BAB 6 :
ESENSI DAN ASPEK PIMPINAN ROH KUDUS (1)
Bagaimana jika Roh Kudus memimpin Saudara masuk ke dalam suatu situasi atau suasana yang sama sekali berbeda dengan keinginan Saudara? Akankah Saudara tetap taat pada pimpinan-Nya atau tidak? Inilah waktu pengujian bagi Saudara. Apakah Saudara masih tetap mencintai Tuhan dan tetap taat pada pimpinan-Nya?
Di dalam sebuah pertemuan eksekutif di Delaware, saya meminta para eksekutif untuk memberikan kesaksian tentang pimpinan Tuhan atas hidup mereka. Satu per satu mereka bersaksi, ada yang mengatakan pimpinan Tuhan membuat mereka mendapatkan pekerjaan baru, mendapatkan kenaikan gaji, menemukan istri, mendapat pendapatan ekstra yang besar, dan lain-lain. Saya katakan kepada mereka bahwa saya tidak puas terhadap kesaksian mereka karena semua kesaksian itu masih dikurung dengan sikap yang egosentris. Dari konsep itu saya tahu tingkat kerohanian mereka; mereka belum bersedia untuk menerima kesengsaraan dari Tuhan. Mungkin Saudara sudah cukup lama menjadi orang Kristen namun Saudara belum pernah mempersiapkan mental Saudara untuk mau dipimpin Roh Kudus masuk ke dalam situasi-situasi yang sulit. Tetapi kerajaan Allah, kematangan rohani, kemahiran gereja, dan kuasa kesaksian selalu datang kepada mereka yang pernah mengalami pimpinan yang sulit dari Tuhan dalam hidup mereka.
Gereja tidak bisa bertumbuh bukan karena pendetanya tidak bergelar doktor dari Amerika. Sekarang seperti satu tren, bahwa pendeta yang sudah melayani beberapa tahun harus pergi keluar negeri untuk penyegaran kembali. Tetapi saya tidak melihat banyak pendeta yang kembali dari luar negeri kuasanya lebih besar daripada sebelum ia pergi. Saya bukan tidak setuju orang studi keluar negeri, tetapi saya selalu mau mengetahui apa motivasi mereka studi keluar negeri, studi di mana, di bawah naungan siapa. Kalau tidak jelas, lebih baik tidak usah pergi. Justru melalui pimpinan Tuhan yang negatif, orang akan dipersiapkan untuk menerima gemblengan, penganiayaan, pengujian yang mematangkannya sehingga ia boleh dipakai Tuhan dengan lebih baik.
Seorang uskup berkata kepada saya, “Beberapa tahun saya bekerja di Sinode ini dan dibawah saya ada beberapa pendeta-pendeta muda yang mau pergi ke Amerika Serikat atau Inggris dengan alasan pimpinan Tuhan.” Lalu ia bertanya-tanya, mengapa selama beberapa puluh tahun ini tidak ada yang mengatakan, “Tuhan memimpin saya ke Afrika atau ke Nepal, atau Kashmir?” Jadi di Asia ini masih tertanam suatu mental, jika kita lebih kaya, lebih maju, lebih banyak keuntungan, itulah pimpinan Tuhan. Hal itu tidak benar.
Terkadang Tuhan memimpin Saudara untuk sementara waktu meng-alami kesengsaraan, kemiskinan, dan kesulitan. Pada saat seperti itu, Saudara sedang dipersiapkan dan dimatangkan oleh Tuhan untuk menjadikan Saudara laskar Kristus yang tidak mudah diombang-ambingkan orang lain.
Saya ingin mengambil tiga contoh di dalam Alkitab tentang pimpinan Tuhan yang negatif.
1. Roh Kudus Memimpin Masuk ke dalam Pencobaan
Mungkinkah Tuhan memimpin Saudara bertemu dengan Iblis, lalu membiarkan Saudara di sana dengan Iblis? Lalu Tuhan mengizinkan Iblis berada di situ sebagai penggoda untuk mencobai Saudara agar berbuat dosa? Seringkali sebagai orang Kristen kita sulit memikirkan hal-hal seperti itu. Seolah-olah tidak mungkin Tuhan memimpin kita bertemu dengan Iblis. Mana mungkin anak Tuhan dibiarkan bertemu Iblis lalu dibiarkan digoda di sana? Di dalam Matius 4:1, Tuhan Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun untuk dicobai di sana. Roh Kudus tidak memimpin Tuhan Yesus ke SOGO (salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta) untuk belanja, tetapi dibawa oleh Roh ke padang gurun, tempat yang sunyi, yang tersendiri, tanpa hiburan, tanpa fasilitas. Di tempat yang begitu sulit, Tuhan Yesus dipimpin ke sana untuk dicobai oleh Iblis.
Mungkin banyak Saudara yang tidak bisa menerima konsep Roh Kudus memimpin seseorang untuk dicobai oleh Iblis. Ini adalah pembentukan konsep yang salah yang sudah terjadi di Indonesia selama empat puluh sampai lima puluh tahun yang lalu, yaitu: kalau mendapat berkat, itulah pimpinan Tuhan; kalau terkena kecelakaan, itu kutuk Tuhan; kalau lancar, itulah berkat Tuhan; kalau sakit, itulah kutuk Tuhan. Sakit pasti dari Setan, karena tidak mungkin Allah membiarkan anak-Nya sakit. Kalau anaknya begitu sehat, gemuk seperti babi, pasti itulah berkat Tuhan. Konsep-konsep ini sudah tercemar sehingga sangat berbeda dari Alkitab.
Kini saya mengajak Saudara memperhatikan ayat-ayat yang mungkin sudah sedemikian lama Saudara abaikan begitu saja.
Tuhan Yesus dipimpin oleh Roh Kudus selama empat puluh hari berpuasa di padang gurun, di mana keadaannya begitu sulit. Dan setelah itu, Ia mulai digoda oleh Iblis. Kita mungkin bisa tidak percaya bahwa Allah memimpin Yesus memasuki keadaan seperti itu. Bukankah Tuhan Yesus sendiri yang mengajar kita berdoa, “Jangan membawa kami ke dalam pencobaan; lepaskanlah kami daripada yang jahat.” Setelah selesai berdoa, Roh Kudus berkata, “Ya, tetapi sekarang kamu akan dipimpin kepada pencobaan bertemu dengan yang jahat.” Memang berada di dalam lingkungan seperti itu bukan berarti harus menerima pencobaan di situ.
Berada di dalam keadaan yang sulit bukan berarti kita menderita karena kegagalan. Berada di tengah kemiskinan, bukan berarti kita juga harus mewarisi mental orang miskin yang meminta-minta. Waktu Saudara miskin, nyatakan bahwa Saudara adalah anak Raja; dan sewaktu Saudara susah, tetaplah bersukacita; pada saat Saudara tersendiri, nyatakan bahwa Roh Kudus itu Parakletos yang mendampingi Saudara; pada waktu Saudara tertindas, nyatakan bahwa Saudara memiliki jiwa yang agung. Biarlah karakter kita boleh digarap oleh Tuhan sampai kita bisa mempunyai karakter yang mulia, karakter yang mengalahkan segala pencobaan, kesulitan padang belantara seperti itu.
Pada saat saya berada di tingkat satu sekolah theologi, ada seorang rekan yang sering dianggap kurang berbakat. Ketika ia berkhotbah, ia membuat banyak orang mengantuk. Tetapi justru dari dialah saya mendapatkan pelajaran berharga dari dua kalimat yang tidak bisa saya lupakan: “Watak yang buruk bagaikan telur yang bagus, tetapi sekali dilemparkan langsung hancur. Watak yang baik bagaikan bola karet yang jelek, tetapi sekali dilemparkan memantul semakin tinggi.”
Ketika Tuhan membawa Saudara ke tempat-tempat yang sulit, Saudara marah-marah, mau mati. Maka marah pun jelek, mati pun jelek. Ataukah ketika Tuhan membawa Saudara ke tempat sedemikian, Saudara terus bangun, melatih diri, memantul semakin tinggi dan makin sukses, makin maju dan makin tahan uji. Mungkin sekali Tuhan akan memimpin Saudara ke padang belantara. Mungkin sekali Tuhan membiarkan Saudara bertemu dengan Iblis dan mengizinkannya mencobai Saudara.
2. Roh Kudus Memimpin ke Tempat yang Kurang Baik
Mungkinkah seseorang yang sudah sukses di suatu tempat kemudian dipimpin oleh Roh Kudus untuk pindah ke tempat yang sulit dan harus memulai segala sesuatu dari permulaan lagi? Mungkin. Di dalam Kisah Para Rasul 8 kita melihat bagaimana Tuhan memerintahkan Filipus untuk pergi ke tempat yang sunyi (Kisah Para Rasul 8:26). Sebelumnya Filipus melayani di tempat yang ramai di Yerusalem, dan sukses sekali, sampai dijuluki sebagai Penginjil Besar (the Great Evangelist). Tetapi sekarang Tuhan berkata, “Pergilah ke Selatan.” Filipus tidak tawar-menawar dengan berkata, “Kalau saya pergi ke Selatan, siapa yang akan menggembalakan di sini, lebih baik saya menunggu sampai ada pengganti terlebih dahulu.” Ketika Filipus rela untuk pergi, Tuhan memberi tahu dia bahwa jalan itu adalah jalan yang sunyi dan panas. Mengapa pimpinan Tuhan seperti ini? Bukankah Filipus adalah seorang pengkhotbah besar, kalau tidak ada yang mendengarkan khotbahnya. Bukankah itu sayang sekali? Mengapa ia harus menunggu orang lewat di jalan yang sedemikian sepi?
Saya melihat kasus ini sebagai pimpinan negatif Roh Kudus yang sering tidak dipikirkan orang. Justru ketika saya mengkhotbahkan bagian ini, Detmar Scheunemann, dosen senior Institut Injili Indonesia di Batu, Malang, mengambil keputusan untuk meninggalkan kota Batu dan kembali ke Jerman. Ia harus meninggalkan semua kesuksesannya di Indonesia dan memulai lagi sesuatu yang baru, memulai misi penginjilan di negeri asalnya yang begitu sulit di tengah-tengah orang-orang liberal. Inilah juga pergumulan saya ketika pada usia saya yang mulai menua, saya harus meninggalkan kota Malang dan memulai sesuatu yang baru, yaitu memulai Gerekan Reformed Injili Indonesia. Bagaimana saya bisa menghidupi keluarga saya? Terkadang saya tidak tahu bagaimana harus memulainya. Pada saat pimpinan Tuhan jelas, saya harus pergi ke Jakarta. Saya sama sekali tidak pernah menyesal meninggalkan posisi saya waktu itu sebagai Ketua Yayasan SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara).
Pimpinan Tuhan tidak pernah sekaligus. Ia membuka selangkah demi selangkah. Saya sering tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Apakah akan sukses atau akan gagal? Yang penting adalah saya mau selalu taat dengan sungguh-sungguh. Setelah taat, maka saya akan serahkan semuanya kepada Tuhan. Saya tidak mempunyai waktu untuk iri hati atau menghina orang lain. Saya mau terus hidup dinamis melihat pimpinan Roh Kudus atas hidup saya.
Filipus yang sudah sukses berkhotbah dan menginjili di Yerusalem, kini ditempatkan di sebuah jalan sepi ke arah Gaza untuk memberitakan Injil kepada seseorang yang sedang dalam perjalanan dengan kereta kembali ke Ethiopia. Setelah hati orang itu terbuka menerima Kristus, lalu dibaptis, maka orang itu pergi melanjutkan perjalanannya (Kisah Para Rasul 8:38). Filipus pergi ke situ hanya untuk satu orang itu. Apakah ini suatu pemborosan? Bukankah pimpinan demikian kurang baik? Seorang yang memiliki talenta besar seperti Filipus harus menginjili hanya satu orang saja? Tidak! Justru dari bibit satu orang itu, di seluruh Afrika boleh ada satu negara Kristen, yaitu Ethiopia.
Pada zaman ini perkembangan gereja seringkali di salah mengerti, hanya dikaitkan dengan masalah kuantitas saja. Tetapi dalam kasus ini kita melihat prinsip kualitas lebih penting daripada kuantitas. Saya tidak ingin menghibur orang dengan selalu menganggap yang kuantitas kecil pasti kualitas besar, tetapi mengukur kesuksesan hanya dari sudut kuantitas adalah cara menilai perkembangan yang salah.
Sejak dari Fuller Theological Seminary sampai ke ujung bumi, pertumbuhan gereja hanya dilihat dari jumlah anggota saja. Namun di dalam Alkitab pertumbuhan jumlah adalah pertumbuhan yang paling tidak penting. Jaga dan tumbuhkan kualitas terlebih dahulu, maka kuantitas akan mengikuti. Ny. Edith Schaeffer (istri dari Francis Schaeffer) pernah berkata kepada saya: “Amerika Serikat setiap tahun memproduksi beribu-ribu Ph.D. (Doktor Filsafat), tetapi hampir tidak ada yang mau menjadi pahlawan yang berkorban bagi Kristus. Di manakah di dalam kerajaan Allah kita melihat pahlawan-pahlawan yang rela mati untuk Tuhan?” Kita terlalu banyak memikirkan tentang hak saya, apa yang seharusnya saya peroleh, tetapi tidak banyak memikirkan bagaimana membanting tulang, kalau perlu sampai hancur demi membalas cinta kasihTuhan. Kekristenan didirikan oleh orang-orang yang berjiwa besar, bukan hanya berotak besar. Pimpinan Tuhan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita pikirkan.
3. Roh Kudus Menutup Pintu Pemberitaan Injil
Pimpinan ketiga ini lebih mengherankan. Sama sekali tidak sesuai dengan pikiran manusia biasa. Di dalam bagian ini jelas sekali terlihat bahwa Paulus dan kawan-kawannya dilarang memberitakan Injil ke Asia (Kisah Para Rasul 16:6). Mengapa demikian? Mengapa Roh Kudus melarang anak Tuhan mengabarkan Injil? Selama ini Paulus dengan giat memberitakan Injil dan begitu banyak orang yang menerima Kristus, bertobat dan menjadi anak-anak Tuhan. Namun, ketika mereka akan melanjutkan pemberitaan Injil ke Asia, Roh Kudus melarang mereka. Seringkali kita tidak bisa mengerti mengapa Roh Kudus melarang seseorang memberitakan Injil.
Hendaknya dalam hal ini kita berhenti berspekulasi dengan pikiran kita sendiri. Aneh sekali, ketika Paulus dan kawan-kawannya dilarang memberitakan Injil di Asia, mereka tidak ribut mempertanyakan alasannya. Mereka sungguh-sungguh taat. Ketaatan sangat perlu untuk menjadikan seseorang mahir dalam kehidupan rohaninya. Martin Luther pernah berkata, “Tidak ada pertanyaan ‘mengapa’ di dalam hati orang percaya.” Anak Tuhan tidak perlu terus-menerus bertanya “mengapa” kepada Tuhan, karena mereka tahu apa yang Tuhan perintahkan pasti selalu benar. Mereka tidak perlu menuntut alasan Tuhan atas apa yang Ia perintahkan untuk kita kerjakan.
Mengapa Paulus dilarang memberitakan Injil ke daerah-daerah itu? Paulus dilarang karena daerah-daerah di mana Paulus ingin masuki adalah daerah-daerah yang disediakan oleh Roh Kudus untuk Petrus (bdk. 1 Petrus 1:1). Kalau ada orang yang tidak suka dan melawan Saudara, janganlah marah, karena disitu ada pimpinan negatif di mana Tuhan sedang mempersiapkan Saudara untuk melayani di tempat yang lain. Jangan jengkel kepada orang-orang itu karena mereka hanya dipakai oleh Tuhan. Kalau tidak ada orang yang jengkel sehingga Saudara tidak pergi, maka pasti ada tempat lain yang tidak tergarap.
Semua ini baik. Ada orang benci pada Saudara itu baik. Tetapi Saudara benci orang lain, itu tidak baik. Orang yang kerohaniannya belum bertumbuh hanya bisa memfitnah, mengejek, menganiaya orang lain. Itu adalah kebebasan mereka sesuai dengan kerohanian mereka. Tetapi Saudara yang dipimpin Roh Kudus jangan menjadi gelisah dan ribut atau tawar hati karena ada orang yang memperlakukan Saudara tidak baik, karena Saudara harus ingat bahwa Saudara hidup di bawah pimpinan Roh Kudus.
Dalam Seminar yang lalu saya pernah menegaskan kepada orang-orang Kristen untuk tidak sembarangan memakai istilah “di dalam Roh”. Gereja-gereja dan pemimpin-pemimpin yang tidak bertanggung jawab seringkali memakai istilah “berdoa di dalam Roh” sebagai glossolalia. Kalau demikian, bagaimana dengan “berjalan di dalam Roh” dan “berbakti di dalam Roh”? Berjalan di dalam Roh berarti seluruh pelayanan Saudara dipimpin oleh Roh Kudus, Jangan sembarangan mengartikan ayat Alkitab. Marilah kita mengerti Alkitab secara utuh. Berdoa di dalam Roh berarti berdoa dengan pimpinan Roh Kudus yang dengan keluh kesah yang tidak terkatakan menolong kita berdoa sehingga mengoreksi dan menormalkan doa kita yang tidak benar agar doa kita bisa diterima oleh Tuhan. Demikian juga dengan berbakti di dalam Roh. Barangsiapa hidup oleh Roh Kudus, hendaklah ia juga dipimpin oleh Roh Kudus (Galatia 5:25).
Pada waktu Tuhan memberikan pimpinan negatif kepada Saudara, mungkin sekali Saudara tidak mengerti dan sulit menerimanya. Saudara mungkin tidak tahu harus bagaimana. Tetapi saya menganjurkan kepada Saudara untuk taat. Jikalau Saudara tidak taat, maka pimpinan positif tidak akan menyusul. Begitu banyak orang Kristen gagal karena saat pimpinan Roh Kudus yang negatif tiba kepadanya, ia menantang, menolak, mau berdebat dengan Tuhan, dan ia mau menang sendiri. Pada saat seperti itu, Tuhan akan membiarkan dia. Seumur hidup ia akan berhenti di situ dan kerohaniannya tidak akan maju lagi. Kita harus bersyukur kepada Tuhan karena untuk memimpin kita masuk ke dalam hari depan yang positif, Tuhan terkadang memimpin kita dengan cara yang negatif terlebih dahulu.
Roh Kudus memimpin manusia bukan menurut pikiran dan kehendak manusia. Ia memimpin kita menurut kehendak Allah. Oleh karena itu, seringkali kita merasakannya sebagai pimpinan yang aneh. Biasanya muncullah dua macam respons, yaitu: (1) orang Kristen mengikuti kehendak daging; dan (2) orang Kristen mengikuti kemauan Roh Kudus. Orang yang dipimpin oleh Roh Kudus akan menuju kepada hidup yang sejahtera, tetapi mereka yang dipimpin oleh kedagingan akan menuju kepada kebinasaan.
Jikalau Roh yang sudah membangkitkan Kristus dari kematian berada di dalam diri Saudara, maka Roh itu akan memberikan kepada Saudara kuasa kebangkitan, dan Saudara akan mengalami hidup yang baru, hidup yang dinamis. Tetapi pada waktu pimpinan Roh Kudus tidak sesuai dengan keinginan Saudara, Saudara merasakan sesuatu yang aneh. Inilah pimpinan Tuhan yang negatif. Jikalau kita tidak berpegang teguh pada pimpinan Tuhan sedemikian, maka kita akan mulai menggerutu, mengomel, dan tidak menerima pimpinan Roh Kudus. Banyak orang Kristen sulit bertumbuh karena dibelenggu oleh begitu banyak konsep-konsep dunia, sehingga tidak bisa kembali kepada pengertian Alkitab yang sesungguhnya.
Pada zaman ini, pengajaran Alkitab begitu banyak diselewengkan. Jika kita membicarakan tentang pelepasan, kepenuhan, maka kata-kata itu begitu sering diselewengkan oleh pendeta-pendeta yang tidak bertanggung jawab. Suatu kali seorang janda datang kepada saya membawa ringkasan khotbah dari seorang pendeta. Ia dengan menangis menanyakan isi khotbah itu kepada saya. Di dalamnya tercantum, “Orang yang bisa menjadi janda adalah karena dia menyimpan dosa tertentu yang tersembunyi. Orang lain memang tidak mengetahuinya, tetapi karena Allah Mahatahu, maka ia akan menghukum orang itu dengan menjadikannya janda supaya ia bertobat.”
Apakah itu ajaran Alkitab? Tidak! Alkitab justru menjelaskan bahwa Ayub yang menderita sedemikian hebat, adalah seorang yang saleh, yang cinta Tuhan, yang benar dan disebut sempurna di hadapan Tuhan. Pada saat ketiga kawannya datang, dan menegur dia, berdiskusi tentang dosa dan penderitaan di hadapannya, pertama-tama mereka bersikap pura-pura sopan dan hormat kepada dia. Ini yang disebut sebagai cultural confort (penghiburan kultural). Tujuh hari tidak berkata apa-apa, mereka mendampingi Ayub. Ini suatu pendidikan kultural yang hebat dan telah terbentuk dalam diri mereka. Sesudah lewat tujuh hari, tidak ada kekuatan lagi untuk tetap bersabar, maka mereka mulai mengkritik dan menuduh bahwa Ayub telah berdosa. Mereka berasumsi bahwa tidak mungkin Ayub mendapatkan malapetaka yang sedemikian besar jika Ayub tidak berdosa. Ayub berkata dengan sunggguh-sungguh bahwa ia memang tidak berdosa. Ayub yang hidupnya begitu kudus dan begitu baik, akhirnya malah ditimpa kesulitan yang sedemikian besar. Bagaimana sikap Ayub? Ia sama sekali tidak mencela Tuhan. Ia sangat mengetahui bahwa setelah ia melewati semua ujian itu, ia akan menjadi seperti emas murni. Pimpinan Tuhan mungkin sekali membawanya ke padang belantara.
Di Asia masih banyak sekali orang yang tergila-gila pada sistem pendidikan theologi Barat. Tetapi saya tegaskan bahwa pendidikan theologi di Barat sudah terbukti tidak banyak menghasilkan tokoh-tokoh yang menumbuhkan gereja dengan sehat dan penuh kuasa. Di Indonesia masih begitu banyak orang yang tergila-gila pada gelar yang tinggi, tetapi saya tegaskan kepada Saudara bahwa banyak orang yang bergelar Doktor meminta saya untuk mencarikan pekerjaan buat mereka di Asia, tetapi saya tolak karena kerohaniannya tidak beres.
Roh Kudus memimpin dengan cara yang berbeda dari apa yang kita pikir. Pada saat Saudara sedang unggul atau di dalam kesuksesan, mungkin sekali Tuhan akan membawa Saudara ke tempat yang sunyi, sepi, dan tersendiri. Di saat seperti itu, masihkah Saudara mampu berkata, “Puji Tuhan”?
Beberapa waktu lalu, setelah kebaktian di berbagai tempat di Amerika dan Kanada, minggu berikutnya saya harus berkhotbah di daerah pedalaman Serawak. Saya langsung sadar bahwa pendengaran saya sangat berbeda dari para mahasiswa dan orang-orang di Amerika dan Kanada. Seluruh suku itu ada sekitar 6.000 orang, dan di seluruh suku itu cuma ada dua buah buku, yaitu Alkitab dan buku nyanyian. Tidak ada buku lain di situ. Yang membantu menerjemahkan adalah seorang misionaris yang sudah berada di situ selama 36 tahun. Ia terus mempelajari bahasa suku itu, lalu dengan susah payah menyusunnya menjadi semacam kamus kecil. Dan setelah itu ia mencoba menerjemahkan Perjanjian Baru kedalam bahasa mereka. Ia merancang hurufnya bagi mereka. Pada saat saya akan berkhotbah saya diberi tahu bahwa mereka hanya mengetahui ayam, kucing, anjing, dan babi. Padahal mereka mau satu kali khotbah tiga jam, dan satu hari tiga kali kebaktian. Ini merupakan masa yang sulit bagi saya. Dari 28 hari pelayanan, hanya dua hari mandi di kamar mandi, sisanya mandi di sungai.
Pada suatu pagi dihutan, saya mulai sadar bahwa setiap jiwa sama berharga di mata Tuhan, baik di Toronto atau pun di pedalaman Serawak. Lalu saya meminta kepada Tuhan mengajar saya untuk taat pada pimpinan-Nya, karena pimpinan-Nya tidak mungkin salah. Maka tergubahlah lagu “Ke mana Saja.”
Syair lagu ini: Ke mana saja, ku telah sedia / Pimpinan Tuhan tak pernah bersalah / Tolong ku taat memikul salib-Mu / Tuhan pimpinan-Mu sempurna / Dalam kota besar atau dalam rimba / Jiwa sama berharga di mata Hu / Kemana saja ku telah sedia / Ku mau cinta yang dicinta Hu. (Serawak, 1977).
Pada saat saya akan berkhotbah, ada satu suku yang baru datang. Mereka telah enam hari berjalan kaki dari desa mereka untuk bisa tiba di tempat kebaktian itu. Ketika saya merasa sudah berkorban untuk datang ke pedalaman seperti itu, saya mulai sadar bahwa mereka berkorban jauh lebih besar daripada saya demi bisa mendengarkan khotbah. Saya rasa mereka lebih cinta Tuhan daripada saya. Saya minta Tuhan mengampuni saya. Pada saat saya merasa sudah mencintai Tuhan, itulah tandanya saya sudah kurang rohani. Saya hanya layak melayani Tuhan dan saya sadar bahwa Tuhan begitu mencintai saya dan saya tidak memiliki apa-apa yang patut dibanggakan.
Melintasi rimba, melintasi padang belantara, tetapi siapakah yang dapat memimpin kita sampai ke sorga? Hanya Roh Kudus. Filipus tidak bersungut-sungut karena ia tahu bahwa segala pelayanannya tidak boleh dinilai oleh fenomena. Ia tidak bisa dibeli oleh uang dan ia tidak bisa digoyahkan oleh pujian atau dirusak oleh fitnah orang lain.