BAB 6 :

ESENSI DAN ASPEK PIMPINAN ROH KUDUS (2)

ASPEK POSITIF PIMPINAN ROH KUDUS

1. Roh Kudus Memimpin Kita Masuk Ke dalam Hidup Berkelimpahan.

Pimpinan negatif adalah pendahuluan untuk membawa Saudara masuk ke dalam pimpinan yang positif. Jikalau Saudara tidak mengetahui pimpinan Roh Kudus yang negatif, Saudara tidak mungkin masuk ke dalam pimpinan Roh Kudus yang positif, yang disediakan oleh Roh yang sama bagi Saudara. Akibatnya, Saudara akan gagal di tengah jalan, kerohanian Saudara berhenti dan tidak maju lagi. Itu terjadi karena pada saat ada pimpinan yang negatif, Saudara bersungut-sungut dan melawan Allah. Tuhan selalu meminta Saudara untuk sabar. Bijaksana dari Tuhan datangnya selalu lambat. Orang yang terlalu cepat jadi, juga akan cepat rusak. Bijaksana yang agung membutuhkan waktu yang panjang. Itulah sebabnya perlu waktu untuk membentuk kita. Tidak ada jalan pintas di dalam kedewasaan rohani.

Banyak orang Kristen yang tidak mau dipimpin oleh Tuhan dan tidak mau taat sampai akhir. Mereka mau langsung berdiri sendiri, menuntut kebebasan, hak sendiri, dan tidak mau dipimpin oleh orang lain. Kebebasan Saudara baru menjadi kebebasan yang sungguh-sungguh sejati jika kebebasan itu sudah diikat di bawah pimpinan Roh Kudus. Perhatikanlah kehidupan Elisa dan Daud. Ketika Elisa dipanggil untuk menggantikan Elia. Pada awalnya ia hanya membantu Elia sebagai tukang air di hadapan tuannya. Daud sudah diurapi sebagai raja, tetapi ia harus menantikan dengan sabar sampai Saul mati. Sekalipun ada kesempatan untuk mendongkel, bahkan membunuh Saul, Daud tidak melakukannya. Pimpinan Tuhan memerlu-kan kerendahan hati dan kerelaan mengabdikan diri kepada Tuhan, sekalipun segala sesuatu sulit kita terima. Hal ini diperlukan karena jika kita tidak sabar dan tidak konsisten, maka pimpinan yang positif tidak akan tiba kepada kita.

Ada seorang pemimpin misi sedunia yang sebelum memegang jabatan itu selama 6 tahun harus menjadi seorang yang tidak memiliki apa-apa dan hanya melayani dengan tekun sebagai tukang tambal sepatu para misionaris di Afrika. Banyak pemuda-pemudi zaman ini yang mau segala sesuatu berjalan dengan cepat; hari ini menyerahkan diri, besok sudah jadi Billy Graham. Ini sesuatu yang tidak mungkin. Konfusius pernah berkata, “Jika langit ingin memakai seseorang, ia akan membuatnya susah, lapar, dan penuh kesulitan. Lalu meneguhkan niatnya untuk berjuang.”

Pimpinan negatif dikerjakan oleh Tuhan agar seseorang boleh dilatih terus dan dipersiapkan menuju kepada hal yang positif. Jika seseorang tidak pernah mengalami pimpinan-pimpinan yang negatif sedemikian, ia tidak dapat kuat dan siap untuk pimpinan yang positif. Namun setelah ia menerima dua macam pimpinan Tuhan ini, akhirnya ia akan mendapat hidup yang berkelimpahan.

Yesus Kristus berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10). Apakah maksud hidup yang berkelimpahan? Orang Kristen yang hidupnya begitu miskin, memang hidup tetapi seperti hampir mati. Hal ini berbeda dengan hidup yang memiliki kelebihan untuk bisa menolong orang lain. Orang yang terus-menerus mengurus diri sendiri dan terus merasa kekurangan adalah orang yang miskin. Orang yang mempunyai banyak kesulitan tetapi tidak memberitahukan kepada orang lain, sebaliknya masih sempat menolong orang lain dalam berbagai hal, itulah orang yang berkelimpahan. Kunci hidup yang berkelimpahan adalah karena pimpinan Roh Kudus mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan, sampai akhirnya menang, barulah ia menikmati hidup yang berkelimpahan.

Jika Saudara tidak mau dicobai, tidak mau diuji, dan tidak mau digembleng oleh Tuhan, bagaimana Saudara bisa mendapat hidup berkelimpahan yang terus-menerus dan mengalirkan hidup berkelimpahan itu untuk menjadi berkat bagi orang lain? Hidup berkelimpahan adalah hidup yang dibagikan terus-menerus kepada orang lain tetapi tidak pernah habis. Saudara akan terus merasa masih bisa menolong orang lain, masih bisa mengerjakan sesuatu.

Istilah “janji” merupakan istilah yang indah bagi kita. Tuhan adalah Tuhan yang memberikan janji. Ia yang memberikan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bagi kita. Ia yang berjanji kepada orang Israel dan juga kepada orang Kristen. Janji merupakan pegangan dan dasar iman kita. Istilah “janji” dalam bahasa Latin memiliki kata dasar pro + miterre (dari sini muncul kata promise), atau pra + misi. Sebelum misi diberikan, sudah ada pandangan yang diberikan. Di mana iman betul-betul terkait dengan kesetiaan Tuhan, di situ ada pandangan sedemikian, sehingga Saudara dilatih oleh Tuhan, Saudara dipimpin oleh Tuhan secara negatif, akhirnya Saudara mnengalami banyak lembah kekelaman, mengalami banyak kesulitan dan penderitaan, yang menjadikan Saudara semakin matang. Saudara hanya bisa melihat sampai batas tertentu, tetapi janji Tuhan jauh melebihi apa yang Saudara bisa lihat. Inilah hidup yang berkelimpahan.

Jika Saudara mencapai kehidupan yang berkelimpahan, Saudara akan mempu mengerjakan banyak peklerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh orang lain. Mary Slessor, seorang yang begitu lembut, yang dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi pengabar Injil yang berani mati di pedalaman Afrika. Ia dijuluki sebagai “The White Queen among the Black Peoples.” (Ratu Putih di tengah Masyarakat Hitam). Setelah ia meninggal, pekerjaannya harus digantikan oleh tiga orang pria yang lebih besar dan lebih kuat daripada dia sendiri. Hidup yang berkelimpahan tergantung pada bagaimana Saudara melihat kemungkinan-kemungkinan yang dijanjikan oleh Tuhan. “Janji” berarti pandangan yang dimiliki sebelum misi. Saudara melihat melampaui ambang batas, sehingga apa yang orang lain lihat sebagai tidak mungkin dikerjakan, Saudara mengatakan mungkin mengerjakan, betapa pun sulitnya.

Selama 38 tahun pelayanan, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa pimpinan Tuhan tetap sama. Orang mengatakan zaman sudah berbeda, orang di zaman ini sudah tidak suka mendengar khotbah. Saya tegaskan kepada mereka, bahwa tidak benar demikian. Sampai saat ini orang masih tetap mau mendengarkan khotbah, asalkan Firman itu diberitakan dengan pimpinan dan kuasa Roh Kudus, untuk memaparkan kebenaran secara bwertanggung jawab.

Pimpinan Roh Kudus bukan sampai pada dinamika hidup Saudara sendiri, tetapi juga memberikan dinamika dan pertolongan kepada orang lain. Tuhan adalah sumber berkat yang asli, sedangkan Saudara dijadikan ‘sumber berkat kecil’ (maksudnya, saluran berkat bagi orang lain). Saudara dipenuhi terlebih dahulu dengan berkat Tuhan sehingga dari hidup Saudara terpancar keluar berkat bagi orang lain. Tuhan akan memakai kita.

2. Roh Kudus Memimpin Kita Masuk ke dalam Kemerdekaan

Apakah kebebasan itu? Sering orang menjawab: “Kebebasan adalah kebebasan.” Banyak orang yang tidak mau berpikir, hanya mau menangkap pikiran-pikiran tradisional, dengan konsep-konsep lingkungan yang disetujui mayoritas. Tetapi orang yang memakai pikiran tidak mudah menerima sesuatu dengan begitu saja. Ia akan menelusuri dan berusaha memahami arti sesungguhnya dari esensi yang diutarakan oleh istilah tersebut.

Istilah-istilah yang dipakai di dalam literatur filsafat dan ilmiah adalah suatu susunan huruf yang dipakai untuk mengutarakan suatu kebenaran yang ada di belakang dan melampaui kata itu, maka ada kebenaran di belakang kata itu. Pada saat kita mengatakan “bebas”, sebenarnya ada suatu kebebasan yang perlu diutarakan, sehingga kita memilih kata itu. Tetapi kebenaran itu pasti lebih besar daripada istilahnya. Jika kita menerima konsep itu dengan konsep tradisional dan konsep pengakuan umum sebagai pengertian kita, maka kita tidak akan maju. Jika kita merenungkan lagi secara lebih mendalam makna di balik istilah itu, mengerti realitas dan esensi istilah itu, dan meminta Tuhan memimpin kita memasuki realitas yang limpah itu, maka kita bisa menjadi orang yang berul-betul bebas.

Ada orang yang berkata bahwa ia mengetahui Kekristenan. Ketika ditanya apa itu Kekristenan, ia menjelaskan Kekristenan sebagai berikut: ada seorang wanita yang tidak menikah, melahirkan anak yang namanya Yesus dan katanya setelah mati bisa menebus dosa. Itu bukan berarti ia sudah tahu. Ia hanya mengadopsi pengetahuan umum tetapi sama sekali tidak tahu apa yang ada dibelakang semua itu, yaitu rencana Allah menebus dosa manusia. Itulah realitas yang harus kita pegang. Saya selalu merasakan kesulitan dalam berkhotbah karena keinginan saya untuk memaparkan realitas yang ingin saya sampaikan selalu dibatasi oleh kata-kata saya. Alkitab mengajar bahwa jika kita hanya mengerti secara harfiah belaka, maka itu akan mematikan, tetapi jika Saudara mengerti sampai kepada arti yang sesungguhnya, itu yang menghidupkan. Roh Kudus memimpin kita kepada pengertian yang membebaskan.

Frasa “di mana ada Roh Kudus di situ ada kebebasan,” telah disalah-mengerti dan diselewengkan penggunaannya oleh berbagai gereja. Mereka mengatakan, “Di gereja ini ada kebebasan untuk bertepuk tangan, di gereja lain tidak ada, oleh karena itu di sini ada Roh Kudus.” Jadi arti kebebasan adalah kebebasan bertepuk tangan. Istilah-istilah yang begitu penting seringkali sudah diikat dengan konsep-konsep yang begitu sempit dan dibatasi dengan pengertian-pengertian yang menyeleweng.

Kebebasan sejati adalah kebebasan untuk tidak berada di bawah tangan Iblis, belenggu dosa, di dalam kuasa kematian, atau di dalam ancaman murka Allah. Kebebasan sejati adalah kebebasan yang melepaskan kita keluar dari kutuk Taurat, keluar dari kerusakan dunia, keluar dari sifat bawaan dari Adam (dosa asali), dan keluar dari ikatan konsep dunia, agama, filsafat, dan tradisi yang salah.

Kebebasan sejati bukan berarti saya bisa melakukan apa saja yang saya mau. Ini konsep kebanyakan uang. Kebebasan berarti ketika saya mau memakai uang, ada uang, mau memukul orang, bisa memukul orang. Saya rasa hal sedemikian bukanlah kebebasan, melainkan sifat liar. Itu adalah sifat liar atau barbar, ganas, dan tingkah laku yang sewenang-wenang tanpa batas. Maka kebebasan yang sejati harus ada di dalam ikatan.

Kebebasan sejati harus berada di dalam ikatan sifat ilahi. Sifat ilahi adalah sifat yang penuh dengan kasih, keadilan, kesucian, dan kebajikan. Jikalau kita mau mengalami kebebasan yang sejati, kita harus rela dibatasi oleh sifat ilahi. Hanya di dalam cinta kasih Allah yang membatasi kita, baru ada kebebasan sejati. Demikian pula hanya di dalam kekudusan, keadilan, dan kebaikan Allah, kita menikmati kebebasan sejati. John Stott mengatakan, “Allah sendiri pun membatasi diri, dan kebebasan-Nya adalah kebebasan yang tidak mutlak.” Saya sangat terkejut ketika membaca tulisan tersebut. Bagi saya, Allah tetap bebas mutlak. Bagaimana menyelaraskan pandangan ini? Maka bagi saya, Allah rela dengan kebebasan-Nya menaklukkan segala kebebasan-Nya ke bawah sifat ilahi yang Ia sendiri miliki. Dengan rela Ia meletakkan kebebasan-Nya di bawah cinta kasih-Nya, di bawah kesucian-Nya, di bawah keadilan-Nya, dan di bawah kebaikan-Nya. Pada saat Allah dengan rela meletakkan kebebasan-Nya di bawah sifat ilahi-Nya, itulah kebebasan yang melampaui kebebasan. Kebebasan inilah kebebasan yang sejati.

Immanuel Kant mengungkapkan satu kalimat yang penting tentang kebebasan. “Kebebasan bukan berarti bisa melakukan apa yang saya ingin lakukan, itu kebebasan yang tidak bertanggung jawab, karena kebebasan sedemikian merupakan kebebasan yang tidak berbudaya. Kebebasan adalah jika aku mau tidak melakukan sesuatu, aku mampu tidak melakukannya.” Jika saya mau menggunakan narkotika, saya bisa melakukannya, itu bukanlah kebebasan, tetapi pelampiasan. Jika saya mau berzinah, saya bisa melakukannya, itu adalah pelampiasan nafsu. Tetapi, ketika orang yang sudah merokok, sudah minum alkohol, sudah memakai ganja atau narkotika lainnya, mau berhenti, dan ia sanggup berhenti, itulah kebebasan sejati.

Saya sangat kagum dengan pikiran seperti ini. Tetapi bagaimana pun kreatif dan hebatnya seorang filsuf, tetap mereka tidak mampu memberikan jawaban yang paling mendasar terhadap definisi yang diberikannya. Ia bisa menganjurkan hal itu, bahwa jika Saudara bisa tidak melakukan apa yang Saudara tidak mau lakukan, Saudara baru masuk ke dalam kebebasan, kemerdekaan sejati. Tetapi bagaimana Saudara bisa melakukan hal itu, ia tidak bisa memberikan jawabannya. Jawaban yang tuntas hanya ada di dalam Alkitab.

Saya menjadi Kristen bukan karena agama Kristen adalah agama ibu saya sehingga saya harus membelanya mati-matian, bukan pula karena Kristen adalah agama saya sehingga saya menganggapnya sebagai kebenaran. Sama sekali terbalik. Karena agama Kristen adalah kebenaran maka saya menjadi orang Kristen; karena itu adalah kebenaran, maka saya membela kebenaran. Bagaimana bisa membela kebenaran? Saya bukanlah seorang yang mudah secara mentah-mentah menerima kebenaran orang lain. Saya memperbandingkan berbagai agama dan filsafat, baik dari Timur maupun Barat, baik yang kuno maupun modern, baru setelah itu saya mendapatkan kesimpulan bahwa tidak satu pun yang bisa lebih tinggi dan lebih mendalam daripada Alkitab. Tema-tema yang sama,ketika dibicarakan oleh Konfusius, Lao Tze, Kierkegaard, sampai Karl Jaspers, lalu dibandingkan dengan Alkitab, tetap tidak dapat dibandingkan. Tidak ada definisi mengenai kebebasan, kebenaran, keadilan, kekudusan, dan hal-hal lain yang bersifat esensial dan menentukan, yang pernah bisa melampaui apa yang dipaparkan oelh Alkitab. Alkitab memakai istilah-istilah yang begitu mudah dimengerti, sebaliknya filsafat memakai istilah-istilah yang begitu sulit dimengerti.

Pada zaman ini, para ahli yang profesional memilih istilah-istilah yang membuat orang tidak mengerti, lalu menganggap diri begitu hebat. Filsuf-filsuf memakai istilah yang begitu sulit sampai Saudara kagum, padahal jika Saudara mempelajari lebih mendalam, Saudara akan tahu bahwa yang namanya filsafat adalah segala macam teori yang akhirnya tidak bisa mendapatkan jalan keluarnya sendiri. Demikian pula para psikolog hanya mengeluarkan berbagai teori, tidak peduli dia Watson, Viktor Franki, atau Sigmund Freud. Mereka hanya bisa menganalisa, memberitahukan penyakit Saudara, tetapi setelah itu tidak bisa memberikan jalan keluar apa pun. Demikian juga semua agama di dunia hanya bisa memberitahukan tentang dosa manusia tetapi tidak bisa menjamin keselamatan manusia.

Jikalau Saudara hanya bisa mengagumi pikiran-pikiran yang hebat dan buku-buku yang terkenal, tetapi tidak mengetahui bahwa di dalam pikiran manusia tidak ada jalan keluar, maka Saudara bukanlah seorang intelektual sejati. Saudara masih berada di dalam jerat kepicikan.

Seorang yang hidup sezaman dengan Yesus Kristus, yang bernama Seneca, menulis satu kalimat: “Kebenaran tidak akan menjadikan engkau kaya, tetapi kebenaran akan membuat engkau merdeka.” (Truth never makes you rich, but truth makes you free). Saya sangat kagum dengan kecermatan dan ketajamannya. Ia berkata bahwa banyak orang yang kaya justru tidak bebas, dan orang yang mengenal kebenaran bisa sungguh-sungguh bebas. Ketika pikiran sesorang sudah dibukakan oleh kebenaran, ia akan mengalami kebebasan, karena semua kemacetan di dalam pikirannya telah dibongkar dan menjadi lancar. Maka di dalam kesulitan pun orang seperti ini dapat bernyanyi, dipenjara pun dapat memuji, di dalam goncangan ombak pun ia akan tetap stabil. Semua ini karena kebenaran itu akan membebaskannya.

Roh Kudus adalah Roh yang membawa kita kepada kebebasan. Dan kebebasan sejati adalah kebebasan dari konsep-konsep, pengertian-pengertian, tradisi, dan konsep theologi yang salah, sehingga kita terbuka kepada kebenaran Tuhan dan kita menikmati kebebasan yang sejati. Kebebasan itu memerlukan suatu ikatan; dan ikatan itu mirip dengan pimpinan Roh Kudus yang negatif. Setelah diikat di dalam kebenaran, barulah ada kebebasan yang dijamin di dalam lingkungan kebenaran itu. Lampu merah di perempatan jalan akan membatasi kebebasan kita, tetapi sekaligus menjamin keamanan kita. Hukum Allah itu adalah hukum yang membebaskan. Roh Kudus dengan Firman Tuhan untuk memimpin anak-anak Allah. Roh Kudus tidak memakai cara yang lain. Ia memimpin dengan kebenaran, dan kebenaran yang dipakai adalah yang tercantum di dalam Alkitab (bdk. Yohanes 17:17).

Roh Kudus memakai kebenaran untuk mengikat kita yang dengan demikian menjamin kebebasan kita. Kebebasan Kristen dikurung oleh sifat ilahi yang menjamin kebebasan itu. Orang-orang bukan Kristen ingin bebas, lalu mereka bebas untuk mabuk-mabukan, bebas untuk menikmati pornografi, bebas untuk berzinah, bebas untuk mengumbar segala nafsu, namun semua itu akhirnya membawa mereka ke dalam berbagai kesengsaraan dan penyakit. Tetapi orang Kristen justru bebas di dalam jaminan kekudusan dan cinta kasih. Hargailah diri Saudara sebagai orang Kristen, karena di dalam Kekristenanlah terdapat pembatas ilahi yang akan menjadi jaminan bagi kebebasan Saudara.

Sebagaimana pernah saya khotbahkan, ada seorang pemuda yang kaya, sambil membawa uang banyak, mencari pelacur yang paling cantik dan bermain seks begitu nikmatnya sepanjang malam di sebuah hotel. Paginya, pelacur itu sudah pergi dan di meja ia meninggalkan secarik kertas dengan tulisan : “Thanks you for your sex, welcome in the world of AIDS.” (Terima kasih untuk seksmu, selamat datang di dunia AIDS). Pada saat pemuda itu merasa bebas, sebenarnya ia sedang menjual kebebasannya, di situlah ia sedang dirugikan dan menuju kesengsaraan. Pada saat ia tidak dicampuri oleh siapa pun (pada waktu tidak ada campur tangan Tuhan) dan merasa sedemikian bebasnya, sesungguhnya ia sedang mendapatkan campur tangan Iblis. Orang yang menolak Tuhan sedang dengan sukarela memasukkan dirinya ke bawah kekuasaan dan jerat Iblis.

Roh Kudus sedang memimpin hidup kita menuju kehidupan yang berkelimpahan. Istilah “hidup berkelimpahan” di sini tidak boleh dimengerti menurut pandangan theologi sukses, seperti yang diajarkan oleh banyak gereja yang tidak bertanggung jawab. Mereka mengatakan, “Hidup Saudara akan sukses, kalau sekarang Saudara mengendarai sepeda motor, minggu depan akan mengendarai mobil; kalau sekarang miskin, besok akan menjadi konglomerat.” Saya tegaskan bahwa hal itu tidak benar. Yang sekarang menjadi konglomerat mungkin besok akan miskin. Saya sering dianggap melawan kesenangan zaman, tetapi jika saya tidak mempersiapkan generasi ini, bagaimana kelak nasib Kekristenan.

Beberapa tahun yang lalu, ketika likuiditas mudah, banyak orang dengan gampang mendapatkan pinjaman dan menjadi kaya secara mendadak. Mereka kira itulah pimpinan Tuhan. Sekarang banyak di antara mereka mengalami kesulitan besar, lebih besar daripada sebelum meminjam di bank. Orang Kristen harus hidup secara stabil, hidup yang diikat oleh batasan-batasan ilahi yang menjamin hidup kita di dalam kebebasan sejati.

3. Roh Kudus Memimpin Kita Masuk ke dalam Kebenaran

Yesus Kristus berkata bahwa Ia akan meminta kepada Bapa agar mengirimkan Roh Kudus untuk memimpin murid-murid masuk ke dalam kebenaran. “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.” (Yohanes 16:12-15; 14:16, 26). Roh Kudus akan mengingatkan semua yang pernah dikatakan Kristus kepada manusia, dan Roh Kudus akan mengajarkannya kepada kita.

Sebagai manusia kita mempunyai unsur kekekalan, dan unsur kekekalan ini memiliki dua sifat dengan dua arah yang merupakan kekuatan yang melawan proses waktu, yang pertama disebut memori, dan yang kedua disebut pengharapan.

Waktu secara tetap bergerak menuju ke depan, ketika kita tidak mau mengikuti arus waktu ini lalu menoleh ke belakang, inilah yang disebut sebagai memori (ingatan/kenangan). Hal ini merupakan mundurnya pikiran melawan arus waktu yang bergerak ke depan. Ketika waktu maju, kita memikirkan yang lain. Di tengah-tengah semua makhluk, kemampuan seperti ini hanya ada pada manusia. Makhluk lain tidak memiliki memori. Memori ini merupakan sesuatu yang mahal. Orang Kristen tidak bermemori murah. Orang Kristen yang memiliki memori, yang bisa menangkap pekerjaan Tuhan di dalam sejarah, di dalam Alkitab, dan di dalam hidupnya sendiri, akan menjadikan orang Kristen itu beridentitas kuat. Semakin kuat memorinya, semakin kuat pula identitasnya. “Manusia yang kehilangan sejarahnya, ia akan kehilangan identitasnya juga,” kata Will Durant. Durant hanya melihat sampai di situ, tetapi saya menambahkan, “Manusia yang kehilangan masa depan, akan kehilangan pengharapannya, dan manusia yang kehilangan masa lalunya, akan kehilangan fungsi dan eksistensinya.” Ketiga hal ini harus dicakup bersama-sama sehingga eksistensi kita sebagai manusia bisa sangat kuat.

[Frasa “waktu secara tetap bergerak maju ke depan,” sebenarnya adalah frasa yang secara taktis kurang tepat. Sebab kita perlu memikirkan, apakah waktu itu statis, dan kita yang berjalan melewati waktu; ataukah kita yang statis, dan waktu yang melewati kita. Namun di sini hal itu tidak dipermasalahkan lebih jauh.]

Orang Kristen perlu mengerti bagaimana caranya membenahi memorinya. Di sinilah peranan Roh Kudus memimpin ke dalam masalah ini. Mungkin sebelumnya Saudara belum pernah memikirkan hal-hal seperti ini. Lalu sekarang Tuhan Yesus berkata bahwa ketika Roh Kudus datang, Ia akan mengingatkan semua hal yang pernah Tuhan Yesus katakan. Hal ini berarti Roh Kudus akan memimpin kepada memori yang beres. Bilamanakah Saudara dicobai oleh Iblis dan tidak jatuh? Hal itu akan terjadi pada saat memori Saudara dikaitkan dengan Firman Tuhan. Pada saat Saudara akan berbuat dosa, tiba-tiba ingat satu ayat Alkitab. Roh Kudus memimpin memori Saudara untuk mengingat firman Tuhan, maka pada saat itu Saudara mendapatkan dinamika hidup untuk melawan arus, untuk melawan pencobaan, dan untuk mengusir setan agar tidak mengganggu terus. Ayat-ayat firman Tuhan bukan dibaca hanya untuk pertandingan di Sekolah Minggu atau untuk berbangga karena bisa menghafal lebih banyak ayat dari orang lain. Orang Kristen membaca firman Tuhan agar ingatannya dipakai untuk menjadi wadah, di mana Roh Kudus yang memimpin hidupnya.

Allah yang menurunkan Alkitab juga adalah Allah yang menciptakan rasio. Maka keduanya pasti bisa berhubungan, supaya kebenaran yang diwahyukan bisa memimpin pikiran yang dicipta. Kalau kedua hal ini sudah berkait, orang tersebut akan memiliki iman yangkuat. Iman yang kuat dan iman yang sejati tidak akan membunuh rasio dan tidak meniadakan fungsi rasio, justru membawa rasio kembali kepada fungsi memori sesuai dengan kebenaran yang kekal. Firman Allah yang kekal merupakan dasar dan prinsip bagi proses berpikir kita. Firman kebenaran Tuhan yang kekal ini merupakan kriteria untuk menghakimi proses pikiran kita. Ingatan, fungsi rasio, proses berpikir kita, harus benar jika dipimpin, dicerahkan, dan dibawah penghakiman firman Tuhan.

Roh Kudus memimpin ingatan. Ketika eksistensi memori itu telah dibereskan, kini manusia menjadi bertanggung jawab untuk menuju hari depan yang penuh pengharapan.

Unsur kedua yang menjadikan kekekalan kita melawan proses waktu adalah kita melompat lebih cepat daripada proses waktu, ini disebut pengharapan. Memori yang bergerak kebelakang dan pengharapan yang bergerak ke depan adalah dua kesanggupan otak manusia untuk melawan proses waktu yang alamiah. Tidak ada binatang yang memiliki kemampuan ini. Tidak ada kucing yang duduk termenung sambil merenungkan pengharapan akan masa depan kehidupannya. Inilah keadaan transenden terhadap proses sejarah. Roh Kudus memimpin kita masuk ke dalam kebenaran. Roh dan kebenaran adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan karena Roh Allah adalah Roh Kebenaran. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa Roh Kudus adalah kebenaran (1 Yohanes 5:6). Ayat ini merupakan patokan yang penting.

Barangsiapa yang berkata dipenuhi Roh Kudus tetapi tidak kembali kepada kebenaran, jangan Saudara percaya kepadanya. Sebaliknya, barangsiapa yang menyelidiki Kitab Suci tetapi tidak percaya kepada Roh Kudus, jangan percaya kepada mereka. Roh Kudus dan Kitab Suci tidak boleh dipisahkan. Mengajarkan Alkitab tanpa Roh Kudus hanyalah mengajarkan suatu teori. Orang yang banyak berkata tentang Roh Kudus tetapi tidak kembali kepada kebenaran firman Allah hanyalah mengajarkan pengalaman pribadi yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan. Kedua hal ini tidak akan memperkuat dan menumbuhkan iman kita. Iman kita baru bertumbuh dengan sungguh-sungguh ketika Roh Kebenaran memimpin kita masuk ke dalam kebenaran.

Maka kita telah mempelajari tiga tahap, yaitu: (1) Roh Kudus mewahyukan kebenaran; (2) Roh Kudus mengingatkan kebenaran ke dalam memori manusia; (3) Roh Kudus memimpin manusia masuk ke dalam kebenaran. Dengan demikian, Roh itu menjadi Pelayan kebenaran di mana Dia sendiri adalah Sang Kebenaran.

Seorang Irlandia yang bernama Robert Evans (1905) dipakai Tuhan untuk membangun gereja di Irlandia secara luar biasa. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Conflicts among the Saints. Di dalam bukunya ia menulis satu kalimat, “Kalau ada orang yang mengatakan bahwa Roh Kudus memimpin engkau kepada seluruh kebenaran, lalu ayat ini dimengerti secara harfiah, maka itu akan membangkitkan dampak yang buruk sekali dan menjadikan orang sombong sekali karena ia merasa memiliki Roh Kudus sehingga tanpa perlu belajar, tanpa perlu sekolah. Roh Kudus akan memimpinnya ke dalam seluruh kebenaran.”

Sekitar 25 tahun yang lalu di sebuah sekolah theologi, ada seorang dosen dari Jerman yang membakar semua buku dalam perpustakaannya. Ia bertekad sejak saat itu seluruh sekolah akan taat pada pimpinan Roh Kudus, dan tidak perlu membaca buku lagi. Akhirnya ia menyadari tindakan itu salah, lalu minta sumbangan untuk membeli buku-buku lagi. Ada satu rektor sekolah theologi yang mengundang saya untuk berkhotbah di sekolahnya. Ia mengatakan bahwa ada cukup banyak murid yang dilatih di sana. Ketika saya bertanya tentang dosennya, ia berkata bahwa dosennya tidak perlu sekolah karena sudah memiliki Roh Kudus, dan bisa mengajar karena Roh Kudus memimpin kepada kebenaran. Saya katakan kepada dia, kalau begitu murid-murid juga tidak perlu dilatih di situ karena Roh Kudus juga bisa mengajar mereka. Ini standar ganda. Murid harus dilatih oleh dosen dan belajar baik-baik, padahal gurunya tidak merasa perlu belajar. Begitu banyak orang yang tidak mau belajar, tidak mau menelusuri bagaimana Roh Kudus memimpin gereja di sepanjang sejarah. Mereka hanya mau langsung mendidik orang lain. Memang Roh Kudus memimpin kita kepada kebenaran, tetapi Roh Kudus juga mau memimpin kita mengerti bagaimana Ia memimpin zaman dan orang lain.

Semangat warisan tidak akan menjamin semua yang diwariskan pasti benar; tidak semua tafsiran yang pernah muncul di dalam sejarah pasti benar. Tetapi jika di antara itu ada pimpinan Tuhan yang sesuai dengan Alkitab, kita tidak boleh meremehkannya. Roh Kudus dan kebenaran tidak boleh dipisahkan. Roh Kudus dan semua pengalaman-pengalaman tentang Roh Kudus yang digembar-gemborkan di dalam khotbah harus ditelusuri asal usulnya, apakah sesuai dengan Alkitab atau tidak, karena Kitab Suci ini adalah kitab kebenaran yang diwahyukan oleh Roh Kudus, dan Kitab Suci adalah kitab kebenaran yang dipakai Roh Kudus untuk mencerahkan hati kita. Kitab Suci adalah kitab yang dipakai oleh Tuhan untuk memberikan kekuatan kepada memori kita dan memimpin kitra masuk ke dalam seluruh kebenaran itu.

4. Roh Kudus Memimpin Kita Masuk ke dalam Kemuliaan

2 Korintus 3:18 memberikan kepada kita gambaran bahwa orang Kristen dipertumbuhkan “dari kemuliaan kepada kemuliaan.” (LAI : “dalam kemuliaan yang semakin besar” ). Roh Kudus mengubah kita sehingga semakin hari kita semakin memancarkan kemuliaan Tuhan. Pimpinan Tuhan menghendaki kita menjadi orang yang mulia. Baik di dalam pikiran, di dalam hati dan perkataan kita. Jika ada unsur-unsur yang memalukan, berusahalah minta kekuatan kepada Tuhan untuk menyingkirkannya dan bersihkan sehingga tidak ada hal-hal yang menutupi cahaya dari Tuhan dan memancarkan kemuliaan yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Kalau orang Kristen tidak menjadi pemancar kemuliaan Allah, ia akan menjadi penghambat kemuliaan Tuhan.

Jangan sembarangan memberitakan Injil, karena kalau kita memberitakan Injil secara sembrono, sehingga menyebabkan orang lain sembarangan dan menolak Injil, maka kita sedang membiasakan orang lain untuk menolak Injil. Dalam hal ini, sambil kita menginjil, sambil berdosa. Kita harus berusaha agar ketika seseorang belum mengambil keputusan menerima Tuhan saat kita memberitakan Injil, kita bisa menanamkan kemuliaan Tuhan di dalam diri orang itu sehingga ia mulai memikirkan Injil. Kalau kita gagal menjadi pemancar kemuliaan Tuhan, pasti kita akan menjadi penghambat kemuliaan Tuhan. Kalau kita tidak menjadi bau-bauan yang menghidupkan, maka kita akan menjadi bau-bauan yang mematikan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar kita jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain sehingga orang tidak datang kepada Tuhan, karena kita telah menghalanginya. Memancarkan kemuliaan membutuhkan pembersihan secara terus-menerus. Kita harus membersihkan diri terus agar kemuliaan Tuhan bisa terpancar melalui diri kita kepada masyarakat.

Suatu kali, seorang anak kecil berada di atas sebuah kapal. Ia pergi ke negara lain bersama seluruh keluarganya. Di kapal itu ia melihat dan memperhatikan orang di depannya, lalu lari menemui orangtuanya dan berkata, “Yesus sekapal dengan kita.” Dia mengajak ayah ibunya menemui seorang yang berjanggut dan rambutnya sudah putih yang berada di tepi kapal sedang memandang ke sebuah pulau. Ia adalah seorang misionaris yang sudah lama berdoa untuk memberitakan Injil di pulau itu, dan sekarang ia beroleh kesempatan untuk pergi ke pulau itu untuk memberitakan Injil di sana. Anak itu mengira dia adalah Yesus. Lebih baik orang mengira Saudara adalah Yesus daripada mengira Saudara adalah Iblis. Bagaimanakah kehadiran Saudara di masyarakat, di sekolah, di pasar, di kantor, dan di tempat umum? Apakah kehadiran Saudara memancarkan kemuliaan Tuhan atau justru mempermalukan Tuhan. Biarlah orang melihat Yesus melalui Saudara dan saya. Biarlah hidup kita memancarkan kemuliaan Allah. Roh Kudus memimpin kita masuk ke dalam kemuliaan Allah.

Peta dan teladan Allah di dalam theologi Reformed lebih dilihat sebagai identitas. Bagi saya, peta lebih menunjukkanh kepada potensi esensial hidup kita yang mirip Tuhan, sedangkan teladan lebih menunjuk kepada tujuan yang harus kita capai untuk meneladani Yesus Kristus. Kita dicipta oleh Tuhan menurut peta dan teladan-Nya. Berarti kita telah memiliki potensi itu, tetapi kita juga harus menuju kepada konklusi di mana kita akan menjadi seperti Kristus melalui teladan itu.

Amin.

SUMBER :
Nama buku : Dinamika Hidup Dalam Pimpinan Roh Kudus
Sub Judul : Bab 6 : Esensi Dan Aspek Pimpinan Roh Kudus (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 90 – 107