BAB 3 :
PENGHAKIMAN ALLAH (2)

DOSA DALAM BENTUK NEGATIF DAN POSITIF

Kita telah memikirkan satu hal, yaitu dosa bukan diciptakan oleh Allah, dosa bukan direncanakan oleh Allah, dosa bukan suatu keharusan supaya keselamatan Allah boleh berlaku. Saya sengaja mengulang kata bukan ini tiga kali, supaya Saudara mengerti dosa dari sifat negatif, baru setelah itu kita masuk ke dalam sifat positif. Dosa bukan apa? Dosa bukan ciptaan Allah. Allah adalah Sumber segala sesuatu. Dan Alkitab mengatakan bahwa Dia adalah Sumber segala sesuatu yang baik. Mungkin Saudara berkata, “Kalau segala sesuatu yang baik berasal dari Tuhan, lalu yang jelek dari mana?” Segala sesuatu yang jelek bukan dari Tuhan karena Dia tidak menciptakan kejahatan. Allah juga tidak merencanakan kejahatan. Allah juga tidak perlu memakai keberadaan kejahatan untuk menyatakan Dia baik.

Orang yang mau menikah biasanya memerlukan seorang pendamping mempelai. Biasanya orang yang pandai suka mencari pendamping yang jelek, supaya ketika difoto, dia terlihat tampan atau cantik. Apakah Allah memerlukan keberadaan dosa untuk menyatakan Dia itu baik? Tidak! Ada tiga konsep yang salah yang harus kita singkirkan dan bersihkan dari pikiran kita, supaya kita mempunyai pengertian yang baik, yaitu:

  • (1) Jika Allah adalah Allah yang merencanakan kejahatan, berarti di dalam motivasi Allah sudah ada kejahatan atau ketidak-baikan;
  • (2) Jika Allah yang merencanakan kejahatan, berarti Dia gembongnya kejahatan;
  • (3) Jika Allah harus memperalat kejahatan untuk menyatakan Dia baik, maka kebaikan-Nya perlu ditonjolkan dengan memperalat kejahatan.

Ketiga teori ini harus ditolak. Kita tidak menerima teori Allah menciptakan kejahatan, kita tidak menerima teori Allah adalah perencana kejahatan, kita juga tidak menerima teori Allah memperalat kejahatan demi memuliakan diri. Allah bukanlah sumber atau penyebab kejahatan. Kalimat ini harus kita tanamkan dengan teguh dalam pikiran kita masing-masing.

Namun mungkin Saudara tidak setuju dan mempertahankan pernyataan di atas berdasarkan ayat dalam Yesaya 45:7, Allah berkata: “Aku yang menciptakan baik dan jahat” (KJV). Memang ada orang yang berusaha memakai ayat ini untuk berargumen bahwa Allah telah menciptakan kejahatan karena Dia sendiri yang mengatakan. Tetapi perhatikan istilah “kejahatan” (evil) jangan dipersamakan dengan kejahatan yang dipikirkan sebagai esensi moral yang melawan kebaikan. Terjemahan Indonesia lebih baik daripada terjemahan King James Version. Kalimat itu harusnya dimengerti, “Aku yang memberikan kebaikan, Aku juga yang menurunkan malapetaka.” Atau “Aku yang mengizinkan segala sesuatu yang menjadi sesuatu kebahayaan itu terjadi kepada seseorang. Aku yang menghukum.”

Marilah kita memperhatikan istilah evil dalam beberapa konteks. (1) Kejahatan ontologis (ontological evil); dan (2) Kejahatan moral (moral evil). Kedua hal ini harus dibedakan. Yang disebut ontological evil merupakan suatu kekurangan yang mengakibatkan kerusakan dan kejahatan yang terjadi secara ontologis (pada hakikatnya). Konsep ini tidak kita terima dan tidak kita anggap sebagai ajaran yang berasal dari Alkitab. Kita tidak percaya akan adanya pra-eksistensi kejahatan (pre-existence of evil). Jika kita percaya pra-eksistensi kejahatan berarti kita percaya kepada suatu cosmological dualism (dualisme kosmologis). Kalau ada pra-eksistensi kejahatan, berarti sebelum dunia diciptakan, sebelum alam semesta ada, dari kekal sampai kekal sudah ada kejahatan, maka kita secara tidak sadar telah menerima dualisme kosmologis. Dualisme kosmologis berarti jahat dan baik saling melawan satu sama lain, dari kekal sampai kekal berada bersama-sama. Ajaran ini ada di Hinduisme. Ajaran ini ada di dalam pikiran-pikiran orang-orang bukan Kristen. Khususnya, yang paling dekat dengan Kekristenan tetapi berbeda, yang pernah dicampurkan sedikit tetapi sumbernya lain, adalah Manichaeisme yang dipengaruhi oleh Zoroasterisme.

Zoroasterisme merupakan agama Persia sebelum orang Persia (Iran) menjadi Islam, yang mengatakan tentang seorang nabi yang turun dari gunung dan mendapatkan wahyu dari para dewa yang terang supaya dia memberikan pengajaran. Begitu turun, dia disambut dan mengajarkan Zoroasterisme. Namanya adalah Zarathustra atau Zoroaster. Dia mengajarkan bahwa memang ada dua dewa, satu dewa baik dan satu dewa jahat. Dewa baik melawan dewa jahat, dewa jahat melawan dewa baik, dan dua-duanya sama-sama kekal. Tidak ada permulaannya dan tidak ada akhirnya. Saudara tidak mempunyai awal, saya juga tidak mempunyai awal. Saudara kekal, saya juga kekal. Saudara berpra-eksistensi, saya juga berpra-eksistensi.

Dewa yang baik namanya Ahura Mazda. Ahura Mazda adalah dewa kebajikan, dewa terang. Jadi Ashura Mazda itu yang memberikan kebajikan, kebaikan, terang, cahaya, iluminasi kepada semua manusia. Tapi dia punya musuh, sama-sama di dalam kosmologi, sama-sama di dalam alam semesta, yaitu dewa yang bernama Angra Mainyu. Dewa jahat dan dewa baik ini terus-menerus berperang, tidak habis-habisnya sampai selama-lamanya. Lalu manusia di mana? Manusia di tengah-tengah menjadi rebutan keduanya.

Ajaran ini diadopsi oleh Manichaeisme. Dan dikaitkan dengan Kekristenan. Ajaran ini pernah mempengaruhi Augustinus, sebelum dia menjadi seorang theolog besar pada abad ke-empat. Selama sepuluh tahun, Augustinus melibatkan diri di dalam ajaran yang kelihatan cocok dan enak ini. Oleh karena itu, jangan memilih gereja yang cocok dengan Saudara, tetapi pilihlah gereja di mana diri Saudara bisa cocok dengan Tuhan. Celakalah Saudara jika Saudara mencari gereja yang cocok dengan Saudara, yang khotbahnya enak. Kita harus seumur hidup berusaha menggarap diri kita supaya cocok dengan Tuhan, jangan minta Tuhan cocok dengan kita. Kalau Saudara tidak lagi mau mendengarkan pengajaran ini, maka tidak ada pengharapan lagi bagi Saudara.

Mengapa Augustinus bisa cocok selama sepuluh tahun dengan pengajaran ini? Karena pengalamannya cocok dengan ajaran itu, yang mencetuskan apa yang dia alami di dalam hidupnya. Tetapi sepuluh tahun kemudian dia sadar, karena Roh Kudus bekerja di dalam hatinya. Suatu malam dia tidak bisa tidur. Lalu keluar dari kamar tidurnya, melihat langit begitu indah. Dia adalah orang yang sangat pandai. Dan Allah menggunakan cara yang luar biasa untuk menggerakkan dia, mengubah dia. Dia melihat bintang-bintang bertaburan, berkerlap-kerlip, bersinar terang. Kalau memang baik dan jahat terus berperang, bagaimana mungkin ada hal yang teratur seperti ini, pasti ada kekuatan yang baik yang menahan segala sesuatu, sehingga masih bisa bertahan, penopang yang baik yang tidak memperbolehkan kehancuran terjadi. Semua itu membuktikan bahwa yang baik pasti akan menang. Dari pemikiran itu Kekristenan baru mendapatkan pertolongan. Kalau Augustinus tidak diubahkan pada malam itu oleh kuasa Tuhan, orang-orang Kristen dan Kekristenan akan terus terjerumus menjadi manusia yang mencari pikiran yang cocok dengan diri sendiri saja. Di dalam ajaran seperti Zoroasterisme, Hinduisme, dan sebagainya, yang baik dan yang jahat berperang terus, tidak pernah ada jawaban siapa yang menang dan mengapa dia menang. Hanya Alkitab yang mengatakan bahwa dari permulaan hanya ada Allah yang suci, Allah yang hidup, Allah yang adil, Allah yang baik.

Tetapi sekarang timbul satu pertanyaan: Mengapa dosa bisa timbul? Theolog-theolog Reformasi yang paling ketat semua mengakui bahwa ini adalah pertanyaan yang harus menunggu sampai kita bertemu dengan Allah baru bisa diselesaikan. Namun demikian, di dalam prinsip Reformed, saya berkata, “Kita harus sebisa mungkin menggunakanh pikiran yang sudah dikuduskan oleh Tuhan, dipimpin oleh Roh Kudus, dan dicerahkan oleh Firman untuk memikirkan sebanyak mungkin, sampai kita mungkin mengerti sedikit demi sedikit kebenaran yang sulit itu.”

Dosa dari mana? Arnold Toynbee, salah seorang sejarawan yang mempunyai sifat budaya yang kuat sekali, seorang profesor di Inggris yang terkenal di abad kedua puluh, menulis dua belas buku yang begitu tebal, yang diberi judul Study of Our History. Di dalam bukunya ia mengatakan satu hal yang meneruskan satu filsafat agama di dalam tema yang sama. Kalau memang Allah mahakuasa, tetapi di sepanjang sejarah selalu ada kesulitan, maka pasti Dia tidak mahabaik. Jikalau Allah mahabaik, pasti Dia tidak mahakuasa. Tapi pertanyaan ini diteruskan oleh Profesor John Hick yang mengajar di Cambridge and Oxford University: Kalau Allah mahakuasa, mengapa tidak menghapus dosa secara total, bahkan merongrong menusia begitu lama? Itu berarti Dia mahakuasa tetapi tidak terlalu baik. Jika Allah memang hati-Nya baik, mengapa Allah yang begitu baik bisa membiarkan dosa? Apakah karena kuasa-Nya kurang, tidak bisa membasminya? Itu menurut filsafat agama sekuler yang tidak percaya kepada Alkitab.

Lalu bagaimana jawaban orang Kristen? Jangan katakan bagaimana orang Kristen menjawab hal ini, bahkan banyak orang Kristen yang tidak pernah tahu ada pertanyaan seperti ini dilontarkan kepada Kekristenan. Saya rasa banyak pemimpin-pemimpin Kekristenan di Indonesia baru hari ini mendengar tentang hal ini. Ini serangan kaum intelektual dan serangan-serangan filsafat kepada Kekristenan. Jika Allah memang mahakuasa, mengapa masih ada Iblis? Apakah berarti Dia suka kompromi, Dia tidak baik? Atau sebaliknya, jika Allah memang mahabaik, tetapi Iblis masih ada, apakah berarti Dia tidak punya kuasa untuk melenyapkan Iblis?

Bagaimana jawaban Kekristenan? Saya tidak mengatakan bagaimana jawaban Kekristenan sekarang, bagaimana jawaban Kekristenan dari zaman ke zaman, yang diwakili orang-orang yang setia kepada Firman Tuhan, yang memikirkan secara tuntas, baru menjawab segala pertanyaan yang paling sulit. Saya menyerahkan diri bukan hanya menjadi pendeta yang mendapatkan gaji, makanan, senang-senang, lalu seumur hidup membiarkan orang lain yang bekerja. Saya menyerahkan diri dengan mengorbankan segala rencana, untuk menemukan jawaban dari kesulitan-kesulitan terbesar yang mungkin ditemui oleh Kekristenan. Bukan saja kita menjawab, kita bahkan menantang.

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa memang Allah adalah Allah yang mahakuasa, juga sekaligus adalah Allah yang mahabaik. Karena dia baik, maka Dia menjadi Sumber segala anugerah bagi setiap orang yang dianugerahi-Nya. Dia mahakuasa, maka akhirnya Dia akan menang total. Tetapi di antara kedua hal ini, jangan kita melihat pada satu hal yang terjepit, yaitu: kesementaraan (temporary). Kesementaraan adalah kesementaraan, tetapi Allah adalah Allah yang kekal. Tetapi apa hubungan antara kekal dan kesementaraan? Dalam kesementaraan, bagaimana kita mengerti kekekalan?

Kesulitan-kesulitan filosofis, kesulitan-kesulitan logis, dan kesulitan-kesulitan epistemologis menuntut manusia menyangkal hal ini. “Sudah, tidak perlu banyak bicara tentang kekekalan, atau kalau sudah mati pergi ke mana. Orang dalam dunia ini pun tidak bisa memikirkan lagi setelah mati. Omong kosong!” Mengapa banyak intelektual tidak bisa menerima iman Kristen? Karena mereka menganggap orang Kristen melarikan diri. Orang Kristen kalau menemukan kesulitan, selalu melempar jawaban ke sorga. “Sekarang ditindas tidak apa-apa, besok hadiahnya besar; sekarang rumahnya kecil tidak apa-apa, besok satu hektar.” Itulah cara materialisme, cara komunisme, cara atheisme melawan Kekristenan, menganggap orang Kristen sebagai orang-orang yang melarikan diri dari fakta kehidupan, kesulitan sosial, dan tidak mempunyai jawaban. Dengan alasan iman dan pengharapan mereka melarikan diri dari kewajiban menjawab tantangan. Tetapi saya berkata kepada Saudara; “Meskipun memang ada gejala seperti itu, tetapi jangan mengira hal itu tidak mengandung sebagian kebenaran. God is God of eternity, and the final victory and the plan of God must be understood as an eternal plan, not only a phenomena in the temporary (Allah adalah Allah kekekalan, dan rencana dan puncak kemenangan-Nya haruslah dimengerti sebagai rencana yang kekal, bukan hanya fenomena kesementaraan). Kita jangan hanya melihat kesementaraan sebagai ketotalan untuk mengerti sifat ilahi, tetapi kita harus melihat seluruh keberadaan yang ajaib yang ditetapkan oleh Tuhan dalam kekekalan sebagai pengertian yang mutlak. Kesulitan orang Kristen adalah baru melihat sedikit tetapi mencela Tuhan.

Suatu kali seorang diberikan puzzle peta seluruh dunia. Terlihat bahwa hijau itu tanah, yang kuning itu gunung, yang biru itu laut. Mau digabung-gabungkan begitu sulit karena daratan dan lautannya begitu banyak. Bagaimana pun orang itu berusaha, tetap tidak bisa, lalu dia menyerah. Kemudian dia diberi tahu suatu rahasia, yaitu: balikkan semua potongan itu. Waktu dia membaliknya, dibelakangnya ternyata ada gambar Yesus Kristus. Dengan mengikuti gambar Yesus di belakang, mencocokkannya, lalu selesailah gambar itu. Kini dibaliknya lagi seluruh gambar yang sudah jadi, maka peta seluruh dunia itu pun jadi. Ilustrasi ini memberikan ide bahwa kunci mengerti seluruh dunia adalah mengerti melalui Yesus Kristus.

Kalau Saudara mengenal Kristus, segala sesuatu bisa lebih mudah dimengerti; tetapi kalau Saudara tidak mengenal Kristus, Saudara akan sulit menyatukan kepingan-kepingan pulau itu. Cari Tuhan terlebih dahulu, baru yang lain dapat diselesaikan. Demikian juga di dalam kekekalan, ada rencana Tuhan yang terindah dan sempurna. Tetapi jikalau Saudara mau melihat secara sementara saja, Saudara akan tersandung, akan jatuh, dan akan gagal total.

Ibu saya, yang menikah pada saat umur 17 tahun, ditinggal mati suami ketika berumur 33 tahun dengan 8 anak. Sebenarnya bagi dia timbul berbagai pertanyaan, “Di mana Tuhan Allah? Di mana kehendak-Mu? Apa artinya semua ini? Engkau meninggalkan saya sebagai seorang janda. Engkau mengambil suami saya.” Ibu saya baru percaya Yesus satu tahun, dia bisa saja mencela, mencaci maki, bahkan meninggalkan Tuhan Yesus. Tetapi dia mengatakan, semakin sulit, dia semakin berpegang pada Tuhan. Setelah tua, baru ibu saya tahu bahwa banyak anak-anaknya yang mau dipanggil menjadi pendeta. Mereka perlu dilatih. Ini adalah “sekolah theologi tanpa ayah.” Latihan-latihan ketat bukan dari sekolah theologi, tetapi mulai dari kesulitan-kesulitan yang Tuhan perkenankan untuk menggarap, mendidik, dan mengolah Saudara. Jangan kita mengerti kehendak Tuhan dari sesaat ke kesementaraan, terpenggal-penggal, tetapi mengerti keselamatan dan rencana Tuhan dari kekekalan bukan kesementaraan. Maka semua akan menjadi jelas.

Orang yang tidak mengerti bermain catur, setiap langkah mau makan bidak musuh. Silahkan tanya orang seperti Kasparov dan Karpov. Mereka bermain dengan begitu sabar. Itulah Grand Master. Orang seperti mereka menghadapi pertandingan dengan langkah yang sangat hati-hati, satu gerakan menentukan apakah menjadi juara atau tidak. Pertandingan mereka memakan waktu sampai dua minggu atau dua bulan.

Boleh saya katakan kepada Saudara, bahwa seumur hidup saya menetapkan semua hal dengan sangat pelan. Saya sudah merencanakan untuk mendirikan gereja sejak tahun 1979, tetapi akhirnya tertunda 20 tahun baru Gereja Reformed Injili didirikan. Mengapa? Kecuali kehendak Tuhan jelas, saya tidak berani berjalan satu langkah pun. Saya bukan orang yang suka bertindak perlahan-lahan. Saya orang yang senang bertindak cepat. Tetapi di dalam menjalankan kehendak Tuhan, saya berjalan pelan-pelan, dan saya tahu terkadang Tuhan jauh lebih perlahan daripada saya. Jadi, God is all good, and God is poweful. Dia mahakuasa dan maha baik. Tetapi mengapa hal itu tidak kelihatan? Bukan dilihat sekarang, tetapi dalam kekekalan tidak ada langkah yang salah. Demikianlah cara Allah mengerjakan rencana-Nya.

Pengadilan dan penghakiman Allah tidak terlalu cepat tiba justru karena Dia adalah Grand-Grand-Grand Master di atas semua Grand Master. Raja di atas segala raja. Dia yang paling tinggi. Dia punya rencana yang kekal. Allah bukan sumber kejahatan. Allah tidak merencanakan kejahatan. Allah tidak membutuhkan kejahatan untuk menyatakan bahwa Ia baik.

Jika seorang mengatakan, “Puji Tuhan! Yesus mati bagi saya. Oleh karena itu, pertama saya berterima kasih kepada Yesus. Kedua, berterima kasih kepada Yudas, sebab Yudas jasanya besar. Coba, andaikata Yudas tidak mau menjual Yesus tentunya Yesus tidak laku. Kalau Yesus tidak laku, maka tidak jadi mati,. Kalau Yesus tidak jadi mati, maka saya tidak bisa diampuni. Jadi pasti Yudas adalah salesman yang sangat pandai. Kalau Yudas tidak mengobral Yesus, bukankah tidak ada keselamatan? Jadi ia sangat berjasa.” Bagaimana Saudara menjawab kasus seperti itu? Mudah saja.

Jika Tuhan Yesus tidak mau datang ke dunia, Yudas mau menjual apa? Apakah Yudas berjasa? Yudas menjual Yesus, itu memang satu sifat dosa yang untuknya Yesus perlu datang. Kalau orang mengatakan, jikalau Yesus tidak dijual oleh Yudas, maka Yesus tidak bisa menggenapkan keselamatan, jadi Yudas berjasa; itu sama seperti Saudara mengatakan, “Ibu harus berterimakasih kepada saya. Kalau saya tidak makan nasi yang ibu tanak selama 25 tahun ini, rumah sudah bau luar biasa. Ibu menanak nasi, saya cepat-cepat memakannya, kalau tidak, pasti bau. Jadi Ibu harus berterima kasih pada saya, karena saya makan, maka nasi Ibu tidak mau.” Ibu pasti akan berkata, “Aduh, engkau sudah gila rupanya. Ibu tentu tidak perlu masak. Apa gunanya Ibu masak untuk engkau makan, lalu Ibu yang harus berterima kasih kepadamu?” Itu adalah pikiran yang bodoh. Allah tidak perlu memakai kejahatan untuk membuktikan bahwa Dia baik.

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : Dosa, Keadilan, dan Penghakiman
Sub Judul : Bab 3 : Penghakiman Allah (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 89 – 99