BAB II
Dosa (2)

ENAM SIFAT DOSA

Dosa dimengerti melalui istilah-istilah yang dipakai di dalam Alkitab, dengan arti sesungguhnya; dosa adalah suatu relasi diri yang sudah dirusak, melalui status yang sudah digeser. Kata-kata yang dipakai untuk melukiskan hal itu antara lain:

1. Bebal

Pikiran yang bebal adalah dosa. Seorang yang bodoh, seorang yang bebal adalah seorang yang tidak luwes dan tidak mau dikoreksi, terus membangkang, terus mau mengagungkan pikiran sendiri. Orang yang berpikiran sedemikian sedang berbuat dosa. Ini tercatat dalam Amsal 24:6. Pikiran yang bebal, pikiran yang bodoh, pikiran orang yang kaku, yang tidak mau menerima Tuhan, yang tidak mau dicela oleh Tuhan, yang terus mempertahankan kekakuan dan kebodohan diri, itu dianggap dosa.

2. Kecongkakan

Kecongkakan orang yang sedang sukses atau lancar adalah dosa. Barangsiapa sukses, lancar kerja, kaya, mempunyai pencapaian kesuksesan tertentu, lalu pada akhirnya ia tidak lagi memandang orang lain, orang ini sedang berdosa. Keangkuhan melalui kesuksesan, itu adalah dosa. Ini tercatat dalam Amsal 21:4.

Hal ini tidak berarti Saudara tidak berhak mempunyai kebanggaan, karena kebanggaan berbeda dari kecongkakan. Pada saat kebanggan Saudara sudah melewati batas, Saudara berdosa, sebelum melewati batas, itu menjadi suatu kebanggaan yang wajar.

Saya bangga karena saya telah rajin bekerja. Saya bangga di dalam kerajinan saya, saya telah mencapai suatu kesuksesan. Hal sedemikian tidak salah, dan justru menjadi dorongan bagi kejiwaan dan identitas Saudara, membuat Saudara mempunyai keyakinan diri (self-confidence).

Kita mempunyai keyakinan karena kita mempunyai pengalaman berdasarkan kerajinan kita. Kita mempunyai keyakinan karena kita mengetahui apa yang kita kerjakan, maka kita menuai. Kita mempunyai keyakinan karena perjuangan kita diberkati oleh Tuhan. Kebanggan semacam itu tidak salah. Tetapi kebanggan yang sudah melewati batas adalah merebut kemuliaan Allah dan menginjak-injak manusia yang lain. Kebanggan sedemikian adalah dosa. Saya harap, khususnya anak muda yang sukses, entah di dalam studi, di dalam pengetahuan, di dalam kekuasaan, di dalam politik, atau pun di dalam kekuatan, agar jangan sombong. Kalau mau sombong, saya kira saya lebih mempunyai modal untuk sombong daripada banyak orang lain. Kalau Saudara mengatakan, “Tentu saja, Pak Tong sudah berumur 50 lebih, pasti Pak Tong sudah mempunyai banyak pengetahuan.” Saya akan menjawab bahwa sebenarnya pada waktu saya berumur 18 tahun, saya sudah tahu lebih banyak daripada orang sebaya saya. Pada waktu saya berumur 20 tahunan, saya sudah berkhotbah kepada banyak orang yang berumur sekitar 60 tahun. Saya mulai berkhotbah pada saat berusia 17 tahun. Pada waktu saya mulai melayani Tuhan, setiap hari saya harus mengajar kira-kira 12 jam, termasuk harus mengoreksi tugas-tugas murid, juga harus persiapan. Jadi, pada usia 17-18 tahun, saya sudah bekerja 85 jam seminggu. Dan honor saya saat itu dua kali lebih banyak daripada pendeta terbesar dari gereja terbesar di Surabaya. Kalau saya mau membanggakan diri, banyak hal yang bisa saya banggakan. Sebelum saya menikah, saya belum pernah menjamah tubuh perempuan. Baik dari segi moral maupun dari segi apa saja, saya dapat membanggakan diri. Tetapi jangan kira segala kebajikan itu adalah karena kita hebat. Itu semua hanyalah anugerah Tuhan. Anugerah berarti sesuatu yang tidak layak kita terima. Oleh karena itu, tidak ada yang bisa disombongkan.

3. Kurang Iman

Segala sesuatu yang mengandung kurang iman, itu berdosa. Ini tercantum dalam Roma 13:24. Baik makan, baik minum, atau melakukan segala sesuatu harus dengan iman. Jikalau Saudara tidak beriman, Saudara berdosa. Mengenai butir ini saya tidak akan memberikan penjelasan terlalu banyak. Segala sesuatu yang dilakukan dengan keraguan, itu berdosa. Kurang iman kepercayaan, penuh keraguan, dan kurang beriman, itu berdosa.

4. Tidak Benar dan Tidak Adil

Sifat ke-empat di dalam Alkitab adalah bahwa segala sesuatu yang tidak adil, dan tidak benar, merupakan dosa. Ini tercantum dalam 1 Yohanes 5:17. Semua yang tidak benar, tidak adil, yang tidak lurus, tidak benar, itu semua dianggap berdosa (unrighteous things are sinful).

5. Tahu yang Baik, tetapi Tidak Menjalankan

Mengetahui hal yang baik tetapi tidak menjalankan, itu berdosa. Kalimat ini berat sekali, karena menuntut suatu kaitan antara pengetahuan dan kelakuan. Anything you know, you should do it; anything you pray, you should pay it; anything you hear, you should practise it. Kalau Saudara sudah mendengar satu khotbah, tetapi Saudara sengaja tidak mau menjalankannya, semakin Saudara mendengar khotbah, semakin Saudara berbuat dosa. Kalau Saudara sudah mengetahui suatu hal yang baik, tetapi tidak mau menjalankannya, Saudara sudah berdosa. Orang yang tidak menjalankan suatu pengetahuan yang baik yang telah diterimanya, dia sedang berbuat dosa.

Saudara tahu Alkitab mengatakan bahwa Saudara harus memberikan perpuluhan, tapi Saudara tidak mau menjalankannya, maka setiap kali Saudara memegang uang, Saudara sedang berdosa. Saudara tahu hidup harus kudus, tetapi Saudara sengaja pergi melacur, maka Saudara sedang berdosa. Saudara berdosa karena Saudara mengetahui apa yang baik, tetapi Saudara tidak melaksanakannya. Saudara tidak menjalankan pengetahuan tentang kebaikan, tetapi mengabaikan pelaksanaan kebaikan tersebut, itu disebut dosa. Ini tercatat di dalam Yakobus 4:17.

6. Melanggar atau melampaui Tuntutan Taurat

Terakhir, dalam 1 Yohanes 3:4 disebutkan bahwa segala sesuatu yang melanggar atau melampaui tuntutan Taurat adalah dosa. Apa yang ditentukan oleh hukum Tuhan, apa yang diperintahkan satu per satu, jika Saudara melawan atau melanggarnya, maka pelanggaran-pelanggaran itu adalah dosa. Seperti apa yang sudah dikatakan di atas mengenai satu istilah yang disebut avon. Istilah ini berarti transgression, melewati, melanggar, melewati batas yang ditetapkan oleh Tuhan, itu dosa adanya.

TOTALITAS DOSA

Semua definisi dosa di atas adalah definisi dosa secara terperinci. Tetapi tahukan Saudara definisi dosa secara total? Pengertian ini tidak pernah ada di dalam agama lain. Hanya Alkitab yang memberikan konsep yang secara kualitatif berbeda dengan semua agama. Dosa terbesar adalah dosa menolak Kristus. Inilah yang menjadikan Kekristenan sulit diterima. Hal ini menjadikan kekristenan minoritas di tengah-tengah agama besar.

Saya tidak percaya kita harus menurunkan derajat atau prinsip Alkitab supaya dapat menerima lebih banyak anggota gereja, karena prinsip sedemikian bukanlah prinsip Kristen. Kalau Tuhan Yesus mau memakai cara demikian, sekarang seluruh dunia sudah menjadi Kristren. Caranya mudah, Dia hanya perlu satu kali mengatakan, “Baik, Aku mau menyembahmu” kepada Iblis. Maka seluruh dunia dengan seluruh kemuliaannya akan diberikan kepada Kristus. Tapi Yesus tidak mau. Mengapa Yesus tidak mau? Karena prinsip-prinsip Allah tidak boleh dikompromikan. Inilah sikap yang menjadikan gereja, meskipun minoritas dapat bertahan sampai akhir zaman, setia sampai mati, tidak ada perubahan. Yesus Kristus tidak menundukkan diri satu kali pun kepada Iblis, dan itu mengakibatkan Dia harus naik ke atas kayu salib dan tidak semua orang menerima Dia. Tetapi Dia lebih memilih untuk setia sepenuhnya kepada Allah daripada mendapatkan popularitas secara menyeluruh tetapi tidak menjalankan kehendak Allah.

Kristus adalah Anak Allah, dan barangsiapa menolak Anak Allah, ia sedang berbuat dosa, karena langsung menghina Allah Bapa yang mengutus Dia. Pernahkah Saudara mengusir seseorang yang membawa surat kiriman dari Presiden? Sebelum Saudara mengetahui siapa yang mengirim, Saudara berusaha untuk menolak atau mengusir orang itu; tetapi setelah Saudara mengetahui siapa yang menandatangani surat itu, maka Saudara meminta maaf dan mengubah sikap. Karena apa? Saudara mulanya tidak tahu orang itu diutus oleh siapa. Orang menolak Kristus, karena mereka tidak tahu bahwa Kristus-lah satu-satunya yang diutus oleh Allah untuk menjadi Juruselamat, Penebus, dan Perantara.

Seorang rekan saya pergi ke Bali karena ada suatu tugas penting, dan keesokkan harinya dia harus pulang. Waktu pulang, dia tidak mendapatkan tiket. Lalu dia menyodorkan sepucuk surat yang isinya mengatakan bahwa dia harus berada di Jakarta untuk menghadiri suatu konferensi di DPR, langsung petugas penerbangan memberikan satu tiket kepadanya. Karena apa? Karena di belakang surat itu ada suatu otoritas yang berkuasa. Barangsiapa tidak menerima Kristus, ia berdosa lebih besar daripada semua dosa lain.

Theologi Reformed bukan hanya mengajar kita untuk mengerti dosa secara mendetail, tetapi juga untuk memegang pengertian itu sampai ke akarnya. Akar selalu tidak kelihatan. Kalau melihat suatu bangunan, orang selalu melihat ke atas, tidak melihat ke bawah. Manusia akan melihat betapa tingginya, betapa banyak kamarnya atau betapa mewah bahan yang dipakai. Tetapi theologi Reformed tidak mengajar Saudara melihat berapa banyak gereja, tetapi mengajak Saudara untuk mempunyai dasar yang kuat, mempertanyakan apa yang menjadi fondasi di bawahnya. Bagian yang tidak bisa dilihat jauh lebih penting daripada yang bisa dilihat.

Apa yang ingin dilihat oleh banyak orang Kristen saat ini? Mereka hanya melihat penampilan gereja, apakah perasaannya enak, atau apakah bisa langsung mendapat berkat. Tetapi saya tidak demikian! Mari kita menyelidiki sampai ke akarnya. Kalau kita semakin tinggi ke atas, tetapi akarnya keropos, maka kita bukan semakin dekat dengan sorga, melainkan semakin dekat dengan neraka. Semakin cepat melaju, kalau remnya tidak baik, akan mengakibatkan semakin cepat mati. Semakin berkembang, jika tanpa fondasi, bukan bahagia, tetapi bahaya.

ASPEK-ASPEK DOSA

Pertama, dosa merupakan suatu pergeseran dari status yang seharusnya. Saya mengambil contoh sebuah roda yang bergerak cepat. Ia mempunyai kebebasan, tetapi kebebasan itu hanya terbatas oleh kapasitas kekuatan motornya. Namun, kemungkinan kesulitan yang paling besar pada roda itu terjadi ketika roda itu mengalami pergeseran dari porosnya. Saat sebuah roda berputar, motornya terus mendorong dia, dan gesekan dengan jalan membuat roda tersebut berjalan dan timbul pergerakan di jalan. Tetapi roda itu tidak menjalani perubahan status dengan porosnya sendiri. Namun, menjadi celaka jika roda itu mulai bergeser dari porosnya. Kalau porosnya bergeser, tidak peduli jari-jarinya terbuat dari baja atau apa pun, pasti roda itu akan hancur. Pasti terjadi self-destruction, perusakan diri.

Pergeseran dari status yang mengakibatkan kerusakan relasi ini adalah satu ilustrasi yang penting. Pada waktu manusia pertama diciptakan, dia diletakkan di mana? Tempat yang ditetapkan Tuhan itu sebenarnya bisa tidak digeser oleh manusia karena kebebasannya sendiri. Kebebasannya itu sebenarnya adalah kebebasan untuk taat. Kebebasan untuk menjalankan kehendak Tuhan dengan penuh kerelaan. Inilah kebebasan yang sesungguhnya. Kebebasan ini bukanlah kebebasan untuk menetapkan status diri yang tidak sesuai dengan rencana Allah yang asli.

Alkitab mengatakan bahwa matahari memiliki kemuliaan matahari, bulan memiliki kemuliaan bulan, bintang-bintang mempunyai kemuliaan masing-masing. Apa maksudnya? Status yang ditetapkan tidak boleh diubah. Dosa janganlah hanya dimengerti sebagai kelakuan-kelakuan. Dosa adalah suatu keadaan ketika manusia mulai ingin menggeser diri dari status aslinya. Kalau Saudara memang ditetapkan untuk berdiri di sini, berdirilah di sini. Pada waktu Saudara menggeser diri dari tempat aslinya, pergeseran itu disebut dosa.

Mari kita melihat dari sudut pandang ini untuk mengerti Kejadian 3. Allah berkata kepada manusia bahwa ia harus menaklukkan segala binatang, yang Allah letakkan di bawah manusia, yang sendiri lebih rendah daripada Allah. Dengan demikian seharusnya binatang mendengar perkataan manusia dan manusia mendengar perkataan Allah. Manusia diciptakan di tengah-tengah Allah dan alam. Tetapi di dalam Kejadian 3 terjadilah pergeseran yang besar sekali, yaitu manusia berusaha untuk taat kepada ular demi makanan, sesuatu yang seharusnya lebih tidak penting daripada Firman Allah. Kristus membalikkan itu dan berkata bahwa manusia hidup bukan bersandarkan pada roti saja tetapi pada setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Tetapi sekarang, Hawa lebih suka roti daripada Firman Allah. Waktu melihat roti, ia lupa Firman Allah. Seperti banyak pedagang, ketika sudah melihat banyak keuntungan, langsung lupa prinsip Alkitab. Asal bisa untung, maka berbohong, memaki orang, menipu, menulis cek kosong atau bersumpah palsu, akan dia lakukan, karena dia telah memutar-balikkan pentingnya iman. Dosa jangan dilihat hanya dari kelakuan-kelakuan yang diperbuat. Dosa harus dilihat sebagai suatu pergeseran status dari yang seharusnya berada pada tempat asal di mana Tuhan menempatkannya.

Pada waktu Adam sudah tidak memeliharta status asli yang sudah ditetapkan Tuhan, Tuhan tidak mengatakan, “Adam, apa yang kau perbuat?” Tuhan mengatakan, “Adam, di manakah engkau?” Allah tidak mengatakan, “Apa yang engkau makan?” Jikalau Tuhan mengatakan demikian, berarti Tuhan sama dengan orang biasa, hanya berpikir tentang perbuatan di luar; tetapi Tuhan memberi satu pertanyaan tantangan, “Di manakah engkau?” Ini berarti Adam sudah bergeser. Dosa dimulai dari pergeseran status asli. Prinsip ini harus kita pegang baik-baik. Yang harus berada dalam status asli. Kalau sudah bergeser, maka semua hal yang tidak beres pasti akan terjadi.

Saya adalah seorang hamba Tuhan, kalau saya lupa status saya sebagai hamba Tuhan, dan bergeser dengan melakukan hal yang tidak sesuai dengan status saya sebagai hamba Tuhan, maka saya mulai berdosa. Saudara adalah orang Kristen, pada waktu Saudara bergeser dari status Saudara sebagai orang Kristen, pergeseran itu mengakibatkan Saudara berdosa. Sebelum Saudara berbuat apa-apa, pergeseran itu sendiri adalah pokok dan sumber dari segala macam dosa yang mungkin diperbuat oleh umat manusia. Di manakah Saudara? Allah demikian serius menanggapi pergeseran status ini.

Alkitab mengatakan, ”Malaikat adalah malaikat,” tetapi pada waktu malaikat tidak mau tetap berada di dalam status malaikat, dan mau bergeser, Allah mengatakan, “Engkau berdosa.” Pergeseran status adalah hal yang sangat serius. Pergeseran status merupakan sumber dari segala perbuatan dosa. Pergeseran status ini terjadi di dalam dunia rohani sebelum Adam dicipta, dimulai dari penghulu malaikat yang tidak rela menjadi malaikat. Jika Saudara tidak mau dengan rela berada di posisi Saudara sendiri yang ditetapkan Allah, terjadilah pergeseran status itu. Saudara mulai berbuat dosa. Pada saat pergeseran status malaikat terjadi (Yesaya 14:12), mau menjadi sama tinggi dengan Allah, mau menjadi seperti Allah, ia sudah bergeser, ia jatuh dalam dosa.

Saya melihat banyak orang menganggap diri cukup melayani Tuhan, tetapi tidak mau belajar Firman Tuhan baik-baik, mau cepat-cepat jadi pendeta. Pergeseran itu terlalu cepat. Itulah yang merusak diri dan merusak Kekristenan. Saya kira di hari-hari mendatang, akan ada lebih banyak orang seperti ini. Kalau tidak puas pada satu gereja, orang akan mendirikan gerejanya sendiri. Apa hak Saudara mendirikan gereja? Orang yang tidak mengenal Firman Tuhan dan tidak memiliki doktrin yang beres tidak berhak mendirikan gereja. Jangan kira asal mempunyai uang, bisa mengumpulkan orang, Saudara boleh mendirikan gereja.

Gereja adalah tempat di mana orang-orang mengaku percaya kepada Yesus Kristus dalam doktrin yang benar. Mereka berkumpul untuk berbakti melalui doktrin dan pengajaran itu. Selama doktrin itu tidak pernah diubah dan tetap sesuai Alkitab, tidak ada gereja baru. Selama doktrin itu tidak beres, meskipun mendirikan gereja, itu tetap bukan gereja. Meskipun gereja itu sudah berusia 500 tahun atau 800 tahun, tetap itu bukan gereja. Mengapa Stephen Tong mendirikan gereja? Saya mendirikan gereja bukan berdasarkan sesuatu yang baru, tetapi berdasarkan pengenalan Kristologi dan Firman Tuhan yang dipelihara dari hari pertama Pentakosta sampai hari ini. Berdasarkan doktrin itulah gereja didirikan, bukan karena saya pintar atau karena saya ada uang.

Pergeseran status dari malaikat yang pertama jatuh adalah karena dia berkata, “Aku tidak mau menjadi malaikat, aku mau menjadi Allah. Mengapa Dia menjadi Allah, sedangkan saya hanya menjadi ciptaan; saya mau menjadi sama seperti Allah Pencipta, saya mau menjadi seperti Dia.” Ini merupakan suatu pergeseran ke atas.

Perhatikan istilah yang saya pakai di sini, pergeseran ke atas berbeda dengan pergeseran ke bawah. Bolehkah kita menganggap pergeseran ke atas ini sebagai suatu tuntutan rohani yang tinggi? Saya mau menjadi seperti Allah, bukankah itu baik? Bukankah ada lagu “Ku ingin seperti Yesus”? Mengapa iblis yang ingin menjadi seperti Allah dianggap tidak baik? Bedanya di mana? Saya mau menjadi seperti Allah itu baik, tetapi malaikat mau menjadi seperti Allah tidak baik, mengapa?

Saya mau menjadi seperti Allah, tetapi saya bukan Allah, itu benar. Tetapi kalau saya mau menjadi seperti Allah, supaya menjadi Allah, itu tidak benar. Karena Allah adalah Allah, manusia adalah manusia, dan malaikat adalah malaikat. Kalau manusia mau melompat ke atas, atau malaikat mau melompat ke atas, itu namanya pergeseran ke atas. Pergeseran ke atas dan pergeseran ke bawah, dua-duanya disebut semacam kemelaratan rohani. Jadi, yang satu melarat ke atas, yang lainnya melarat ke bawah. Dua-duanya salah. Saudara mungkin bertanya, “Mengapa ada jatuh ke atas?” Jatuh bisa ke atas, tetapi Saudara tidak bisa menerima konsep itu karena sejak kecil Saudara sudah dipengaruhi dan didistorsi oleh teori gaya gravitasi bumi. Konsep ini mengakibatkan Saudara berpikir bahwa jatuh harus selalu ke bawah. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa ada jatuh yang ke atas.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kejatuhan pertama adalah kejatuhan ke atas. Saya mau naik lebih tinggi, saya mau menjadi Allah. Tuntutan mau lebih tinggi itu baik. Tuntutan mau maju itu baik. Kepuasan yang menjadikan diri tidak pernah maju, itu tidak baik. Tetapi kepuasan untuk mencapai yang lebih tinggi yang disebut baik itu, batasnya di mana? Sifat batasan itu ditetapkan oleh siapa dan dengan kriteria apa kita bisa tahu bahwa sifat itu benar?

Di dalam Alkitab, Tuhan mengatakan, “Jatuhlah engkau, engkau berdosa,” hanya karena pergeseran dari status. Pergeseran status dianggap sebagai penyebab dari segala perbuatan dosa, sehingga Alkitab mengatakan bahwa Tuhan membelenggu malaikat-malaikat itu di tempat kegelapan karena mereka tidak memelihara status asli mereka. Mereka dianggap sudah berdosa.

Kedua, pergeseran status mengakibatkan kerusakan relasi. Kembali kepada contoh di atas, relasi itu harus dijaga seimbang menurut taraf dan standar yang ditetapkan oleh Tuhan. Relasi dengan diri sendiri, dengan manusia lain, dengan Tuhan Allah, dengan jiwa-jiwa yang lain, dengan alam semesta. Status dan relasinya harus seimbang dan sesuai dengan apa yang dipimpin dan ditetapkan Tuhan. Tetapi jika relasi ini sudah dirusak, maka seluruh manusia ini akan terdistorsi dan hal itu menjadi dosa.

Dosa jangan hanya dimengerti dalam konteks perbuatan, dosa harus dimengerti dalam konteks relasi universal. Hubungan saya dengan saya seharusnya bagaimana, hubungan saya dengan orang lain seharusnya bagaimana, dan hubungan saya dengan Tuhan seharusnya bagaimana.

Setiap tahap dan setiap periode, penting di dalam pembagian sejarah. Theologi mempunyai kelemahan-kelemahan masing-masing, khususnya pada waktu tidak setia kepada Allah. Setia kepada Allah sedikitnya ada beberapa unsur: (1) harus percaya bahwa Alkitab itu diwahyukan oleh Tuhan yang tidak boleh dikompromikan; (2) harus percaya bahwa Alkitab itu sempurna dan tidak boleh ditambah-tambahi; (3) harus mempelajari Alkitab dengan selengkap-lengkapnya sehingga tidak ada kekurangan yang fatal dalam pemberitaannya. Barangsiapa menganggap Alkitab kurang dan bisa ditambah-tambahi dengan sembarangan sesuai kemauan manusia, orang itu tidak setia kepada Alkitab. Barangsiapa menganggap Alkitab perlu banyak dikoreksi atau perlu disingkirkan sebagian, orang itu tidak mungkin setia kepada Alkitab.

Jika ada aliran atau gereja yang bolak-balik hanya mengkhotbahkan beberapa ayat yang mereka senangi, yang lain tidak mereka sentuh, hati-hatilah terhadap dia. Jika ada satu aliran atau satu pendeta yang dengan sembarangan mencampur-adukkan atau memaksakan teori-teori manusia ke dalam Alkitab, berhati-hatilah terhadap dia. Siapa pun atau aliran mana pun yang menganggap Alkitab bukan Firman Tuhan, hanya tulisan manusia yang ada kemungkinan bersalah, hati-hatilah kepada dia. Ini prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh. Jika Saudara tidak melanggar prinsip-prinsip ini lalu banyak belajar Alkitab dengan setia, teliti, tidak sembarangan menafsirkannya, barulah Saudara bisa membawa gereja kepada keadaan yang sehat dan sempurna.

Kita setia kepada Alkitab. Lalu bagaimana relasi-relasi ini dipelihara dengan baik? Alkitab berkata kepada kita, relasi manusia menempatkan manusia di hadapan Allah, manusia di hadapan sesama manusia, manusia di dalam hubungan dengan dunia roh, dan manusia di dalam hubungan dengan dunia materi. Dan dosa merupakan suatu kerusakan yang terjadi di dalam relasi universal.

Abad ke delapan belas dan ke sembilan belas dipengaruhi oleh orang-orang seperti Lotz, Schleiermacher, Ritschl. Maka sampai akhir abad ke sembilan belas, theologi Liberal tidak lagi mementingkan relasi manusia dengan Allah, tetapi mementingkan relasi manusia dengan manusia. Di situlah letak kelemahan periode theologi Liberal di dalam menafsirkan dosa. Dosa hanya dimengerti sebagai perusak hubungan antar-manusia, dan theologi Liberal berusaha menjadikan manusia sebagai pusat standar universal sehingga mendirikan suatu kemungkinan mempersamakan semua agama. Maka, menurut theologi Liberal, kalau Saudara mau benar-benar tidak hidup di dalam dosa, Saudara harus berdamai dengan semua orang termasuk semua macam agama. Itu berarti suatu kerukunan tanpa perbedaan kualitas apa pun. Saya menolak itu. Kita harus hidup rukun dan damai dengan siapa pun, tetapi kita tidak bisa menganggap semua agama ini sama.

Hanya ada dua macam orang yang menganggap semua agama itu sama, yaitu orang yang berbohong dan orang yang tidak belajar agama. Kalau mempelajari agama dengan sungguh-sungguh, Saudara akan melihat bahwa agama yang satu berbeda dari agama yang lain, maka kerukunan yang bersifat mengkompromikan esensi agama itu bukan kehendak Allah. Tetapi dengan mempelajari dan mempertahankan sifat agama yang kita miliki. Sekaligus dengan kesopanan dan menghormati orang lain sebagai makhluk yang sama-sama dicipta menurut peta dan teladan Allah, maka kita telah mengupayakan kerukunan yang sesuai dengan Alkitab.

Selain Schleiermacher, Ritschl, Hermann, Barth, dan lainnya, kita melihat sebelumnya juga timbul Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781) di Jerman. Lessing menganggap konsep perbandingan agama menjadi suatu dialog antara agama-agama. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya semua agama memiliki prinsip yang sama. Tetapi Alkitab mengatakan tidak. Alkitab mengatakan, “Yesus Kristus datang justru mengerjakan hal yang tidak mungkin dikerjakan oleh Adam.” Dosa tidak seharusnya dimengerti hanya sebagai hubungan manusia dengan manusia.

Amin.
(bersambung)
SUMBER :
Nama Buku : Dosa, Keadilan, dan Penghakiman
Sub Judul : Bab 2 : Dosa (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 56 – 69