Yesus Kristus mati dan dikuburkan. Kristus yang muncul dalam sejarah merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Iman Kristen didirikan berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi di dalam waktu dan tempat, karena Allah menciptakan waktu dan tempat sebagai wadah untuk segala yang bersifat materi. Oleh karena itu, manusia ditempatkan di dalam waktu dan tempat. Berbeda dengan dunia roh, seperti malaikat, setan, dan semua yang sudah meninggal, mereka tidak lagi memiliki waktu dan tempat. Dari dunia waktu dan tempat, mereka telah terlepas dan masuk ke dunia roh yang tidak tampak dan non-material. Karena Allah mengasihi dan mau menebus kita yang ada di dalam dunia yang dibatasi dalam waktu dan tempat, Yesus dari dunia sana datang ke dunia sini.

Ia masuk ke dunia sini untuk membuktikan bahwa Ia sangat peduli dan memperhatikan hidup kita di dunia ini. Sang Pencipta sendiri turun ke dunia ciptaan; Sang Khalik langit dan bumi sendiri turun ke dunia dan lahir di palungan, lalu mati di atas salib, di masa Maria hidup dan Pilatus berkuasa. Dalam kurun waktu dan tempat, Kristus lahir, berinkarnasi masuk ke dalam dunia, Roh menjadi daging, Allah berbalut tubuh yang berdarah dan berdaging.

Pencipta masuk ke kurun ciptaan. Ini adalah fakta Allah peduli kepada manusia. Tuhan hadir di antara umat manusia, mengintervensi sejarah, dibuktikan karena inkarnasi sungguh terjadi. Jika tidak ada inkarnasi, Allah Sang Pencipta tidak mempunyai relasi dengan manusia ciptaan-Nya. Jika tidak ada inkarnasi, manusia mustahil menembus keterbatasan alam semesta menuju dunia yang tidak tampak dan tidak terbatas, “dunia” Sang Pencipta.

Kelahiran dan kematian Yesus adalah fakta yang mengaitkan dunia yang hidup dan yang mati. Ini mengandung beberapa butir yang penting, yaitu: 1) Titik Penciptaan menjadi permulaan, 2) Titik Inkarnasi menjadi pertemuan, 3) Titik Kebangkitan menjadi transformasi, dan 4) Titik Akhir sebagai eskaton atau akhir segala sesuatu. Jika Yesus tidak dilahirkan di dunia, tidak ada seorang pun yang tahu siapa Allah. Manusia hanya dapat mengenal Allah melalui spekulasi dan imajinasi, yang akhirnya hanya menjadi sebuah agama antroposentris. Inkarnasi Tuhan Yesus menjadi jaminan bahwa Tuhan peduli akan dunia ini, Ia memperhatikan manusia dan mau memberkati kita dari sorga. Yesus dipaku di atas salib, berarti Ia mengalami semua kesulitan yang pernah dialami manusia, sampai titik tertinggi, sehingga Ia pun harus mati. Jika Yesus tidak lahir, tidak ada relasi antara manusia berdosa dan Allah. Jika Yesus tidak mati, tidak ada dosa yang bisa ditebus oleh seorang pengganti. Yesus menjadi Pengganti yang tidak berdosa mewakili kita yang berdosa; Yang tak bersalah menanggung segala kesalahan kita; Yang mustahil mati menjadi yang bisa mati menggantikan kita. Menurut Ibrani 9:27, tiap orang ditetapkan mati satu kali.

Tuhan menetapkan dalil: hanya manusia yang hidup dalam kesucianlah yang tidak menemukan kematian, tetapi mereka yang hidup dalam dosa, upahnya maut. Galatia 1:4 mencatat, “Kristus menyerahkan diri bagi kita menurut kehendak Allah.” Hanya satu kali istilah kehendak Allah dikaitkan dengan kematian manusia, artinya tidak ada kematian yang disebut sebagai kehendak Allah, karena Allah bukan menciptakan manusia untuk mati. Tuhan Allah dari sejak dunia belum dijadikan telah menetapkan rencana-Nya melalui anugerah dan rahasia keselamatan bahwa hidup yang kekal itu menjadi bagian manusia. Allah menciptakan manusia untuk menjadi pewaris hidup yang kekal.

Kita semua tahu mati tidak baik dan kita semua tidak ingin mati, tetapi kita harus mati karena penetapan Tuhan. Allah merencanakan dan menetapkan, bahwa setiap orang harus mati satu kali, karena kita adalah pendosa dan upah dosa itu maut. Kita semua keturunan Adam yang telah diwakili oleh Adam yang gagal, yang tidak taat kepada Allah dan harus mati. Penetapan ini berlaku untuk semua manusia. Pada saat dilahirkan, kita sudah ditetapkan akan menuju kematian. Kematian ditetapkan karena dosa. Dosa merupakan kuasa perusak terbesar, suatu daya yang mematikan hidup, yang membuat kita dari keadaan hidup berproses menuju keadaan mati, karena upah itu sedang bergerak dalam diri kita melalui kuasa kematian.

Kematian kita bukanlah kehendak Allah, tetapi penetapan Allah. Allah berkehendak kita tidak boleh mati, maka di antara penetapan Allah bahwa kita harus mati, di tengahnya ada kebebasan manusia yang menyeleweng dari kehendak Allah. Karena kita mau bebas, akhirnya kita tidak taat kepada Tuhan (melanggar, melawan, dan menantang kehendak Allah), akhirnya kita mati. Tetapi berdasarkan kehendak Allah juga, kita tetap dipelihara dan disimpan melalui semacam anugerah keselamatan. Anugerah keselamatan itu yang membuat kita boleh kembali kepada-Nya, menerima Kristus dan keselamatan yang sudah Ia genapkan sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.

Jika kematian Yesus adalah satu-satunya kematian dan hanya satu ini yang direncanakan Allah, kematian Yesus sangat bermakna untuk mengubah nasib manusia. Jika Yesus tidak mati, tidak ada orang yang hidup. Jika Yesus tidak dibelenggu, tidak ada orang bebas. Jika Yesus tidak dibuang, tidak ada orang yang diterima. PIR berkata, “Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Yesus mati disalibkan. Tidak ada hukuman mati yang lebih keji, bengis, dan kejam dibanding kematian yang ditentukan Kekaisaran Romawi, yaitu dipaku di atas salib, dan Yesus mati bukan melalui cara atau alat lain selain dipaku di atas salib. Ini kekejaman yang tak terbayangkan. Yesus rela, taat, sampai mati. Di dalam Filipi 2:11-14, dinyatakan bahwa Ia rela mati di atas salib. Ketika Tuhan Yesus melalui kerelaan-Nya disalibkan, rencana Allah menyelamatkan umat manusia tergenapi.

Hukuman Romawi yang paling keras hanya ada dua macam: dicambuk dan disalibkan. Hukuman cambuk Romawi dilakukan maksimal 40 kali. Sebuah cambuk mempunyai tujuh cabang, tiap cabangnya tujuh kaitan besi. Sekali dicambuk membuat 49 lubang (mengeluarkan daging) hingga darah mengalir terus. Maka, 40 kali cambukan hampir dua ribu lubang, yang sakitnya luar biasa. Ini hukuman yang sangat kejam. Disalibkan, di mana manusia digantung, diikat, dan dipaku di atas kayu, lalu diangkat seperti menancapkan tiang bendera pada lubang yang sudah disediakan. Saat salib dinaikkan, berat tubuh tergantung di tiga lubang. Selain Yesus dicambuk 1.960 lubang di seluruh badannya yang terus mengalirkan darah, masih ada tiga tempat: di atas kayu yang kasar kedua tangan-Nya masing-masing dipakukan, lalu kedua kaki-Nya disalingtindihkan baru dipakukan dengan paku yang paling panjang.

Pada saat Pilatus tidak sanggup lagi mengendalikan diri, ia memikirkan cara melepaskan Yesus, yaitu mengganti Yesus dengan Barabas. Ia sama sekali tidak menduga bahwa mereka semua berkata, “Lepaskan Barabas! Kami mau Barabas dibebaskan!” Pilatus sadar, ia tidak mempunyai cara lain untuk mengendalikan rakyat. Ia lupa dirinya gubernur dan hakim, sehingga ia malah bertanya dan minta kepada orang Yahudi, “Jika kau mau Barabas, bagaimana aku harus menghadapi Yesus?” Sang gubernur meminta-minta kepada rakyat, berarti politik tidak mampu dikuasai manusia. Mereka memberi nasihat kepada Pilatus, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Pilatus tidak ada cara lain lagi, tidak ada pengharapan untuk mengubah situasi, tidak ada cara untuk menenangkan orang Yahudi dan membebaskan Yesus. Tetapi ia tidak mau Yesus disalib, ia justru berkata, “Serahkan Yesus untuk dicambuk.” Tidak dikatakan, “Disalibkan.” Tetapi Yesus harus menerima kedua-duanya. Inilah sengsara yang menakutkan, kekejaman yang sangat mengerikan, tidak pernah ada orang menderita seperti Yesus.

Yesus dicambuk, lalu dipaku di atas salib, dan masih dapat mengatakan Tujuh Perkataan. Ucapan terakhir sama seperti ucapan pertama dalam Tuhan Yesus menyebut Allah sebagai “Bapa”-Nya. Tetapi pada ucapan keempat, Ia menyebut Allah sebagai “Allah-Ku”. Ucapan pertama, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena apa yang mereka perbuat mereka tidak tahu.” Ucapan terakhir, “Ya Bapa, Kuserahkan jiwa-Ku dalam tangan-Mu.” Mulai dengan Bapa, diakhiri dengan Bapa. Tetapi di tengahnya menyebut, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ucapan pertama dan terakhir adalah relasi Anak dan Bapa. Bapa mengutus Anak ke dunia, agar barang siapa yang percaya kepada-Nya jangan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Maka, Anak berbicara dengan Bapa. Ini urusan antara Anak dan Bapa, karena pengutusan. Tetapi, ucapan keempat terjadi karena Allah Bapa ialah Pribadi Pertama, sedangkan Allah Anak ialah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Mungkinkah Allah meninggalkan Allah? Kita tidak tahu. Ini sangat misterius, sulit ditebak, dan melampaui makrifat manusia. Maka, Luther setelah membaca, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Setelah meditasi tiga jam, ia berdiri dan memukul meja dengan keluhan, “Siapa yang dapat mengerti ‘Allah meninggalkan Allah’?” Lalu, ia tidak sanggup berpikir lagi.

Sekarang, saya beri jawaban apa yang kurang dimengerti Luther. Allah Bapa meninggalkan Allah Anak, kita tidak mengerti. Tetapi Allah meninggalkan manusia, kita bisa mengerti. Saat Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ia berbicara sebagai manusia, bukan sebagai Anak Allah. Ibrani 4, segala sesuatu sama dengan kita, berdaging, berdarah, tersendiri. Yesus ditinggalkan Allah dalam status manusia, bukan dalam status Anak Allah (Pribadi Kedua Allah Tritunggal). Yesus sebagai manusia ditinggalkan Allah, maka Ia berteriak. Ia menanggung dosa kita. Di atas salib tidak ada wadah untuk kasih, dalam diri Yesus tidak ada tempat kasih yang bisa masuk. Allah mengasihi Anak-Nya, tetapi sekarang Ia adalah manusia, manusia yang menanggung dosa manusia yang lain, menjadi substitusi bagi semua manusia yang lain. Allah mencintai Yesus, namun pada saat Yesus menanggung dosamu, kasih Allah tidak bisa sampai kepada Yesus, karena murka, kutukan, penghakiman Allah atas dosa kita terlebih dahulu masuk dalam diri Yesus. Salib Yesus merupakan tempat yang vakum kasih.

Pertanyaan Yesus bukan dijawab Tuhan, malaikat, atau orang lain, tetapi harus dijawab hanya oleh setiap pribadi yang dosanya Ia tanggung. Kita harus menjawab dari pribadi kita masing-masing, menjawab dengan keinginan kita yang mengerti firman Tuhan, dan berkata, “Tuhan Yesus, saya yang menjawab, saya tahu sayalah yang mengakibatkan Engkau dibuang Allah.” Yesus tahu kenapa Ia dibuang Allah, tetapi Yesus mau kita ikut tahu. “Lihatlah domba Allah yang mengangkut dosa seluruh dunia.” Yesus sedang memikul dosa kita, sehingga Yesus dibuang Allah. Ketika Yesus mati, dunia tidak bisa terima, alam semesta guncang, dan matahari menjadi gelap. Alkitab berkata, sejak pukul dua belas siang seluruh bumi dinaungi kegelapan, dan saat itu Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ada seorang penyair berkata, kenapa jam dua belas saat matahari paling panas terik, menjadi gelap seluruh bumi? Karena matahari pun malu, tidak tahan melihat di dunia terjadi orang yang tidak adil dan kurang ajar membunuh manusia terbaik di dunia. Keadaan memberikan substitusi seperti ini, penggantian yang benar untuk mengganti kita yang tidak benar, hanya oleh karena itulah baru ada keselamatan. Matahari tidak lihat, Allah seperti meninggalkan dunia yang kurang ajar, yang sudah tidak lagi menghormati Tuhan, membiarkan Anak-Nya mati sedemikian rupa.

Hari itu hari menjelang Sabat, tidak boleh membiarkan jenazah tinggal tetap digantung di atas salib. Maka, semua jenazah yang ada di atas salib harus diturunkan. Sedangkan, kedua perampok belum mati, sulit mati, karena mereka mengalirkan darahnya dari lubang paku setetes demi setetes, bukan mengalir dengan cepat. Menurut sejarah, banyak yang baru mati setelah dua sampai tiga hari disalibkan. Jarang sekali ada orang yang disalib lalu mati pada hari itu juga. Mereka menunggu, makin lama makin tersiksa, darah berkurang terus, tekanan darah terlalu tinggi, hingga tubuh menjadi sangat hangat, dan detak jantung menjadi cepat sekali. Itulah penderitaan orang yang di atas salib. Maka, jika belum mati, seorang yang disalibkan tidak bisa diturunkan secara paksa. Mereka tunggu sampai jam tiga, Yesus berseru dengan suara keras, “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan mati. Sedangkan, kedua perampok makin lama makin lemah, makin sulit bernapas, tetapi masih terdengar ucapan mengutuk musuhnya.

Pada saat matahari terbenam, pukul enam sore, adalah mulainya hari Sabat, sehingga tidak boleh ada mayat di atas salib karena baru dapat diturunkan setelah Sabat selesai. Oleh karena itu, diperintahkan untuk mematikan orang yang belum mati di salib, dengan cara memotong kakinya dengan pedang yang besar. Sesudah kakinya dipotong, darah akan dengan cepat keluar seperti air terjun dari kedua kaki mereka, membasahi Golgota. Dua penjahat itu berteriak, dalam siksaan terbesar, mereka mati. Lalu, tentara melihat Yesus tidak bergerak. Untuk membuktikan Ia mati, mereka menusuk rusuk Yesus dengan tombak, keluar gumpalan darah dan cairan air. Ini membuktikan Ia sudah mati, karena plasma dan cairan darah-Nya sudah terpisah. Di tahun 1940, ada dokter di Inggris yang menyelidiki apa artinya keluar gumpalan darah dan air terpisah. Mereka akhirnya memberikan konklusi, jantung Yesus sudah pecah karena terlalu sedih. Ini pengumuman yang tidak pernah dilakukan, dunia medis mengambil konsensus bahwa Yesus terlalu sedih sampai jantung-Nya pecah dan plasma dengan cairan darah terpisah, mengalirlah gumpalan-gumpalan. Maka, mereka berkata, “Tidak usah dipotong kaki-Nya, Ia sudah mati.”

Sekarang kita akan membahas dua hal. (1) Kematian Yesus yang paradoks. Yesus berseru dengan suara keras, “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Orang yang bisa berteriak dengan suara keras takkan langsung mati. Menurut kedokteran, orang bisa berteriak berarti napasnya masih kuat, ia masih bisa bertahan lama. Tetapi Alkitab berkata, setelah Yesus berteriak langsung menundukkan kepala, lalu mati. Ini merupakan suatu peristiwa paradoks dan membuktikan apa yang pernah diucapkan Yesus sebelumnya, “Tidak ada orang yang merebut hidup-Ku dan mengambil nyawa-Ku, tetapi Aku sendiri bebas menyerahkan nyawa-Ku. Jika Aku berhak menyerahkan nyawa-Ku atas kemauan sendiri, Aku berhak mengambilnya kembali.” Yesus berseru dengan suara keras menyerahkan nyawa-Nya, ini membuktikan Ia mati secara aktif, bukan pasif. Orang mati secara pasif karena tidak bisa tahan lagi, tidak bisa lagi mempertahankan atau memegang hidupnya, harus menyerah. Setiap orang mati secara pasif, tetapi Yesus tidak. Ia berteriak lalu kemudian Ia melepaskan napas yang terakhir, mati secara aktif. Galatia 1:4 menuliskan, Kristus menyerahkan nyawa-Nya karena kehendak Allah. Ini karena Yesus berkata, “Aku menyerahkan nyawa-Ku. Jika Aku berhak menyerahkan nyawa, Aku berhak pula untuk menerima nyawa itu kembali.” Inilah hal pertama yang kita harus mengerti.

(2a) Ketika Yesus mati, kaki-Nya tidak dipatahkan, bukan karena tentara Romawi lupa memotong kaki-Nya, tetapi karena Allah sendiri yang menetapkan bahwa tulang Yesus tidak boleh patah. Sekitar seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, sudah tertulis di dalam Kitab Mazmur, bahwa satu tulang pun tidak boleh dipatahkan. Orang dan perwira Romawi pasti tidak membaca atau mengerti ayat itu. Ini membuktikan dunia ada di tangan Allah. Yesus sudah mati terlebih dahulu dan tidak dipatahkan kaki-Nya, maka diturunkan. Tuhan mau Kristus datang ke dunia mengganti dosa kita, tetapi tidak ada pematahan tulang Anak Allah yang Tunggal ini. (b) Jasad Yesus sesudah mati ada yang memelihara. Yusuf dari kota Arimatea sudah membeli sebidang tanah di Yerusalem. Tanahnya di pinggir benteng kota Yerusalem. Lalu, Yusuf ini punya relasi yang baik dengan tentara Romawi, gubernur, pembesar di Israel, seorang yang pintar dan bermartabat. Ketika Yusuf Arimatea melihat Yesus sudah mati, ia mendatangi Pilatus dan berkata, “Tolong, berikan mayat Yesus kepadaku, aku yang akan atur.” Pilatus langsung berkata, “Aku berikan kepadamu,” lalu memberikan jasad Yesus kepadanya. Semua ini rencana Allah. Semua nubuatan Perjanjian Lama tentang Mesias satu per satu digenapi, tidak ada celah sedikit pun, karena Tuhan yang mengatur nasib seluruh dunia, khususnya Anak-Nya yang Tunggal.

Hari itu mayat Yesus diturunkan lalu dikuburkan. Pada saat Yesus diturunkan dan mau dikuburkan, Tuhan sudah menyiapkan kuburan-Nya. Ada pendeta yang begitu khawatir bagaimana setelah tua dan mati. Saya anjurkan jangan, tidak usah banyak berpikir tentang kematian. Jika hidupmu sungguh sesuai kehendak Tuhan, kematianmu sudah ada rencana yang Tuhan siapkan bagimu. Dilahirkan secara anugerah, mati pun akan secara anugerah. Yesus tidak pernah memikirkan, “Jika Aku mati dikuburkan di mana, lalu uang pensiun-Ku berapa.” Yesus cuma tahu menjalankan kehendak Allah, sisanya semua diatur Tuhan. Yusuf seorang yang dapat kepercayaan besar Pilatus, ia meminta dan Pilatus langsung memberikan kepadanya. Kelancaran bukan direncanakan manusia, tetapi Allah.

Pada saat Yesus mau dikuburkan, terjadi suatu peristiwa. Seorang tua, Nikodemus, datang berunding dengan Yusuf. Ia mau membeli rempah sekitar 45 kg untuk membungkus jasad Yesus. Hari itu jasad Yesus diturunkan sebelum matahari terbenam dan dibungkus dengan baik. Ini membuktikan Ia sungguh sudah mati. Ini semua terjadi dalam rencana Allah. Yesus dikuburkan di kuburan orang kaya, kuburan yang tadinya disiapkan bagi dirinya. Yusuf Arimatea bukan membuat kuburan untuk disewakan atau vila untuk ditinggali sendiri, ia membuat kuburan dekat pintu gerbang Yerusalem. Ternyata, Yesus mati lebih dahulu, dan ia meminta jasad-Nya ditaruh di kuburannya. Ini semua rencana Allah yang telah membuat keindahan untuk kematian Yesus.

Mereka yang mengantar dan mengiringi kematian Yesus ada tiga orang yang penting. Sebelum Yesus diadili, Maria di Betania sudah memakai minyak narwastu yang dituangkannya ke kaki Yesus. Yesus berkata, “Jangan mencelanya. Ia sedang menyiapkan kematian-Ku.” Jadi, Maria Betania dipakai Tuhan mengurapi Sang Nabi-Raja-Imam. Tuhan pun memakai Nikodemus dan Yusuf Arimatea untuk menguburkan Yesus. Amin.

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/pengakuan-iman-rasuli-bagian-20-butir-kedua-14-mati-dan-dikuburkan