan dalam sistem pendidikan yang sangat ketat melebihi sistem pendidikan manapun. Pendidikan yang luas dan lengkap sehingga mereka sanggup menghadapi segala pikiran yang melawan Kekristenan. Selain itu didukung dan ditunjang oleh Paus yang dianggap sebagai wakil Kristus. Dengan demikian mereka sama dengan ditunjang oleh Kristus sendiri.

Langkah yang menjadikan mereka sukses pada permulaannya adalah menghalalkan segala cara. Suatu langkah yang tidak dapat kita setujui. Mereka menghalalkan cara untuk mencapai tujuan. The Ends justified means”. Tujuan dari Jesuit adalah bagaimanapun juga hancurkan Reformasi. Semangat ini sangat dijiwai oleh Ignatius Loyola dalam membela Roma Katolik. Pernah terlontar perkataannya, “Bawalah anakmu yang berumur di bawah tujuh tahun, maka saya akan melatihnya menjadi seorang yang setia kepada Roma Katolik seumur hidupnya.” Loyola adalah seorang pelatih agama yang luar biasa.

Keunggulan lain yang dimiliki oleh Jesuit adalah semangat agresif menjangkau ke luar, sedangkan Reformasi lebih bersifat memelihara ke dalam. Dalam strategi peperangan Tiongkok kuno dikatakan bahwa sikap yang agresif selalu lebih unggul daripada sifat defensif. Orang yang defensif bagaimanapun hebatnya, akhirnya hanya mempertahankan supaya tidak kehilangan. Tetapi orang agresif, bagaimanapun kalah tetap bisa menjaga apa yang dimiliki sejak mulanya. Kita boleh katakan bahwa orang-orang Jesuit lebih ‘Injili’ daripada orang-orang Reformasi. Itulah sebabnya masa kini, kita memerlukan Reformed Injili. Mengapa orang-orang Reformasi kurang memperhatikan penginjilan? Kemungkinan besar disebabkan usaha mempertahankan ajaran yang berdasarkan Alkitab. Usaha tertsebut menarik semua perhatian dan tenaga. Kita dapat mengerti tantangan yang dihadapi oleh Reformasi pada waktu itu, namun strategi seperti itu tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Oleh karena Allah adalah Allah yang dinamis yang terus-menerus bekerja dalam sejarah sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab.

Hal itu juga ditegaskan oleh Calvin. Panggilan untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia merupakan bagian yang menyatu dengan keseluruhan panggilan orang percaya. Pada saat orang-orang Reformasi mempertahankan iman dan ajaran yang benar di Eropa, maka Roma Katolik terus mengutus orang untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Mereka seakan berkata, sekalipun Eropa melawan, namun seluruh dunia takluk kepada Roma Katolik. Dengan demikian membuktikan bahwa Roma Katolik tetap adalah gereja yang am. Orang-orang yang diutus kebanyakan adalah orang-orang Jesuit yang bersedia menderita bahkan dibunuh dalam memberitakan Injil. Jesuit berkembang dengan pesat sekali. Pada waktu Loyola wafat (1556), 22 tahun sejak Jesuit didirikannya, maka Jesuit telah memiliki lebih dari 1000 tempat latihan di 1000 kota di seluruh dunia. Dan pada tahun 1715, jumlah orang yang dengan serius menyerahkan diri dan bersumpah seumur hidup tidak akan menikah mencapai 20.000 orang. Bayangkan 20.000 orang laki-laki berjanji seumur hidup tidak akan menikah, bersumpah untuk rela mati, dan tetap memberitakan Injil ke seluruh dunia meskipun menghadapi kesulitan.

Namun meskipun Jesuit memiliki kekuatan yang luar biasa, lambat laun mengalami kemunduran bahkan kerusakan oleh karena sikap menghalalkan segala cara. Banyak muncul kasus pembunuhan, dan kebohongan dengan dalih demi Paus dan Roma Katolik. Semua itu mengakibatkan kerusakan dan pencemaran nama Jesuit. Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa hanya kebenaranlah yang akan bertahan sampai kekal. Akhirnya Paus menutup sekolah tersebut.

Konsili Trent

Kontra Reformasi tampak pula dalam Konsili Trent (1545-1563) yang diadakan sebagai tanggapan Roma Katolik atas Reformasi. Konsili Trent diadakan selama 18 tahun untuk menentukan masa depan Roma Katolik setelah Reformasi. Gerakan Reformasai telah mengguncangkan Roma Katolik yang telah memiliki organisasi, administrasi dan tradisi yang kuat, bahkan kepemimpinan tunggal yang diakui di seluruh dunia. Maka Konsili Trent merupakan salah satu konsili yang penting oleh karena di dalamnya diputuskan beberapa hal yang penting di antaranya adalah:

  • Dalam konsili ini mereka menetapkan untuk melawan dan menentang gerakan Reformasi dengan menyusun strategi dan perencanaan yang matang.
  • Mereka menerapkan kembali doktrin-doktrin yang sesuai dengan kepercayaan mereka semula.
  • Mereka menegaskan kembali penerimaan segala tradisi yang telah diterima oleh gereja Roma Katoilik dan menerima terjemahan Vulgate sebagai Kitab Suci.

Kontra Reformasi pada umumnya maupun Konsili Trent pada khususnya meneguhkan posisi dari pada Paus. Dan setahun setelah Konsili Trent berakhir, Paus merestui suatu kepanitiaan yang terdiri dari para kardinal untuk menetapkan suatu penegasan iman gereja Roma Katolik. Beberapa tokoh penting dalam Kontra Reformasi adalah Paus Paul III, Ignatius Loyola (1401-1556), Teresa of Avila (1515-1582), dan John of the Cross (1542-1591).

Bagian 2 : Gerakan Radikal Reformasi

Selain Kontra Reformasi maka terdapat gerakan yang kurang puas terhadap Reformasi, yaitu Radikal Reformasi. Gerakan Radikal Reformasi ini terdiri dari beberapa gerakan kecil. Mereka menyatakan diri sebagai orang-orang yang mengasihi dan setia melakukan kehendak Tuhan. Mereka kagum terhadap Reformasi tetapi juga kurang puas oleh karena mereka menganggap para Reformator masih kurang setia kepada Alkitab. Mereka menunjukkan bahwa Martin Luther tidak pernah berusaha melepaskan diri dari gereja Roma Katolik, sampai akhirnya dikucilkan dari gereja Roma Katolik. Padahal menurut mereka tidak ada yang perlu dikasihani dan disayangi untuk melepaskan semuanya itu. Mereka dengan tegas menganggap gereja Roma Katolik sebagai perempuan sundal sebagaimana dinyatakan dalam kitab Wahyu. Demikian pula dengan banyak tulisan pada masa Reformasi menyimbolkan Katolik dan pusatnya di Vatikan itu sebagai perempuan sundal di atas tujuh bukit yang tercatat dalam Wahyu. Oleh karena kota Roma berada di atas tujuh bukit, maka mereka menyatakan bahwa perempuan sundal yang dilukiskan dalam kitab Wahyu, berzinah dan menyenangkan diri dengan meminum darah kaum suci di atas bukit itu. Mereka menganggap orang-orang seperti Paus adalah orang-orang yang menganiaya orang-orang Reformasi dan meminum darah kaum suci.

Jadi Radikal Reformasi tidak setuju dengan gerakan Reformasi oleh karena:

  • 1. Mereka menganggap orang-orang Reformasi kurang tuntas melawan Katolik. Mereka tidak setuju dengan sikap Martin Luther maupun Calvin yang kurang tegas dan tuntas dalam melawan gereja Roma Katolik.
  • 2. Mereka sangat menekankan persekutuan dengan Kristus secara alegoris dan mistik. Untuk bersekutu dengan Kristus dan mengerti Alkitab diperlukan suatu pengertian yang lebih mendalam yaitu secara alegorikal dan mistikisme. Jelaslah bahwa mereka memiliki hermeneutika (cara menafsirkan Alkitab) yang berbeda dengan para Reformator.
  • 3. Di antara gerakan Radikal Reformator ini ada yang sangat mementingkan apokaliptik, yaitu hal-hal yang berkenaan dengan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Mereka sangat memegang ajaran mengenai Kerajaan Seribu Tahun (millenium) yang disebut Pre-millenialisme. Sedangkan para Reformator baik Martin Luther, Calvin, Zwingli menolak pandangan Pre-millenialisme.
  • 4. Mereka tidak mementingkan organisasi dan administrasi. Mereka sangat mementingkan pengalaman rohani khususnya berkenaan dengan suatu pengalaman mistik atau pimpinan Tuhan yang langsung. Mereka menolak segala bentuk hirarki gereja Roma Katolik, sebaliknya mereka sangat menekankan wahyu Tuhan secara pribadi, yaitu Tuhan berbicara kepada orang perorangan secara khusus. Para Reformator menolak pandangan seperti ini, karena para Reformatyor menegaskan peranan Alkitab yang adalah Firman Tuhan dan tidak bersandarkan kepada pengalaman pribadi.
  • 5. Mereka menolak Baptisan Anak-anak, yang disetujui oleh para Reformator sebagai ajaran yang tidak Alkitabiah. Mereka menganggap Baptisan terhadap anak-anak tidak sesuai dengan Alkitab oleh karena anak-anak belum dapat menyatakan iman mereka padahal iman mendahului baptisan. Sebaliknya, baik Martin Luther maupun Calvin menegaskan bahwa anugerah Allah yang diberikan kepada manusia mendahului respon manusia terhadap Allah. Oleh karena itu apabila seorang yang telah dewasa menyatakan imannya, maka hal itupun merupakan anugerah Allah. Baik iman maupun respon manusia kepada Tuhan merupakan anugerah Tuhan dan bukan suatu kemampuan manusia. Maka dengan Baptisan Anak-anak, para Reformator mengakui anugerah Tuhan yang mendahului respon manusia dan juga bukankah Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka yang seperti anak-anak yang empunya Kerajaan Allah. Gerakan Radikal Reformasi seperti Anabaptis mengharuskan seseorang yang sekalipun telah dibaptis anak-anak dibaptis kembali setelah dewasa.

Gerakan Reformasi segera diikuti dengan gerakan Kontra Reformasi baik dari gereja Roma Katolik maupun dari Radikal Reformasi. Maka setelah Martin Luther meninggal dunia, Melanchthon berusaha menyatukan antara Lutheran dan Calvinisme. Namun keduanya sulit dipertemukan oleh karena terdapat perbedaan pandangan mengenai Perjamuan Kudus dan juga setelah Augburg Confession mengalkami perubahan yaitu menerima pandangan adanya kerja sama antara Allah dan manusia dalam keselamatan, maka keduanya menjadi terpisah.

Dengan demikian antara Lutheran dan Teologi Reformed atau disebut juga sebagai Calvinisme terdapat perbedaan. Gereja Lutheran berkembang baik di Jerman, Denmark, negara-negara Skandinavia seperti Norwegia, Swedia. Sedangkan gereja-gereja di Bohemia, Perancis, Skotlandia, Inggris dan banyak tempat lain di Eropa memegang Teologi Reformed. Kira-kira seratus tahun kemudian gereja-gereja Reformed mulai gencar mengabarkan Injil ke seluruh dunia dan teologi Reformed (Calvinisme) mulai menyebar di seluruh dunia.

Bagian 3 : Tradisi Reformed

Tradisi Reformed (Reformed Tradition) atau disebut juga Calvinmisme, merupakan sumber dari gereja-gereja Presbyterian. Gereja-gereja di Belanda yang berasal dari tradisi Reformed di sebut sebagai Gereformeerd dan Hervormd. Dan gereja-gereja di Indonesia kebanyakan berasal dari misi pekabaran Injil gereja-gereja Gereformeerd dan Hervormd di Belanda, seperti Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), GPM. Gereja Masehi Injili di Minahasa (IKMIM), GMIST, GKI, Gereja Jawi, Gereja Pasunfdan, GKE, GMIT, dsbnya. Sedangkan gereja-gereja seperti HKBP, HKI, BNKP, GKPS, GKPI adalah gereja-gereja yang mempunyai latar belakang Lutheran, namun yang telah dipengaruhi oleh tradisi Reformed yang terjadi di Jerman. Dan keduanya, baik dari Belanda maupun Jerman, mengaitkan namanya dengan Injili seperti halnya gereja-gereja Lutheran di Jerman disebut Evangelist Church. Maka seharusnyalah baik gereja Lutheran maupun Reformed adalah gereja-gereja yang Injili.

Namun memasuki abad 19, menyusul munculnya teologi liberal maupun teologi modern, maka gereja-gereja Lutheran dan Reformed mulai kehilangan ciri aslinya. Untuk itu diperlukan suatu semangat Reformasi dalam teologi Reformed, yaitu kembali kepada Alkitab dengan setia. Kebanyakan hamba Tuhan yang berada dalam Tradisi Reformed masih memiliki hati nurani yang setuju untuk setia kepada ajaran Alkitab yang murni, namun kadangkala mereka terombang-ambing oleh pengaruh kuat teologi liberal maupun teologi modern yang menguasai pembicaraan persidangan gereja.

Tradisi Reformed atau Calvinisme bertitik tolak dari Allah. Allah yang berdaulat, yaitu Allah Tritunggal. Berkenaan dengan pokok ini dibahas hubungan antara Allah dan alam; Allah dan manusia; dan manusia dan alam. Alam adalah Ciptaan Allah. Dengan demikian Tradisi Reformed menolak ajaran Pantheisme yang menganggap segala sesuatu adalah Allah dan Allah adalah segala sesuatu. Tradisi Reformed menegaskan akan keberadaan Allah sebagai Pencipta alam semesta, maka antara Allah dan alam terdapat perbedaan kualitatif bukan hanya kuantitatif. Transendensi Allah sangat diperhatikan dalam Tradisi Reformed. Itulah sebabnya Karl Barth yang sangat menekankan transendensi Allah menyebut dirinya sebagai Reformed, namun tidak dapat kita kategorikan sebagai Reformed yang ortodoks oleh karena metodologinya terhadap Alkitab masih merupakan warisan teologi liberal yang menerima kritik tinggi terhadap Alkitab (Higher Criticism) dan juga konsepnya mengenai perencanaan Allah yang menyebut Allah sebagai The Wholly Other menolak pernyataan Allah berbentuk proposisi.

Tradisi Reformed juga menolak pandangan Deisme, yang menganggap bahwa alam setelah diciptakan oleh Allah dibiarkan berjalan sendiri menurut hukum alam. Seperti halnya seorang pembuat lonceng yang membiarkan lonceng tersebut berjalan sendiri secara mekanis sampai pegasnya rusak. Tradisi Reformed menolak pandangan sedemikian oleh karena Allah adalah Allah yang menciptakan dan menyempurnakan. Allah bukan hanya menciptakan alam semesta tetapi juga menyempurnakan menuju kepada penggenapannya, yaitu consummation, bukan berarti konsumsi sampai habis tetapi menggenapinya.

Tradisi Reformed menegaskan kehormatan manusia sebagai ciptaan Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Penegasan ini memberi sumbangsih besar bagi pembentukan sistem masyarakat dan penghargaan atas hak azasi manusia. Tradisi Reformed memberikan pengaruh atas kemajuan-kemajuan yang dicapai baik dalam ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, dan hukum. Bandingkan Belanda dan Italia. Secara geografis dan jumlah penduduknya, Italia melampaui Belanda. Tetapi belanda mengungguli Italia dalam perkembangan dan kemajuan ekonomi dan kehidupan masyarakatnya. Negara-negara yang dipengaruhi oleh Tradisi Reformed tidak hanya mengalami kemajuan dalam ekonomi tetapi juga dalam kehidupan masyarakatnya termasuk dalam penerapan etikanya.

Di semua belahan dunia, manusia berusaha menuntut demokrasi seperti yang terjadi di RRC beberapa waktu yang lalu. Tetapi mereka sendiri kadangkala tidak jelas apa itu demokrasi yang mereka inginkan. Demokrasi mempunyai dua sumber, yaitu Ethinion Ention Great Democration dan Christian Influence of Democrazy. Kekristenan telah mempengaruhi jalannya demokrasi di dunia barat seperti Amerika, Inggris, dan Jerman. Mereka sangat menghargai kehormatan manusia sebagai ciptaan Allah. Demokrasi yang tidak dipisahkan dari hati nurani yang takut kepada Allah dan menghargai pemerintah sebagai intitusi yang ditetapkan Allah di atas dunia. Tradisi Reformed tidak hanya memulihkan ajaran yang salah, tetapi juga mengakibatkan suatu pengertian mandat kultural.

Manusia sebagai ciptaan harus taat kepada Penciptanya. Dan ketaatannya memberikan kekuatan kepadanya untuk menaklukkan alam. Man submit to God and govern over the creation. Manusia bertanggung jawab untuk memelihara dan membudi-dayakan alam semesta sebagai penatalayanan yang setia. Semua ini yang didasarkan atas konsep stewarship to God, memberikan motivasi yang kuat untuk bekerja dengan setia, jujur dan tanpa kompromi dengan ketidak-benaran. Tradisi Refoermed menghasilkan suatu masyarakat yang tertib dan tekun bekerja. Jelaslah doktrin Allah yang benar akan menghasilkan kehidupan yang benar dan berkelimpahan.

Agama sangat mempengaruhi kehidupan suatu bangsa. Kita dapat memperhatikan bangsa-bangsa yang pernah dipengaruhi Tradisi Reformed seperti Swiss dan Jerman.Bangsa-bangsa di Timur bukannya tidak pandai namun mereka belum mengalami Reformasi dan intervensi Allah dalam kebudayaan yang memberikan kebangunan. Jepang memiliki pengecualian. Pada abad 19, kaisar Meiji mengambil sikap terbuka terhadap dunia Barat yang memberikan dampak kemajuan bagi negara tersebut, demikian pula halnya dengan Korea Selatan. Demikian pula negara-negara Komunisme terungkap kegagalannya ketika disejajarkan dengan negara-negara yang pernah dipengaruhi Tradisi Reformed, seperti Jerman Timur dengan Jerman Barat; Korea Utara dan Korea Selatan.

Tradisi Reformed juga menegaskan mengenai penyataan atau wahyu Allah oleh karena Allah adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia baik secara khusus (special revelation) maupun secara umum (general revelation). Teologi Reformed menegaskan akan wahyu umum yang memungkinkan orang yang belum percaya kepada Kristus memiliki pengetahuan yang rumit melalui penyelidikan atas alam semesta. Namun Teologi Reformed juga menegaskan bahwa manusia tidak mungkin mengerti wahyu umum dengan sesungguhnya tanpa wahyu khusus. Jadi dalam Teologi Reformed, wahyu khusus menjadi kunci untuk mengerti akan wahyu umum. Dalam wahyu umum, manusia dimungkinkan menemukan ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan tersebut tidak akan mencapai titik sasaran terakhir kecuali dimengerti berdasarkan wahyu khusus. Itulah sebabnya Teologi Refoirmed menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus ditaklukkan kembali kepada Allah di dalam Kristus.

Suatu kali saya berada dalam mobil bersama-sama dengan seorang Rektor Sekolah Teologi Injili dan seorang profesor sejarah dari Universitas Taiwan. Kami sedang berbincang-bincang mengenai strategi Kristen. Kemudian saya mengatakan kepada profesor sejarah itu, “Saudara pasti pernah mengalami jalan buntu ketika sedang menjelaskan sejarah dan filsafat sejarah.” Kalimat ini mungkin terlalu berani oleh karena sudah tentu dia lebih mengetahui sejarah daripada saya; tetapi saya mendasarkan ini kepada Allah yang melampaui sejarah. Maka profesor itu menyetujui pernyataan saya itu. Namun rektor Sekolah Teologi yang duduk di sebelah saya malah menyatakan bahwa ia ingin sekali belajar sejarah dan tidak hanya belajar Alkitab. Kedua reaksi ini sangat kontras. Rektor tersebut merasa diri kurang mengerti sejarah sedangkan saya ingin menegaskan bahwa belajar sejarah tanpa mengerti teologi secara benar akan berbahaya sekali oleh karena tidak dapat menjadi terang dunia. Maka ketika saya ingin menjelaskan maksud saya kepada rektor tersebut, profesor itu menjelaskan bahwa jika mereka para sejarawan kurang mengerti teologi tidak dapat menjelaskan sejarah secara tuntas. Lalu profesor itu bermaksud mengundang saya berbicara di hadapan para sejarawan Kristen memberikan pengarahan teologi.

Jelas bahwa Tradisi Reformed tidak hanya mengabarkan Injil tetapi menegaskan bahwa segala bidang kehidupan manusia harus ditaklukkan kepada kedaulatan Allah. Orang-orang yang memegang Teologi Reformed ketika berbicara soal filsafat atau kebudayaan tidak bermaksud mengabaikan Alkitab, tetapi justru bermaksud menyatakan bahwa Alkitab lebih tinggi dari pada segala pemikiran manusia.

Tradisi Reformed beredasarkan kepada Allah yang telah menyatakan diri-Nya baik secara khusus maupun umum menegaskan dua mandat yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yaitu mandat Injil dan mandat budaya. Gereja harus memberitakan Injil dan juga mempengaruhi segala macam kebudayaan kembali kepada Allah Pencipta. Inilah sebabnya kita perlu menegaskan kembali panggilan ini.

Kita harus mengabarkan Injil tetapi juga melatih dan membina orang percaya untuk menyatakan Ketuhanan Kristus dalam segala aspek kehidupan dan profesinya. Kalau tidak mereka akan hidup dalam dualisme. Abraham Kuyper mengatakan, “Di dalam jiwaku, pikiranku dan seluruh hidupku tidak ada satu inchi di mana Kristus tidak menjadi raja untuk menguasainya.” Ini adalah semangat Reformed. Dan kita tetap harus menjaga keseimbangan antara kedua mandat ini. Itulah sebabnya kita menegaskan Reformed dan Injili.

Tradisi Reformed dalam mengabarkan Injil selalu menyadari akan kedaulatan Allah. Kedaulatan Allah dalam memilih dan menyatakan anugerah-Nya yang menyelamatkan menusia berdosa. Berkenaan dengan hal ini, Tradisi Reformed menjelaskannya dalam ordo solutis (the order of salvation – urutan keselamatan) yang membahas mengenai proses terjadinya keselamatan dan proses ini berada dalam kedaulatan Allah Pencipta.

Kita dapat menyaksikannya dalam kehidupan rasul Paulus. Paulus bertobat dalam perjalanan menuju ke Damsyik dan menyerahkan diri melayani Tuhan sebagai hamba Tuhan. Bilakah Paulus dipanggil menjadi hamba Tuhan? Paulus menyatakan bahwa ia dipanggil Tuhan sejak dalam rahim ibunya. Kita dapat menemukan adanya ordo solutis. Tradisi Reformed menyatakan bahwa Tuhanlah yang menetapkan bukan kita terlebih dulu yang menyerahkan. Paulus tidak pernah meren-canakan untuk menjadi hamba Tuhan, sebaliknya berusaha menghancurkan orang-orang percaya, tetapi Tuhan Allah menetapkan dan memanggilnya. Tradisi Reformed selalu bertitik tolak dari Allah dan bukan dari manusia. Kita harus memiliki pengertian yang utuh dan menyeluruh dari Alkkitab. Roh Kudus yang memperanakkan kembali manusia yang berdosa sehingga dapat bertobat dan kembali kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus. Sola Gratia mendahului Sola Fide.

Penegasan kepada anugerah tidak meniadakan tanggung jawab manusia di hadapan Tuhan. Sola gratia menegaskan bahwa manusia tetap harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan tetapi manusia tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan benar tanpa anugerah Tuhan. Orang lebih mudah menerima bahwa keselamatan merupakan hasil kerja sama antara Allah dan manusia. Allah memberikan anugerah sedangkan manusia beriman. Namun pandangan sedemikian mengabaikan kenyataan bahwa kemauan manusia telah diperbudak oleh dosa. Sehingga manusia memerlukan normalisasi kemauan yang merupakan anugerah Tuhan. Bukankah ini menghilangkan tanggung jawab manusia?

Tanggung jawab manusia adalah berani menolak yang baik. Manusia yang berdosa hanya dapat berbuat dosa dan manusia harus mempertanggung-jawabkan dosanya. Manusia tidak dapat menjalankan kehendak Tuhan oleh karena keberadaannya yang berdosa. Itulah sebabnya manusia baru dapat menyadari anugerah Tuhan dan menerimanya ketika Tuhan Allah memberikan anugerah-Nya yang memungkinkan manusia menerima anugerah keselamatan.

Kita harus dapat membedakan antara: ‘mengatakan tidak dengan tidak mengatakan tidak’ ‘tidak mengatakan mau dengan mau mengatakan mau\. Sebelum Adam jatuh dalam dosa, Adam memiliki kebebasan yang netral. Namun setelah Adam jatuh dalam dosa, maka kita semua yang adalah keturunan Adam tidak lagi memiliki kebebasan yang netral. Keinginan manusia setelah jatuh dalam dosa adalah keinginan yang terbelenggu oleh dosa sehingga manusia hanya bisa berdosa sekalipun dengan berbagai dalih manusia menyatakan bahwa ia sedang mencari dan melayani Tuhan Allah. Orang yang berdosa baru dapat mengatakan “ya” kepada Tuhan ketika anugerah Tuhan diberikan kepadanya. Kita dapat menyimpulkan bahwa mereka yang terus-menerus berbuat dosa harus mempertanggung-jawabkan dosanya, dan mereka yang menerima anugerah Tuhan harus mengembalikan kemuliaan bagi nama-Nya.

Pernyataan yang ditegaskan kembali oleh para Reformator tersebut sebenarnya telah diuraikan oleh bapa gereja, Agustinus. Agustinus menguraikan dalam empat tahap, yaitu: posse peccare, non posse non peccare, posse non peccare, dan non posse peccare (dapat berdoa, tidak dapat tidak berdosa, dapat tidak berdosa, dan tidak dapat berdosa). Ada perbedaan antara Adam sebelum jatuh dalam dosa dengan Adam setelah jatuh dalam dosa. Sebelum Adam jatuh dalam dosa masih memiliki kebebasan yang netral, yaitu dapat berbuat baik sesuai dengan kehendak Allah atau melanggar kehendak Allah; tetapi setelah jatuh dalam dosa, maka Adam hanya bisa berbuat dosa. Selanjutnya setelah menerima keselamatan oleh Yesus Kristus, kebebasan itu dipulihkan kembali (Yohanes 8:36). Dan tahap terakhir, yaitu consummation (penyempurnaan) terjadi pada saat pemuliaan (glorification), yaitu ketika kita telah berada di dalam sorga di mana kita tidak akan jatuh dalam dosa lagi.

Jadi jelaslah dalam Teologi Reformed, kita perlu memperhatikan empat keadaan tersebut di atas, yaitu sebelum jatuh dalam dosa, sesudah jatuh dalam dosa, setelah dilahirkan kembali, dan setelah berada dalam sorga.

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : Reformasi & Teologi Reformed
Sub Judul : Bab IV: Penentang Reformasi dan Tradisi Reformed
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : LRII, 1994
Halaman : 53 – 72