Saat ini semua karyawan, ASN, TNI, Polri bahkan pegawai honorer sekalipun pasti sedang menanti yang namanya Tunjangan Hari Raya (THR) terlebih beberapa media sudah mengumumkan bahwa pemberi kerja harus sudah memberikan THR tersebut H-10 Lebaran. Tunjangan Hari Raya sejatinya pertamakali digagas oleh seorang bernama Soekiman Wirjosandjojo mantan Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia yang ke-6 dengan motivasi untuk mensejahterakan PNS di akhir Ramadhan. Saat itu tunjangan tidak hanya uang melainkan juga termasuk beras dan sembako lainnya. Perlakuan ini membuat kecemburuan kepada buruh karena mereka tidak diperhitungkan dan dirasakan tidak adil, dan akhirnya seluruh pekerja di Indonesia pun mendapat tunjangan dari pemberi kerjanya.

Bagi penerima THR tentu adalah berkah tersendiri, karena dalam masa yang sama mereka menerima penghasilan menjadi 2 (dua) kali yaitu  penghasilan rutin yang mereka terima setiap bulannya, dan THR ketika menjelang hari raya. Dalam perspektif perpajakan, penghasilan yang mereka terima adalah kategori objek pajak yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Bagi penerima THR tidak perlu khawatir, karena THR yang diterima sudah dilakukan pemotongan pajak oleh pemberi kerja, bendahara, pemegang kas pemerintah, atau dana pensiun, orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, dan penyelenggara kegiatan. Namun, baiknya ikut berperan juga memastikan bahwa pajak yang sudah dipotong telah disetorkan oleh pemberi kerja  ke kas negara. Dengan begitu kita telah berperan untuk  mendukung kemandirian bangsa.

Pemberi kerja adalah orang pribadi, badan atau cabang perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut. Tentang bagaimana pemberi kerja melakukan kewajibannya akan kita bahas dalam tulisan berikut, selamat menikmati.

THR dalam Aspek Perpajakan

Tunjangan Hari Raya termasuk bonus, jasa produksi, tantiem, gratifikasi atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun dikelompokkan sebagai penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur yang umumnya diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya.

Apabila kepada pegawai tetap diberikan THR dan sejenisnya yang sifatnya tidak tetap dan umumnya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong oleh pemberi kerja sebagai berikut :

  • PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa THR dan sejenisnya.
  • Apabila pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara seperti di atas dengan memperhatikan PPh Pasal 21 bulanan yang teratur.

Contoh Penghitungan THR

Reyhan AP (Belum Kawin) bekerja pada PT. Nusa Tax Consulting dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 25.000.000,- sebulan. Pada bulan April 2019. Reyhan AP memperoleh THR sebesar 50.000.000,-. Setiap bulannya Reyhan AP membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 250.000,-. Berapa Pajak atas THR Reyhan AP?

Jawab

Pertama Kita Hitung Penghasilan Gaji  Setahun

Penghasilan Setahun    12 X 25.000.000       = Rp. 300.000.000,-

Penghasilan Bruto Setahun                               = Rp. 300.000.000,-

Pengurang :

1. Biaya Jabatan          = Rp. 6.000.000,-

2. Iuran Pensiun         = Rp. 3.000.000,-

Total                                                                       = Rp.     9.000.000,-

Penghasilan Neto Setahun                                = Rp.  291.000.000,-

PTKP Setahun                                                      =  Rp.    54.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak                                     = Rp.  237.000.000,-

PPh Pasal 21 Terutang                                       = Rp.     30.050.000,-

Lalu Kita Hitung Penghasilan THR

Penghasilan Setahun    12 X 25.000.000       = Rp. 300.000.000,-

THR                                                                        = Rp.    50.000.000,-

Penghasilan Bruto Setahun                               = Rp. 350.000.000,-

Pengurang :

1. Biaya Jabatan          = Rp. 6.000.000,-

2. Iuran Pensiun         = Rp. 3.000.000,-

Total                                                                       = Rp.     9.000.000,-

Penghasilan Neto Setahun                                 = Rp.  341.000.000,-

PTKP Setahun                                                      =  Rp.    54.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak                                     = Rp.  287.000.000,-

PPh Pasal 21 Terutang                                        = Rp.     41.750.000,-

PPh Pasal 21 atas THR adalah sebagi berikut =

Rp. 41.750.000,- dikurang  Rp. 30.50.000,-  = Rp. 11.200.000,-

Maka untuk Masa April 2019 PT. Nusa Tax Consulting harus sudah menyetorkan ke kas negara sebelum tanggal 10 Mei 2019 dengan nilai sebesar Rp. 11.200.000,- atas PPh atas THR Sdr. Reyhan AP.

Penutup

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak langsung yang dipikul oleh penerima penghasilan (Wajib Pajak) yang tidak dapat dilimpahkan kepada yang lain. Namun, ada kalanya perusahaan dengan motivasi membangkitkan semangat kerja karyawan menanggung pajak yang harus disetor oleh  Karyawannya.

Dimasa-masa pemberian THR ini bukan hanya penerima THR yang berbahagia, negara pun ikut menerima imbasnya melalui tambahan penerimaan pajak dari THR yang diberikan yang kemudian disalurkan untuk pembiayaan negara. Bagaimana jika PPh atas THR tersebut lupa disetorkan ke kas negara? siapa yang untung dan siapa yang rugi?